DANIEL PANE

SELAMAT DATANG DAN MENIKMATI YANG TELAH DISAJIKAN

Jumat, 29 September 2017

Bahan Khotbah Minggu XVI S. Trinitatis Minggu 01 Oktober 2017; Matius 21: 23 - 32



BAHAN KHOTBAH MINGGU
MINGGU XVI SETELAH TRINITATIS
Minggu, 01 Oktober 2017
Nas: Matius 21: 23 – 32 

MENGENAL YESUS SEBAGAI KRISTUS SERTA MEMATUHI FIRMAN-NYA
Oleh: Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.

Pengantar
            Sejauh manakah kita mengenal Yesus Kristus yang telah kita imani sampai sekarang? Apakah kita hanya mengenal Kristus seperti cara pandang oleh imam kepala dan tua-tua Yahudi? Mengenal Yesus tidak hanya mengenal siapa Dia, tetapi mengenal Kuasa dan hekekat-Nya. Dengan itu, kita dihantarkan kepada suatu sikap penyesalan akan dosa dan pelanggaran kita untuk datang kepada-Nya dan beribadah dengan penuh syukur dan komitmen yang mantap dalam melakukan kehendak-Nya. Untuk lebih dalam kita memahami nas khotbah ini, saya menghantarkan kita memasuki penjelasan nas ini.

Penjelasan Nas
            Kitab Matius merupakan kitab yang terpanjang di antara empat kitab Injil (Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes) dengan memiliki 28 pasal. Kitab Matius ini lebih menekankan mengenai Yesus Kristus dalam keselamatan orang Yahudi, sehingga dalam kitab Matius ini lebih memperkenalkan Yesus yang berhadapan dengan pemahaman Yahudi atau tradisi Yahudi, serta bagaimana Yesus, Firman Allah yang telah menjadi daging (manusia) harus berhadapan dengan para tokoh atau petinggi agama Yahudi. Kebanyakan para ahli (seperti Irenaeus, Eusibius, dan para ahli Perjanjian Baru lainnya) mengatakan bahwa Matius, seorang penagih pajak yang kemudian dipanggil dan dipilih menjadi seorang murid Yesus Kristus, itulah yang menuliskan kitab injil Matius ini.
            Matius menuliskan injil ini agar seluruh umat Kristen atau orang – orang yang membaca injilnya ini dapat memahami bahwa Yesus itu benar-benar Firman Allah yang telah menjadi daging (manusia). Dengan kata lain, Yesus benar-benar adalah Manusia dengan dipenuhinya hakekat atau substansi Roh Allah di dalam-Nya secara penuh. Yesus tidaklah jauh seperti pemahaman beberapa pengajar-pengajar sesat yang menolak ke-Ilahian Yesus yang menjelma menjadi seorang manusia dengan tubuh yang fana, dan penuh dosa ini. Matius memulai injilnya dengan menuturkan genealogis atau silsilah keturunan Yesus agar dapat dipahami bahwa Yesus benar-benar manusia dalam daging manusia namun Ia adalah hakekat Allah yang sejati, karena Ia adalah Firman Allah.
            Nas khotbah ini merupakan suatu pengajaran Yesus mengenai kebenaran Kerajaan Allah. Pengajaran ini dimulai Yesus setelah Ia menyucikan Bait Suci Allah di Yerusalem dengan mengacaubalaukan semua pedagang yang berdagang di Bait Suci Allah. Kemudian Ia dengan kuasa-Nya mengutuk pohon ara karena pohon itu tidak berbuah. Yesus juga mengajarkan bagaimana kuasa yang akan diperoleh oleh orang yang benar-benar setia dan tidak bimbang sedikit pun. Ada kuasa bagi orang yang percaya di dalam Nama Yesus Kristus.
