DANIEL PANE

SELAMAT DATANG DAN MENIKMATI YANG TELAH DISAJIKAN

Senin, 29 Juli 2019

Bahan Khotbah/ Jamita Minggu VII Setelah Trinitatis, Habakuk 3: 14 - 19


BAHAN KHOTBAH
MINGGU VII SETELAH TRINITATIS
Minggu, 04 Agustus 2019
Ev.: Habakuk 3: 14 – 19; Ep.: 1 Tessalonika 4: 13 – 18; Hukum Taurat I – X


TUHAN ADALAH KEKUATAN DAN PERISAIKU!
Oleh : Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.
Pengantar
            Dimanakah TUHAN ketika terjadi penindasan, ketidakadilan, kekerasan, perkelahian, permusuhan bahkan sampai peperangan yang mengakibatkan korban fisik, psikis dan korban nyawa? Apakah TUHAN tidak mampu menghentikan semuanya jenis kejahatan yang telah terjadi di dunia ini? Apakah TUHAN kalah atau tidak mampu menghardik semua, seperti Allah melalui Yesus Kristus menghardik angin ribut ketika Yesus bersama muridnya menyeberangi danau ke Gerasa (Luk. 8: 22 – 25)? Dimanakah TUHAN ketika terjadi keributan di dalam Rumah Ibadah? Apakah iblis semakin berkuasa terhadap dunia terlebih terhadap orang yang percaya dan setia? Beberapa pertanyaan tersebut bisa saja terdapat di dalam beberapa orang setelah melihat kenyataan yang ada di depannya, yang telah ia dengar.
            Dengan melihat itu semua, sebagai umat yang percaya apa yang harus menjadi respon kita terhadap semua kejadian tersebut? Bagaimana kita melihat karya Allah yang menyelamatkan atau membebaskan dalam realita kejahatan yang terjadi? Itulah yang menjadi pergumulan beberapa nabi di zaman Perjanjian Lama, salah seorang nabi tersebut adalah Habakuk. Habakuk melihat kejahatan semakin bertambah, sedangkan orang yang saleh menjadi korban dari kejahatan yang terjadi. Habakuk dalam awal pemberitaan menyatakan suatu bentuk seruan/ keluhan: “berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepadaMu: “Penindasan!” tetapi tidak Kautolong? Kemudian akhir dari pemberitaannya dalam kitab Habakuk ini adalah jawaban dari keluhannya tersebut. Apa hubungannya dengan teks khotbah ini? Saya akan mengajak kita pada penjelasan nas khotbah ini.

