DANIEL PANE

SELAMAT DATANG DAN MENIKMATI YANG TELAH DISAJIKAN

Senin, 13 September 2021

Bahan Khotbah/ Jamita Minggu, 19 September 2021; Pengkhotbah/ Parjamita/ Ecclesiastes 10: 10 - 15

BAHAN KHOTBAH
MINGGU XVI SETELAH TRINITATIS
Minggu, 19 September 2021
Ev.: Pengkhotbah 10: 10 – 15; Ep.: Lukas 2: 41 – 52; Pengganti Hukum Taurat: Amsal 3: 11 – 12

HIKMAT SANGAT LEBIH BAIK DARI KEBODOHAN

Oleh: Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.

Pendahuluan

            Salam sehat dan salam kasih bagi kita semua! Pada khotbah minggu XVI setelah Trinitatis ini kita diarahkan pada pola hidup yang berhikmat dan pola hidup yang bodoh. Pastinya tidak ada seorang pun yang ingin dikatakan sebagai orang bodoh, begitu juga sebaliknya semuanya manusia inginnya dikatakan sebagai orang yang berhikmat. Hampir seluruh pemberitaan dalam kitab pengkhotbah ini mengarahkan pembacanya akan: didikan akan hikmat, kesia-siaan, dan waktu manusia. Ketiga hal itu pastinya tidak terlepas dari kehidupan manusia dalam seluruh aktivitas kehidupannya.

            Pada perikop ini seorang pengkhotbah menyampaikan pengajaran mengenai hikmat dan kebodohan. Dalam kata pantun orang batak disebutkan: ijuk di parapara, hotang di parlabian; na bisuk nampuna hata, na oto tu panggadisan. Ungkapan ini merupakan suatu nasehat untuk memperoleh hikmat dan betapa malangnya hidup orang bodoh karena orang bodoh akan diperjualbelikan (gabe hatoban) dan orang yang berhikmat akan didengarkan ucapannya karena dengan perkataan ia menyatakan kuasa. Hal itu berarti orang berhikmat akan berkuasa atas orang bodoh. Kebodohan dan hikmat bagaimanakah yang dimaksudkan oleh pengkhotbah dalam teks ini? Marilah kita lanjut kepada pembahasan teks.

 

Pembahasan Teks (Tafsiran)

            Secara tradisi Israel kitab pengkhotbah ini dipahami berasal dari Salomo, karena Salomo dikenal sebagai seorang raja yang penuh hikmat dan kebijaksanaan. Pemahaman inilah yang melatarbelakangi bahwa Salomo-lah penulis semua kitab Pengkhotbah (Pengkhotbah 1: 1, disebutkan anak Daud, raja Yerusalem yang langsung diarahkan kepada Salomo walaupun tidak ada nama Salomo dituliskan). Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai konteks yang tersirat dalam bahasa yang ada dalam kitab Pengkhotbah ini. Dalam sastra bahasa yang dipakai dalam teks Ibrani sudah dicampur dengan bahasa Aram dimana pemakaian bahasa Aram dipakai menjelang masa pembuangan (587/6 sM) dan berkembanga pada masa setelah pembuangan bahkan sampai kepada zaman Yesus Kristus. Mengenai pencarian hikmat berkembang tradisi hellenisme dari Yunani melalui pemerintahan Alexander Agung, dimana hikmat yang dicapai tanpa ada takut akan TUHAN adalah kesia-siaan (bdk. Pengkhotbah 12). Pengkhotbah ini adalah seorang yang: (1) penasehat, (2) orang tua; (3) pengamat; dari kalangan umat Israel. Kitab Pengkhotbah ini disampaikan kepada: (1) murid; (2) orang muda; (3) seorang sahabat dan pada akhirnya kita diarahkan untuk takut akan TUHAN, berpegang kepada segala perintah-Nya (bdk. Pengk. 12: 13). Dalam tradisi liturgi Israel, kitab Pengkhotbah adalah bagian 5 gulungan kitab besar Israel (kitab lima megilod) dimana pembacaan kitab ini dibacakan pada hari – hari tertentu. Kitab Pengkhotbah dibacakan komunitas Ashkenazim pada hari Sabbat perayaan Sukkot (perayaan Pondok Daun).