            Setelah semuanya itu terjadi, Yesus kemudian masuk ke Bait Allah dan meberikan pengajaran kebenaran Kerajaan Allah kepada orang – orang yang ada di tempat tersebut. Ketika Yesus sedang mengajar, datanglah para imam kepala serta tua – tua Yahudi untuk menanyakan sesuatu hal kepada Yesus. Para imam kepala (avrcierei/j/ arkhiereis) dan tua – tua (presbu,teroi/ presbuteroi) Yahudi merupakan sekelompok yang dihormati bagi bangsa Yahudi serta memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan keputusan dan sistem sosial di bangsa Yahudi yang telah diaturkan dalam Perjanjian Lama (Kel. 3: 16; 4: 29; Ulangan 19 – 22; Kel. 28; Imamat 21; Imamat 4; 16). Ketika masa penjajahan Romawi, kelompok pemimpin agama ini memiliki kedudukan dalam pemerintahan Romawi di daerah jajahan, sebagai perpanjangan tangan Gubernur Romawi yang memerintah di daerah jajahan Romawi. Pada hakekatnya, mereka merupakan alat atau hamba Allah yang ditugaskan sebagai gembala terhadap bangsa Israel sebagai bangsa Pilihan Allah (bdk. Yehezkiel 34). Namun, mereka tidak melakukan tugas dan kewajiban mereka sesuai dengan apa yang telah diaturkan yang menjadi tugas mereka (lih. Tugas Imam: Kel. 28, Imamat 4: 3 – 21; 13: 15; 16: 1 – 25; Bilangan 3; 5: 11 – 28;  Ulangan 17. Sedangkan tugas para tua-tua: Kel. 24; Ul. 19, 21, 22, 25; Yos. 20). Sebelum zaman Yesus, para Imam dan tua-tua Israel/ Yahudi telah melanggar apa yang telah menjadi tugas mereka (lih. Yeremia 8: 8- 12; Yehezkiel 34). Mereka lebih mempertahankan kehormatan melalui jabatan yang mereka peroleh dari pada harus melakukan apa yang menjadi tugas mereka. Termasuk dalam hal menyatakan kebenaran Kerajaan Allah. Kita dapat melihat betapa kerasnya Yesus menegor dan mengecam para imam, ahli hukum taurat (Mat. 23). Semua pengajaran Yesus merupakan ancaman yang begitu besar bagi para imam dan tua-tua, kalau-kalau dengan pengajaran Yesus tersebut dapat menjatuhkan reputasi kehormatan mereka di tengah-tengah masyarakat Yahudi, beserta kehilangan kedudukan dalam pemerintahan Romawi ketika itu. Sehingga kelompok ini selalu berupaya untuk menjebak Yesus dengan berbagai pertanyaan dengan maksud ada alasan mereka untuk mempersalahkan Yesus, sehingga Yesus ditangkap dan dihukum mati dalam hukum Romawi.
            Pada ayat 23 inilah salah satu pertanyaan mereka. Hal yang mereka pertanyakan adalah “kuasa dari manakah Yesus dapat melakukan semua yang telah Yesus lakukan dan dilihat oleh mereka, termasuk dengan mengusir para pedagang di Bait Allah, mengutuk, menyembuhkan, dan berbagai pengajaran dan mujizat lainnya.” Pertanyaan yang menjebak mereka lontarkan kepada Yesus dengan harapan Yesus dapat disalahkan. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang berkaitan dengan hakekat atau substansi diri-Nya sendiri. Seandainya Yesus mengatakan sebenarnya bahwa Ia adalah Manusia yang memiliki hakekat atau substansi ke-Ilahian atau ke-Allah-an-Nya dan mengatakan bahwa Ia adalah Anak Allah Yang mahakudus mereka akan tidak percaya dan membuat tuduhan bahwa Yesus menghujat Allah. Dalam hal ini Allah yang dimaksud adalah (YHWH/ Jahowa) Bapa Yesus Kristus. Yesus sendiri mengetahui apa maksud dan yang menjadi tujuan para imam dan tua-tua menanyakan hal demikian.