Penjelasan Nas
            Nama Habakuk dalam bahasa Ibrani “habaq”, dapat diartikan “memeluk/ merangkul”.  Dalam bentuk aktif, kata ini juga dapat berarti “seseorang yang memeluk atau merangkul”, secara psikologi rangkulan atau pelukan memiliki arti suatu bentuk sayang/ cinta, kehangatan, bisa jadi sebagai penguatan, atau suatu bentuk empati terhadap yang apa yang dialami oleh yang memeluknya. Dalam hal ini, siapa yang memeluk, dan siapa yang dipeluk nyata dalam pemberitaan nabi Habakuk. Sang pemeluk adalah TUHAN, Allah Israel, sedangnkan yang dipeluk adalah umat Israel. Mengenai tahun penulisan dan pada masa perintahan, tidak ada disebutkan dalam kitab ini, seperti kitab para nabi sebelumnya (misal. Yesaya, Yeremia, dan nabi lainnya). Namun apabila dilihat dari pemberitaannya, adanya satu kerajaan yang dinyatakan, yaitu kerajaan Kasdim. Kerajaan Kasdim, merupakan bibit dari kerajaan Babelonia, artinya kerajaan Babelonia adalah perkembangan dari Kerajaan Kasdim. Kerajaan Babelonia baru dikenal ketika Nebukadnezar telah menjadi raja. Sebelum Nebukadnezar, raja yang memimpin kerajaan Kasdim adalah: Asyumasirpal II (883-859 sM) membedakan rakyatnya dari orang-orang yg diam di Babel paling utara, dan Adad-nirari III (kr 810 sM) menyebut beberapa pemimpin orang Kasdim di antara taklukannya. Ketika Marduk-apla-iddina II, pemimpin daerah Bit-Yakin dari Kasdim, merebut takhta Babel pada thn 721-710 dan 703¬702 sM. ia mencari pertolongan dari negeri-negeri barat terhadap Asyur (Yesaya 39: MERODAKH- BALADAN). Nabi Yesaya memperingatkan bahaya atas Yehuda bila membantu pem-berontak dari Kasdim (Yesaya 23: 13), dan menubuatkan kekalahan mereka (Yes 43:14), setelah serbuan pertama oleh Sargon pada thn 710 sM. Karena Babel pada waktu itu di bawah seorang raja Kasdim, maka 'Kasdim' dipakai sebagai sinonim bagi Babel (Yesaya 13: 19; 47:1, 5; 48:14.20). Ketika Nabopolasar, seorang wali negeri Kasdim asli, menduduki takhta Babel pada thn 626 – 605 sM, ia memulai suatu wangsa yg menjadikan nama Kasdim masyhur.[1]
            Pada saat pemerintahan Nabopolasar, raja Kasdim Yehudia dipimpin oleh raja Yoyakim (memerintah tahun 609-598 SM) (nama aslinya adalah Elyakim (2 Raja-raja 23: 34) yang kemudian Nekho menyebut Elyakim sebagai Yoyakim). Pada saat itu, Yehuda telah dijajah oleh Mesir yang dipimpin oleh Fir’aun Nekho. Dalam tradisi bangsa semit, apabila satu bangsa menjajah bangsa lain, maka bangsa yang jajah tersebut wajib mematuhi ilah atau peragamaan yang menjajah. Dalam hal ini, Yoyakim tunduk kepada ilah atau aturan agama Israel, sehingga disebutkan bahwa Yoyakim melakukan yang jahat di hadapan Allah. Selain itu, sebagai bangsa jajahan Yoyakim harus memberikan upeti kepada Nekho, Fir’aun Mesir. Sehingga untuk memberikan upeti yang banyak maka Yoyakim melakukan penindasan, merampas harta rakyatnya. Terjadi korupsi yang begitu hebat dan  pajak yang terlalu tinggi dilakukan oleh Yoyakim, membuat orang Israel mengalami semakin menderita. Pemerasan; ketidakadilan; hukum tidak berjalan sebagaimana seharusnya; kejahatan semakin banyak terjadi; kelaliman pun terjadi; penganiayaan dan berbagai kejahatan lainnya. Hal yang demikianlah yang dikeluhkan oleh Habakuk. Dengan kata lain, Habakuk melakukan pemberitaan kenabiannya pada zaman sebelum pembuangan, dan sezaman dengan nabi Yeremia, Zefanya.