            Apakah hikmat itu perlu? Jawabannya ya dan pasti. Hikmat itu lebih baik dari bodoh. Namun sebagai orang yang berhikmat, maka ia harus mengetahui apa yang terjadi dan bagaimana ia harus bertindak, ia tidak ceroboh dan tidak menganggap enteng akan segala sesuatu dan waspada akan segala sesuatu. Hikmat itu mengarahkan dirinya kepada ketaatan, dan ketaatan itu mengarahkan dia kepada ketekunan dan ketekunan itu mengarahkan dia kepada keberhasilan. Akan tetapi ketika seorang yang berhikmat mengalami hal sukar, ia membutuhkan kekuatan yang ekstra agar ia dapat berhasil menyelesaikan hal yang sukar. Hal itu dianalogikan di ayat 10, yaitu besi. Besi biasanya dipakai sebagai: pedang, pisau atau kapak. Jika besi itu tumpul dan tidak diasa, bagaimana sang pemakai dapat dengan cepat atau gesit dalam pekerjaannya dengan memakai besi yang tumpul? Pastinya butuh tenaga ekstra apakah tenaga itu bersangkut paut dengan ia semakin menekan kuat dengan pisau, atau kembali mengasa pisau.

Ay. 11 diartikan jika seorang pawang ular terlambat dalam pengucapan manteranya dalam menjinakkan ular maka akan fatal dampaknya. Sebagai pawang ular adalah bagian tradisi keagamaan kaum semit zaman Alkitab (bdk. Kel. 7) yang tidak terlepas dari hal sihir (magic), karena tidak semua orang mampu melakukannya. Sikap bersikap tepat waktu dan cerdas adalah bagian dari seorang yang berhikmat, sedangkan orang bodoh akan menunggu dan selalu menunggu maka ia tidak akan mendapatkan hal yang baik baginya.

Ay. 12 – 13 Perbedaan orang berhikmat dan bodoh juga terletak dari ucapan atau perkataan yang keluar dari mulutnya. Orang berhikmat akan mengeluarkan perkataan hikmat dari mulutnya. Ia tidak sembarang dalam menyampaikan perkataan/ informasi, perkataannya tidak provokatif, tidak mendatangkan pertengkaran, perkataan yang penuh kasih dan berbagai hal yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan orang bodoh akan mengucapkan segala perkataan bodoh, perkataan yang mendatangkan perseteruan/ perkelahian/, ia penyebar hoax (kebohongan) dan pada akhirnya ia tidak dapat mempertanggung jawabkan perkataannya dan mendatangkan hukuman bagi dirinya.

Tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi pada hidupnya dan apa yang terjadi setelah ia meninggal. Manusia hanya mengetahui apa yang telah terjadi pada masa lampau dan apa yang sedang terjadi pada masa kini. Si Pengkhotbah ingin mengajarkan bahwa si pembaca atau si pendengar pengajaran atau didikannya ini agar dapat mengambil suatu hikmat atau nilai yang baik dari segala sesuatu yang terjadi, agar kelak ketika akan menjalani hari esok kita sudah mempersiapkan diri, dan sesudah kematian pun kita sudah mempersiapkan diri untuk itu. Dalam Pengk. 12: 14 telah menyatakan mengenai penghakiman Allah atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat. Ayat 14 perikop ini merupakan pengulangan atau bahkan penegasan terhadap Pengkhotbah 8: 7; 6: 12; 3: 22, yaitu agar kita tetap waspada akan hal – hal jahat yang akan terjadi di hari esok. Sedangkan orang bodoh justru sebaliknya, ia percaya akan takhyul, prediksi akan hari esok, zodiak, seolah – olah ia sudah mengetahui akan hari esok, dan ia begitu semangatnya mengabarkan mengenai hari esok.