            Namun Yesus merespon pertanyaan tersebut dengan memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan diri Yohannes Pembaptis dan baptisan yang Yohannes lakukan (ay. 24 – 25). Yohannes Pembabtis merupakan tokoh sangat dikenal dalam kehidupan orang Yahudi karena khotbah yang begitu tegas ia katakan ketika di sungai Yordan serta baptisan yang telah ia perbuat. Beberapa orang yang mendengarkan khotbahnya menganggap bahwa Yohannes Pembabtislah Mesias yang telah lama dinantikan oleh orang Yahudi. Pertanyaan Yesus kepada imam kepala dan tua-tua Yahudi memiliki hubungan dengan apa yang dipertanyakan mereka kepada Yesus (ay. 23). Pertanyaan yang diajukan Yesus merupakan suatu pertanyaan yang sangat sulit dijawab oleh imam kepala dan para tua-tua Yahudi yang menjumpai Yesus ketika itu. Hal ini berhubungan dengan posisi aman mereka ketika mereka salah untuk menjawab, mereka diskusi (ay. 25) dan mereka pun tidak menemukan jawaban yang pasti sehingga mereka merespon jawaban Yesus dengan menjawab “kami tidak tahu” (ay. 27). Dengan jawaban tersebut, maka Yesus pun tidak akan menjawab pertanyaan para imam dan tua-tua Yahudi. Yesus bukannya tidak mau menjawab yang dipertanyakan oleh para imam dan tua-tua Israel, karena seandainya dikatakan sebenarnya, si pendengar belum tentu menerima. Namun akan tiba saatnya pertanyaan tersebut akan dijawab.
            Kemudian Yesus melanjutkan pengarajaranNya tentang Kerajaan Allah melalui perumpamaan dua orang anak yang memiliki karakter yang berbeda satu sama lain yang berhubungan dengan pertanyaan Yesus kepada para imam kepala dan tua-tua Yahudi (ay. 28 – 32). Perumpamaan Yesus ini memberikan pengajaran dan pemahaman secara tegas dan mantap mengenai hal siapa yang akan memasuki Kerajaan Allah? Mengenai pengajaran ini dikatakan bukan hanya orang yang dari ucapannya saja sebagai wujud taat kepada Allah tetapi harus nyata melalui melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah. Dalam Matius 7: 21 Yesus mengatakan: “bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Sorga.” Kerajaan Sorga/ Kerajaan Allah merupakan suatu Kerajaan di mana TUHAN (YHWH/ Jahowa) Allah kita akan memerintah dan Kerajaan-Nya penuh dengan kemuliaan dan sukacita abadi serta kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan dan pengabdian kepada Sang Raja Kekal, yaitu TUHAN sendiri. Segala kerajaan dan raja serta penguasa dan pemerintahan dunia akan berakhir, namun Kerajaan Sorga tidak akan pernah berakhir dan Kerajaan-Nya adalah kerajaan kekal (lih. Kitab Wahyu). Melakukan kehendak Allah merupakan penyataan pengabdian kita kepada sang Sumber kehidupan kita, yaitu TUHAN, Allah sendiri.
            Pengabdian merupakan suatu bentuk kita beribadah kepada TUHAN. Dalam hal peribadahan kepada TUHAN haruslah dalam kekudusan. Tidak ada satu orang pun yang mampu beribadah kepada Allah bila ia hanya mengandalkan kekuatan atau kebenarannya sendiri atau pun beribadah dengan keberdosaannya. Manusia harus terlebih dahulu mengenal dan menyesali segala dosa dan pelanggarannya kemudian dilanjutkan dengan kemauan untuk beribadah dengan melakukan kehendak Bapa (lih. Perumpamaan anak yang awalnya ia menolak apa yang diperintahkan oleh bapanya, namun ia menyesali perbuatannya tersebut dan segera ia melakukan apa yang telah diperintahkan bapanya kepadanya (ay. 30). Melalui perumpamaan ini Yesus menegor para imam kepala dan tua-tua Yahudi yang mengganggap mereka lebih benar dan lebih layak masuk ke Kerajaan Allah oleh karena mereka selalu mengajarkan firman Allah serta berdoa namun semuanya hanya kefasikan. Perbuatan mereka sama sekali tidak sesuai dengan apa yang mereka ajarkan dan apa yang dikehendaKi oleh TUHAN. Yesus memunculkan dua golongan yang dicap oleh kalangan Yahudi sebagai orang berdosa yaitu pemungut cukai dan perempuan sundal.