Setelah terjadi semuanya itu, lahirlah suatu kerajaan setelah Nebukadnezar (605 SM-562 SM) menjadi raja kerajaan Kasdim yang kemudian disebut dengan kerajaan Babelonia. Habakuk melihat munculnya kerjaan Babelonia merupakan ancaman hebat bagi Mesir dan Yehudia. Maka Habakuk dengan pemberitaan kenabiannya menyatakan bahwa Kasdim (yang disebut juga Babelonia) merupakan satu kerajaan yang akan dipakai oleh TUHAN, Allah Israel mengalahkan Mesir dengan kesombongannya dan mematahkan tradisi keilahan yang kalah karena Yehuda kalah terhadap Mesir, serta kepatuhan ilah bangsa yang kalah terhadap ilah yang bangsa yang menang. Habakuk melihat dan menyatakan pemberitaan bahwa TUHAN telah bekerja menyatakan dan mematahkan tradisi tersebut. Habakuk menyatakan keadilan dan kuasa TUHAN yang tidak bisa dibatasi oleh tradisi atau pola pikir manusia, bahkan kusa TUHAN mengatasi kuasa segala penguasa dan kerajaan. Dengan kata lain, kerajaan Kasdim yang dinyatakan oleh Habakuk adalah alat TUHAN menyatakan, bahwa TUHAN telah bekerja (tidak akan bekerja tetap telah dan selalu bekerja) menyatakan keselamatan bagi umat. Sehingga segala orang saleh tidak akan sia – sia akan kesalehannya; dan orang benar tidak akan sia – sia melakukan yang benar karena TUHAN ada dan tetap ada (Habakuk 1: 5 – 2: 20).
Dalam situasi demikian, setelah Habakuk melakukan pemberitaan kenabiannya maka ia menyatakan doa, dimana doanya merupakan suatu ratapan (namun tidaklah berasal atau sama dengan kitab Ratapan Yeremia). Doa Habakuk inilah yang menjadi nas khotbah minggu ini. Dapat dilihat mengenai doanya yang disampaikan, dimana doa Habakuk ini memiliki 2 topik yang penting yaitu: Habakuk 3: 1 – 12: yaitu pengakuan akan kemahakuasaan TUHAN serta kemuliaan TUHAN terhadap segala bangsa (termasuk: Mesir, Assyur) dan kemahakuasaan serta kemuliaan tersebut adalah sebagai hukuman atau kebinasaan bagi bangsa yang melakukan kejahatan; melakukan ketidakadilan; melakukan penindasan dan berbagai kejahatan lainnya. Habakuk mengingat kembali mengenai kemahakuasaan TUHAN dalam memebaskan Israel dari perbudakan Mesir. Kemudian Habakuk 3: 13 – 19, yang merupakan pengakuan bahwa Kemahakuasaan serta kemuliaan TUHAN untuk membebaskan umatnya; menyatakan keselamatan bagi bangsa/ umat-Nya.
Walapun nas khotbah yang ditetapkan diawali pada ayat 14, namun saya menyarankan agar kita melihat ayat 13 mengenai kemahakuasaan TUHAN untuk menyelamatkan umat Allah, dengan meremukkan segala rumah orang – orang fasik sampai datar dengan batu yang penghabisan (suatu hal yang menyatakan rata dengan tanah) (bdk. Habakuk 3: 7 = seperti yang dilakukan oleh hakim Gideon melawan bangsa Midian). Penyataan kemahakuasaan TUHAN ini merupakan penyataan akan keadilan Allah terhadap bangsa yang sombong dan yang melakukan kejahatan tersebut, besarta apa yang akan diperoleh oleh orang – orang yang berseru kepada-Nya.  Bagaimana Allah melakukan hal demikian:
1.       Ay. 14: menusuk dengan anak panahnya sendiri: siapa yang bersandar pada pedang, maka ia akan mati dengan pedangnya sendiri. Demikianlah ay. 14 ini menyatakan justru Allah akan mematahkan segala kekuatan perang (yang digambarkan anak panah – senjata yang dipakai dalam peperangan dengan target atau fokus tertentu) justru dengan itulah bangsa jahat itu akan mati. Habakuk melihat, bahwa orang – orang jahat dan pasukannya telah bersorak – sorai dengan kesakitan atau penderitaan orang – orang lemah; kesombongan dengan kekuatan perang yang mereka miliki seolah – olah tidak ada kerjaan yang mampu mengalahkan mereka, namun kesombongan mereka tersebut justru menjadi malapateka bagi mereka.
2.       Ay. 15: Dengan kuda-Mu, mgninjak laut, timbunan air yang membuih. Kita diingatkan dengan bagaimana orang Israel yang telah dikejar bangsa Israel dengan kekuatan kuda mereka di laut Teberau (Kel. 14). Namun dengan kemahakuasaan TUHAN yang dilambangkan dengan kuda (kuda diartikan dengan kekuatan perang), bangsa itu dapat berjalan di tengah laut tersebut, sedangkan kuda Mesir yang berarti kekuatan perang Mesir tenggelam di tengah laut. Perlu ditekankan bahwa keselamatan yang dilakukan TUHAN terhadap bangsa Israel, umat pilihan-Nya bukanlah karena alat – alat perang Israel tetapi TUHAN sendiri yang bertindak menyatakan Kemahakuasaan-Nya mengalahkan segala kuasa yang ada di segala bangsa atau tempat dan waktu.