Kini ayat 15 pada perikop ini, Pengkhotbah mengajarkan akan kesusahan seorang yang bodoh oleh karena perbuatannya atau jerih payahnya sendiri. Apakah yang dimaksud bodoh di sini adalah malas? Ternyata tidak, orang bodoh melakukan aksi, melakukan pekerjaan, namun apa yang ia lakukan adalah pekerjaan sia – sia, bahkan ia hanya merasakan lelahnya saja tanpa dapat menikmati jerih payahnya. Hari – hari bagi orang bodoh adalah kemalangan. Situasi kemalangan yang dimaksudkan di sini adalah bahwa ia tidak tahu apa yang ia perbuat dan tidak tahu harus berbuat apa dan kemana tujuan yang dicapai. Hal ini pastinya kondisi hidup tanpa tujuan dan kondisi hidup yang hampa. Orang bodoh merupakan orang yang tidak mau belajar dan bertekun dalam nasihat pengajaran atau didikan. Orang bodoh akan menghina didikan dan pengajaran sehingga ia hanya mengucapkan sesuatu hal yang bodoh dan tidak bermanfaat semuanya itu adalah kesia-siaan.

 

Refleksi Teologis

            Perikop khotbah ini mengarahkan kita untuk berhikmat dan jangan menjadi bodoh. Ada dua hal yang dapat diperhatikan sebagai petikan dari perikop khotbah ini, yaitu: Perkataan dan pola hidup. Dalam Pengkhotbah 7 dituliskan mengenai bagaimana hidup sebagai orang berhikmat dan apa hikmat yang benar itu. Jika ada hikmat yang benar, berarti ada hikmat yang tidak benar. Hikmat yang tidak benar saya artikan sebagai kebodohan.

            Pepatah Indonesia berkata: “mulutmu adalah harimaumu” dan bahasa batak disebutkan: “jolo didilat bibir asa didok hata”. Ungkapan ini adalah suatu nasehat agar setiap orang berhati – hati mengeluarkan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya. Ia tidak sembarang dalam berucap, ia tidak menyatakan kebohongan, ucapan yang tidak provokatif, perkataan yang diucapkan adalah perkataan hikmat yang membangun dan menghidupkan semangat untuk semakin berbuat baik. Dalam Yakobus 3: 5 – 9 merupakan nasehat atau pengajaran bagaimana lidah itu bisa menjadi kehidupan dan lidah bisa menjadi kehancuran bagi hidupnya. Rasul Petrus juga menasehatkan agar orang Kristen pada jemaat mula – mula harus bisa menjaga lidahnya agar ia melihat hari – hari yang baik (1 Petrus 3: 10). Perkataan orang bodoh ibarat lobang yang digali dan ia terjatuh di lobang tersebut. Artinya orang bodoh akan mengalami kesulitan sebab ia tidak berhikmat dalam mengekang lidah dan perkataan yang keluar dari mulutnya.

            Dalam melakukan sesuatu pun haruslah berhikmat. Berhikmat yang dimaksudkan di sini adalah ia tahu apa yang ia lakukan dan apa yang harus ia lakukan. Ia tidak semberono, ia tidak berbuat curang, ia penuh dengan kewaspadaan dalam berbuat. Istilah tepat sasaran dagan strategi yang matang adalah bagian yang dilakukan oleh orang yang berhikmat. Bagaimana dengan orang bodoh? Orang bodoh akan terus bekerja, akan terus melakukan pekerjaan namun ia tidak dapat menikmati semuanya. Apakah yang didapat orang bodoh dari semua pekerjaannya? Yaitu keletihan dan kelelahan. Orang bodoh tidak mengetahui apa yang telah dilakukan dan apa yang harus dilakukan, ia percaya pada nasib, mempercayai zodiak, mengenai prediksi – prediksi para penenung.

            Hikmat yang benar hanya kita dapat dengan didikan Allah. Allah selalu memberi didikan kepada semua manusia dengan berbagai cara seperti: para imam, guru yang benar, para nabi, orang tua, orang yang berhikmat, dan didikan juga diperoleh dengan peristiwa alam. Dalam Amsal 3: 11 – 12 disebutkan agar kita (sebagai anak) janganlah menolak didikan TUHAN, dan jangan bosan akan peringatan-Nya. karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang dikasihi. Didikan TUHAN adalah hikmat yang melebihi perak dan permata. Selagi hari masih siang, dan kita mampu, mari kita berdiam dalam didikan TUHAN, ketika kita semakin rindu akan didikan TUHAN, yakin dan percayalah hikmat itu akan ada bersama kita. Amin.

Dituliskan oleh: Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.