Memang mereka berdosa karena para pemungut cukai sering menagih yang tidak sesuai dengan yang diaturkan untuk kekayaan bagi dirinya (mis. Korupsi), sedangkan para perempuan sundal berdosa karena ia melakukan zinah. Namun, ketika mereka mendengarkan berita pertobatan dan mereka menyesali dosanya serta mereka mau datang kepada Yesus maka mereka akan diampuni dan layak masuk ke Kerajaan Sorga (kita bisa melihat kehidupan seorang penagih pajak: Matius yang mau menjadi murid Kristus dan meninggalkan pekerjaannya, serta Zakheus. Kita juga bisa melihat kehidupan perempuan sundal melalui kehidupan seorang perempuan yang berdosa (sundal) yang datang kepada Yesus. Perempuan itu menangis dan menyeka air matanya yang jatuh di kaki Yesus dengan rambutnya (Luk.7: 37 – 38); serta seorang perempuan berdosa yang telah menyesali dosanya dan ia diselamatkan Yesus dari amukan orang-orang yang ingin melempar dia (Yoh. 8: 1 – 11). Pernyataan Yesus ini juga mengacu kepada pelayanan Yohannes Pembaptis dimana ketika itu, para pemungut cukai dan perempuan berdosa yang mendengar khotbah dan berita pertobatan Yohannes di sungai Yordan memberikan dirinya untuk dibaptis oleh Yohannes sebagai tanda penyesalan mereka dan memohon pengampunan dosa dari Allah melalui Yohannes (Lukas 3: 1 – 20; Lukas 7: 29 – 30) (tetapi kita harus membedakan baptisan Yesus yang dilakukan oleh Yohannes dengan baptisan yang mendengarkan khotbahnya (Lih. Lukas 3: 21 – 22). Namun para imam dan para tua-tua Yahudi yang ada di tempat itu tidak percaya dengan berita pertobatan yang dikhotbahkan oleh Yohannes dan mereka tidak mau datang untuk dibaptis oleh Yohannes (ay. 32).

Refleksi Teologi
            Dari penjelasan nas khotbah di atas kita dapat melihat beberapa makna dan refleksi Teologi yang harus kita hidupi dan tidak hanya sebagai pembaca atau pendengar khotbah ini, yaitu:
  1. Kuasa Allah dalam Yesus Kristus. Yesus yang adalah Firman Allah yang telah menjadi manusia (sarx egeneto). Bersama Yesus berarti bersama dalam hikmat dan kuasa Allah. Bersama Yesus kita dapat melawan dan mengalahkan berbagai dan menghadapi berbagai cobaan atau jebakan yang direncakan oleh iblis yang ingin mematahkan semangat iman kita. Hanya dengan kuasa Allah di dalam Yesus Kristuslah kita mampu menjawab segala pergumulan dan tantangan hidup yang semakin mencekam.
  2. Pertobatan. Pertobatan tidak hanya aksi untuk meninggalkan atau berputar 180o, tetapi pertobatan merupakan suatu bentuk penyerahan dan kemauan untuk dibentuk dan ditata sesuai dengan kehendak Allah. Dalam pertobatan harus ada komitmen dan keseriusan untuk benar-benar untuk berada dalam jalan atau kehendak Allah. Dalam hal ini Yesus telah memberikan pengajaran kepada si pendengar ajaran-Nya, bahwa dalam pertobatan harus benar-benar ada rasa penyesalan yang sangat mendalam, serta langsung dilanjutkan dengan aksi untuk melakukan kehendak Allah. Tanpa melakukan kehendak Allah, maka pertobatan belum membuahkan pertobatan. 