Di ay. 15: Dengan semuanya itu terjadi, Habakuk menyatakan bahwa gemetarlah hatinya, menggigil bibirnya, tulang -tulangnya seolah – olah kemasukan sengal (pegal, nyeri, encok), dan gemetar yang merupakan suatu bentuk ketakutan yang sangat luar biasa, atau bahkan suatu bentuk pergumulan yang sangat hebat yang dapat menyerang secara psikis (kejiwaan) dan bahkan berpengaruh kepada tubuh sampai ke tulang – tulang. Mendengar Kemahakuasaan TUHAN yang menghancurkan bangsa yang sombong dan yang angkuh dan yang melakukan kejahatan seperti yang telah TUHAN telah lakukan dalam membebaskan Israel dari perbudakan Mesir maka suatu kebinasaan akan terjadi dan tidak ada yang dapat bertahan berdiri karena ketakutan yang sangat luar biasa tersebut. Maka ketika hal itu terjadi ketika TUHAN memakai Babel, Kerajaan yang baru berkembang pada zamannya akan membinasakan dan menghancurkan kerajaan yang dulunya sombong. Tidak dapat dibayangkan bagaimana jika Allah sendiri langsung melakukannya tanpa melalui bangsa Babel. Bumi pun akan gemetar, bahkan tidak ada yang dapat bertahan. Namun, karena Allah ada dipihak orang – orang yang benar dan yang saleh, maka nyatalah bagaimana pertolongan TUHAN yang tidak pernah terlambat itu akan menyelamatkan. Di hari kesusahan yang akan terjadi, hari di mana peperangan besar akan terjadi (antar Babel dengan Mesir termasuk daerah jajahan Mesir seperti Yehuda) maka Habakuk siap menghadapi dengan tenang menantikan itu semua terjadi.
Ay. 17 sekalipun pohon ara tidak berbunga, dan pohon anggur tidak berbuah, dan hasil pohon zaitun mengecewakan. Pohon ara, pohon anggur, dan pohon zaitun merupakan jenis tumbuhan yang banyak ditemukan di Israel. Ketiga pohon tersebut memiliki pengertian sebagai berikut: pohon ara melambangkan kemakmuran/ kejayaan, damai sejahtera, pedoman kehidupan yang baik; pohon anggur melambangkan kelimpahan, kebahagiaan; sedangkan pohon zaitun melambangkan kesukaan, keistimewaan, kecakapan. Seandainya ketiga pohon itu justru sebaliknya yang terjadi, yang terjadi justru malapetaka, kehancuran, kebobrokan dan tidak elok dipandang atau dianggap tidak ada arti. Bahkan ketika tanah tidak dapat lagi menghasilkan buah (kelaparan), semua ternak tidak ada lagi (kemiskinan) akan terjadi. Suatu kondisi yang super – super menderita dan tidak ada lagi yang dapat diharapkan di dunia ini.
Namun Habakuk dengan tegas mengatakan: aku akan bersorak-sorai di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. Allah, TUHANku itu kekuatanku, ia membuat kakiku seprti kaki rusa (menyatakan suatu kondisi yang penuh kegirangan, sukacita), Ia membiarkan aku berjejak di bukit – bukitku (menyatakan kondisi yang penuh dengan ketenangan dan berdiam bersama Allah (bukit diartikan sebagai tempat kediaman ilah/ allah/ atau sumber pertolongan (bdk. Mzm. 121)). Habakuk dengan tegas bahwa bersama Allah, ia akan beroleh sukacita yang tidak mungkin dapat diberikan oleh dunia ini. Bersama TUHAN ia beroleh sukacita menghadapi segala penderitaan yang terjadi. TUHANlah yang menjadi Allah Pelindung baginya, TUHANlah yang menjadi kekuatannya dan perisai bagi hidupnya menghadapi segala sesuatu kekecewaan, kejahatan atau bahkan pergumulan yang dihadapi. Pertolongan TUHAN tidak akan terjadi atau berlangsung, tetapi pertolongan TUHAN telah akan akan selalu terjadi dan berlangsung. TUHAN tidak bekerja seperti apa yang dipikirkan atau diminta oleh manusia, tetapi TUHAN memiliki cara tersendiri dalam menyatakan karya keselamatan dan pembebasan bagi orang yang setia kepada-Nya.