  3. Pengabdian kepada TUHAN merupakan suatu bentuk peribadahan kita kepada-Nya. Dengan pengabdian kita diarahkan kepada satu tujuan hidup yang jelas yaitu TUHAN dan kehendak-Nya. Dalam pengabdian kata-kata yang berlebihan tidak diperlukan, tetapi harus sejalan dan selaras dengan kemauan untuk melakukan kehendak Allah. Kita yang telah mendengarkan berita ini, mari kita segera menyesali dosa dan pelanggaran kita kepada TUHAN, agar kita dilayakkan untuk beribadah kepada-Nya. Dengan itu, kita akan beroleh ujung kehidupan kita yaitu Sorga, Kerajaan Allah yang abadi dari kekal hingga kekal, amin.

Bahan Jamita/ Khotbah Epistel Minggu XVI S. Trinitatis, Minggu 01 Oktober 2017; Mazmur 25: 1 - 9



BAHAN KHOTBAH EPISTEL
MINGGU XVI SETELAH TRINITATIS
Minggu, 01 Oktober 2017
Mazmur 25: 1 – 9

BERTEKUNLAH DALAM JALAN TUHAN
Oleh: Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.
Pengantar
            Di dalam dunia ada dua jalan, lebar dan sempit mana ‘kau pilih?” merupakan suatu potongan lirik yang mengisyaratkan pemilihan yang tepat dan pasti mengenai jalan mana yang harus kita jalani dalam kehidupan ini. Setiap jalan ada ujungnya. Jalan lebar dan jalan sempit sama-sama memiliki ujung, tetapi apa yang terdapat di ujung jalan tersebut sangatlah berbeda. Di dalam kesesakan, di dalam pergumulan, begitu banyaknya tawaran atau jalan yang diperkenalkan agar kita bebas atau lepas dari kesesakan atau pergumulan, tetapi kita tidak tahu ke mana ujung jalan yang diperkenalkan itu. Pada nas khotbah epistel ini, Daud memohon suatu jalan yang akan dijalaninya di tengah-tengah pergumulan yang sedang ia alami. Oleh karena itu, saya akan menghantarkan kita kepada penjelasan nas khotbah ini agar kita dapat melihat dan mengimani jalan yang akan diperkenalkan kepada kita.
            Nas khotbah epistel minggu ini merupakan suatu doa dari Daud, dimana ia dalam doanya memohon suatu pertolongan di dalam pergumulan hidupnya. Kepada siapakah ia memohon pertolongan, dan apa yang terjadi kepadanya sehingga ia memohon pertolongan? Mari kita saudara/i memasuki penjelasan nas khotbah.

Penjelasan Nas
            Mazmur 25 merupakan salah satu doa Daud yang berisikan suatu permohonan akan pertolongan TUHAN di dalam hidupnya. Mazmur 25 ini merupakan suatu doa Daud selain ia memohonkan pertolongan TUHAN, ia juga menyatakan suatu kedekatan dirinya dengan TUHAN (kedekatan spiritual/ rohani). Daud, seorang penggembala kawanan domba dan ia tidak memiliki paras untuk menjadi seorang pemimpin atau raja di kerajaan Israel. Ia hanya mampu untuk menggembala suatu kawanan domba, sambil bernyanyi dengan iringan kecapi (bdk. Mazmur 21, 22, 23, dan Mazmur Daud \lainnya).
            Pada nas ini kita dapat melihat betapa bergumulnya Daud, namun tidak jelas dituliskan apa yang sedang dipergumulkan sehingga ia menuliskan susunan doanya seperti yang ada sekarang. Namun, seiring waktu berjalan, doa Daud ini dimasukkan dalam suatu liturgi keyahudian pada perayaan tertentu untuk memeperingati betapa baiknya TUHAN, Allah Israel yang selalu menyertai dan menolong bangsa Israel. Daud dengan kesetiaannya kepada TUHAN semakin memantapkan atau memastikan dirinya untuk menyerahkan hidupnya pada pertolongan TUHAN. Apakah tidak ada orang yang dapat menolong Daud dalam pergumulannya? Pastinya banyak, terlebih selain ia seorang raja yang telah dipilih Allah melalui Samuel, ia adalah seorang pemain musik dan penyair dan banyak orang yang sangat menyukai permainannya termasuk raja Saul sendiri. Ia memiliki sahabat, Yonatan yang pasti bisa untuk menolongnya dalam setiap pergumulannya.
            Setelah ia dipilih oleh Allah melalui samuel menjadi seorang raja, ia kemudian mengalahkan Goliat, seorang tentara Filistin dengan memiliki postur tubuh yang besar. Tidak ada seorang pun dari tentara Israel yang berani melawan Goliat. Namun Daud dengan postur tubuh yang kecil, datang dengan beraninya di dalam Nama TUHAN melawan Goliat. Akhirnya Goliat kalah dan mati. Sehingga orang Israel bersukacita dan mereka menyerukan agar Daud menjadi Raja Israel. Pada akhirnya kabar itu pun sampai kepada Saul. Sehingga Saul yang dahulunya sangat menyukai Daud kini sangat membencinya, dan melakukan berbagai cara untuk membunuh Daud. Sehingga Daud lari dari istana Saul, dimana sebelum Daud membunuh Goliat dengan Nama TUHAN, ia tinggal bersama Saul di istana Saul (Lih. 1 Samuel 16 – 20).
            Hari demi hari Daud mendengarkan ancaman dari Saul untuk membunuhnya sampai ia mendengarkan mengenai kematian Saul dan menjadi raja Israel menggantikan Saul, TUHAN tetap menyertai hidupnya, dan TUHAN tidak pernah sedikit pun meninggalkan Daud dalam setiap pergumulan hidupnya. Maka dengan itu, Daud dengan penuh kepastian mengatakan: “Kepada-Mu, ya TUHAN, kuangkat jiwaku” (ay. 1). Kata “mengangkat” dalam liturgi agama Israel memiliki arti untuk mempersembahkan. Seperti orang Israel pada agamanya yang ingin mempersembahkan korban, maka ia mengangkat persembahan itu dan dipersembahkan kepada imam. Dengan demikian, pada ayat 1 ini Daud memiliki kepastian untuk mempersembahkan jiwanya, yang juga dapat diartikan hidupnya. Ia tidak hanya membawa korban persembahan seperti domba, tetapi ia juga mempersembahkan hidupnya kepada TUHAN, Allahnya.
            “Allahku, kepada-Mu aku percaya” (ay. 2). Percaya (bhs. Ibrani: bâtakh) berarti suatu komitmen yang pasti dan teguh untuk mempersembahkan seluruh kehidupannya secara utuh, tanpa harus ada keragu-raguan. Di dalam percaya terdapat suatu peribadahan, pengabdian dan penyembahan yang penuh terhadap yang ia Percayai yaitu TUHAN. Dengan komitmen tersebut, tekandung suatu harapan dan penantian yang pasti akan penyertaan dan pertolongan dari yang ia Percaya i, dalam hal ini yang ia percayai adalah TUHAN (YHWH/ bhasa batak: Jahowa), Alllah Israel. Itulah sebabnya Daud pada ayat 2 ini melanjutkan doanya “janganlah kiranya ia mendapat malu, dan jangalah musuh-musuhku beria-ria atas aku”. Siapakah musuh-musuh Dauc di sini, yaitu orang-orang atau bangsa yang mengingkan kematiannya, bahkan menginginkan hancurnya kerajaan yang ia pimpin, yaitu Kerajaan Israel Raya.