Refleksi Teologi
Bagaimana respon kita menyikapi bahwa TUHAN yang telah dan selalu bekerja melakukan rancangan keselamatan bagi kita. Tidak bisa kita pungkiri, semakin meningkatnya zaman, manusia sudah diarahkan kepada sikap konsumerisme yang ekstrim bahkan diarahkan kepada serba instan. Sudah banyak manusia tidak lagi percaya bahwa TUHAN yang telah dan sedang bekerja dalam rancangan keselamatan. Manusia sudah terjatuh kepada nasib, merubah nasib secara instan melalui media sosial, ingin tahu akan masa depan, dan keingintahuan yang lainnya.
Selain itu, seperti yang dialami oleh Habakuk pada masanya, hal yang sama juga telah terjadi. Perbudakan oleh IPTEK yang tidak tepat guna, pemerasan, ketidakadilan, perusakan rumah ibadah, keributan di berbagai tempat ibadah khususnya di Gereja. Bahkan banyak orang mengatakan: apakah di gereja tidak ada lagi Roh kudus bekerja? Sehingga terjadi perkelahian, keributan, meluapkan emosi, menunjukkan kehebatan, kelaliman di gereja? Ada yang berseru: “oh TUHAN dimana Engkau”, oh TUHAN, tolong kami, dan seruan lainnya. Justru melihat situasi yang demikian banyak yang telah pesimis, apatis terhadap agama dan sosial. Orang – orang yang memiliki kuasa sesuka hati terhadap orang yang lemah. Si kaya makin kaya, si miskin makin miskin karena korupsi yang merajalela. Ahli dalam hal sandiwar untuk menarik perhatian banyak orang, padahal tujuannya agar tenar bahkan mengkorban orang lain.
Beberapa orang mengatakan: inilah akhir zaman (bdk. 2 timoteus 3: 1 – 9), ada yang mengatakan: TUHAN sedang tidur. Friedrich Nietzsche mengatakan: Tuhan sudah mati ("Gott ist tot"), manusia yang menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini lupus/ Homo homini lupus est), dan lain sebagainya. Bisakah kita seperti Habakuk dengan namanya yang berarti “merangkul/ memaluk” dimana dengan nama tersebut dilukiskan bagaimana Allah memeluk atau merangkul kita di dalam kesesakan atau berbagai kejahatan lainnya. Pelukan yang memberikan kehangatan, ketenangan, perlindungan dari ancaman yang dapat melukai kita. TUHAN yang tidak pernah mengecewakan, TUHAN yang selalu memanggil manusia untuk menikmati hidup bersama dengaNya, TUHAN yang pertolongannya telah dan selalu ada, itulah TUHAN yang dinyatakan oleh Habakuk, dan itulah TUHAN yang akan kita nyatakan kepada jemaat kita. Walaupun dunia dengan keganasannya, dengan kejahatannya, dengan tipu dayanya selalu ada, tetapi mari kita ingat bahwa pertolongan kita dari TUHAN. Dialah Kekuatan dan perisai. Ketika kita mengakui bahwa TUHAN adalah kekuatan dan perisai kita, maka kita diarahkan untuk berani menghadapi realita yang mungkin sangat menyakitkan, tetapi tetaplah setia dalam kebaikan dan keadilan dan kesalehan. Karena apa yang dianggap dunia sia – sia dan tidak berarti, justru itu yang berharga di hadapan TUHAN. Apa yang dianggap manusia telah binasa, justru itulah yang menjadi memperoleh kekealan karena TUHAN, Allah kita adalah kekal. TUHAN membekati.



[1] Lihat: http://www.sarapanpagi.org/kasdim-orang-kasdim-vt3901.html, dikunjungi 25 Juli 2019; Bdk. Jhon Bright, A. History of Israel bdk. Martin Noth: The history of Israel.