            Pada ayat 3 dipertegas kembali mengenai suatu jaminan atau kepastian bahwa setiap orang yang percaya dan yang menantikan TUHAN tidak akan pernah malu. Kata malu kembali dinyatakan oleh Daud dalam doanya di nas khotbah ini. Kata malu dalam konsep Perjanjian Lama diartikan sebagai sesuatu yang menjadi aib, nama yang buruk. Pengertian ini diparalelkan dengan sesuatu yang hancur (kehancuran), atau berada dalam situasi kecemasan yang begitu mendalam. Karena niat jahat dari orang-orang yang membenci Daud dan orang – orang yang tidak menaruh percaya kepada TUHAN, Allah Israel. Akan tetapi orang yang khianat akan mendapat malu, yaitu kehancuran, atau aib dan memiliki nama buruk. Orang yang khianat adalah orang-orang yang tidak setia dan tidak dapat bertahan dalam segenap pergumulan hidupnya.
            Sebagai seorang yang percaya kepada TUHAN yang berarti dia sudah menjadi kepunyaan TUHAN wajib melakukan dan mematuhi kehendak-Nya. Itulah sebabnya pada ayat 4 menyampaikan permohonannya agar TUHAN memberitahukan jalan-jalan-Nya. Jalan-jalan yang dimaksud di sini adalah kehendak dan panduan yang harus dilakukannya sebagai kepunyaan TUHAN. TUHAN akan menyampaikan apa yang menjadi kehendak-Nya melalui para imam, para nabi, dan baik para pesuruh Allah lainnya. Jalan TUHAN jelas dituliskan di ayat 10 adalah kasih setia dan kebenaran. Merindukan jalan TUHAN juga merupakan suatu permohonan akan pendampingan atau bimbingan spiritual yang di dalamnya terdapat kekuatan atau keteguhan yang kuat untuk tetap bersama TUHAN ketika ia mengalami pergumulan, sakit, atau kelemahan sekali pun. Ia teguh untuk tetap setia kepada TUHAN, Allahnya.
            Mengapa? Karena TUHAN-lah penyelamatnya, yang dinanti-nantikan sepanjang hari (ay. 5). Dengan instruksi atau arahan yang TUHAN tunjukkan kepada Daud melalui para pesuruh Allah, maka ia diarahkan kepada keselamatan, sebab segala jalan TUHAN termasuk kehendak Allah adalah keselamatan bagi uma-Nya. Ketika umat itu masih mau berdiam di jalan atau kehendak TUHAN, maka ia sedang berjalan kepada suatu keselamatan yang telah disediakan oleh TUHAN. Merindukan jalan-jalan TUHAN tidak hanya pada satu moment tertentu, tetapi hari demi hari tanpa putus-putusnya.
            Mulai ay. 6 – 7 merupakan suatu bentuk pengenalan diri Daud diperhadapkan dengan kasih setia TUHAN. Daud melihat dirinya sebagai seorang yang lemah, dan pendosa. Pengakuan kasih setia TUHAN adalah buah dari pengenalan yang pasti mengenai TUHAN yang ia percayai. Dengan kasih setia, ada pengampunan, dengan pengampunan ada anugerah dan anugerah itulah keselamatan dan kehidupan. “segala dosa dan pelanggaran janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai kasih setia-Mu” suatu permohonan atau seruan Daud yang menghantarkan dia kepada seruan akan keselamatan atau anugerah yang akan TUHAN berikan kepadanya. Pada ayat 6 – 7 ini merupakan suatu pengakuan akan kebaikan TUHAN yang telah membebaskan Daud dari dosa dan menunjukkan jalan Allah.
            Kemudian dilanjutkan dengan pengakuan akan kebaikan TUHAN melalui jalan-Nya (ay. 8 – 9). Pada ay. 4 Daud memohon atau meminta kepada TUHAN agar TUHAN memberitahukan jalan TUHAN. Jalan atau kehendak TUHAN merupakan cerminan terhadap kepribadian umat TUHAN untuk melihat jalan atau kehendak apa yang sekarang memenuhi umat TUHAN. Dengan itu muncullah penyesalan dan memohon belas kasihan TUHAN sehingga umat tersebut kembali ke jalan atau kehendak TUHAN. Kebaikan TUHAN nyata dengan TUHAN memberitahukan jalan kebenaran yang sesungguhnya yang harus dijalani oleh umat atau kepunyaan TUHAN. Kebaikan TUHAN juga tampak dengan Ia membimbing umat-Nya dan mengajarkan jalan-Nya kepada umat kesayangan-Nya, umat pilihan-Nya. Sebagai kepunyaan TUHAN maka ia akan setia dan akan berdiam dalam jalan TUHAN, dan tidak akan melangkah keluar dari apa yang telah TUHAN tetapkan bagi-Nya. Berdiam di dalam kehendak TUHAN berarti memberikan diri untuk siap dibentuk atau ditempah sesuai dengan kehendak TUHAN dalam hidupnya.
            Apabila kita melihat sampai ay. 22 nas epistel ini, kita akan melihat tumbuhnya semangat umat TUHAN, yakni Daud dalam menjalani kehidupan walaupun banyaknya musuh yang mengancam atau yang menanti-nantikan kehancuran Daud atau umat Allah. Ketulusan dan kejujuran akan tetap mengawal Daud atau umat TUHAN, dan pada akhirnya TUHAN sendiri akan melepaskan umat-Nya dari pergumulan tersebut dengan melihat kehancuran orang-orang fasik atau musuh – musuh umat TUHAN.

Refleksi Teologi
            Sudah sejauh mana kita tunduk dan merindukan jalan TUHAN dalam kehidupan kita sampai saat ini? Jalan atau kehendak manusia adalah kebahagiaan bagi dirinya, tetapi jalan TUHAN adalah keselamatan bagi manusia. Seperti pernyataan pada pengantar di atas, ketika kita mengalami pergumulan, kesesakan, atau mendapat ancaman dari orang-orang yang membenci kita maka pada saat itulah iblis melalui para pesuruhnya memperkenalkan jalan-jalan kebahagiaan agar manusia itu sepertinya dapat berbahagia, dan lepas dari pergumulan atau kesesakan hidupnya. Bisa jadi jalan yang diperkenalkan adalah penjaga badan (pitonggam), rasi bintang, percaya kepada nasib, dan berbagai perbuatan duniawi yang sangat bertentangan dengan jalan atau kehendak TUHAN. Pada akhirnya manusia yang mengikuti jalan atau kehendak iblis akan melihat kebinasaan sedang menantinya di ujung jalan tersebut.
            Daud memperkenalkan suatu jalan yang diyakini dengan pasti bahwa ujung jalan tersebut adalah sukacita dan keabadian, yakni keselamatan yang telah TUHAN sediakan kepada orang yang setia kepada-Nya. Namun, terlebih dahulu kita harus percaya kepada yang kita percayai siapa yang menjadi Allah kita. Dalam hal ini Allah kita adalah TUHAN (Ibrani: YHWH; batak: Jahowa), Pencipta, kuasa dan kemuliaan-Nya tidak ada yang dapat menyamai baik di segala waktu dan tempat. Percaya kepada TUHAN adalah suatu pengakuan bahwa kita siap mengabdi, beribadah, dan mempersembahkan hidup kita menjadi milik kepunyaan TUHAN. Dengan itu muncullah kerinduan untuk berdiam dan setia hidup dalam jalan TUHAN, yang mana jalan TUHAN berujung kepada kebahagiaan kekal. Orang jahat dan orang yang tidak mau berdiam dalam jalam TUHAN akan beroleh kebinasaan. Oleh karena itu, sebagai milik kepunyaan Allah, mari kita setia dan tetap berdiam dalam jalan atau kehendak TUHAN. Amin.