BAHAN KHOTBAH
4
NOPEMBER 2012
MARKUS 12: 28 – 33
KASIH MERUPAKAN
KEGENAPAN
HUKUM TAURAT
Cal.Pdt. Daniel Bonardo Pane
Pendahuluan
Injil
Markus menberikan gambaran yang hidup atas Yesus dengan pengajaran,
penyembuhan, dan pelayanan-Nya terhadap kebutuhan orang-orang. Yesus merupakan
contoh yang sempurna dan korban yang sempurna bagi manusia disepanjang masa.
Pelayanan-Nya kepada umum termasuk ketika Ia memperlihatkan kekuasaan ilahi-Nya
atas penyakit, alam, setan-setan dan bahkan maut. Mujizat mujizat ini juga
menunjukkan belas kasihan Yesus terhadap dunia yang sedang terluka. Namun,
perlawanan dan kebencian terhadap Yesus bertumbuh dari pihak Imam Besar,
orang-orang Farisi, dan Saduki. Pada akhirnya, Yesus bersedia membiarkan
terjadinya penangkapan dan penyaliban atas diri-Nya. Akan tetapi
kebangkitan-Nya memeteraikan kemenangan puncak bagi semua yang percaya
kepada-Nya untuk menyelamatkan mereka.
Penjelasan
Ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus dalam
bacaan Injil kali ini tidak tergolong mayoritas para pemuka agama Yahudi yang
ingin mempermalukan, mencelakakan, malah menghabiskan Yesus. Ia melontarkan
pertanyaan yang sama (baca Luk 10:25 dsj.), namun terkesan tulus: “Perintah manakah yang paling utama?”
(12:28). Kebanyakan ahli Taurat memandang Yesus sebagai sebagai seorang rabbi
yang merupakan saingan, … sebagai ancaman! Lain halnya dengan ahli Taurat yang
satu ini: dia memandang Yesus sebagai suatu kesempatan untuk belajar. Oleh
karena itu secara sopan dia mengajukan sebuah pertanyaan sederhana yang
mencerminkan suatu keprihatinan yang tertanam dalam-dalam di setiap hati anak
manusia.
Nats Khotbah ini diambil dari Injil Markus
12:28-33 di mana Yesus dicobai lagi oleh orang-orang Saduki. Kali ini mereka
bertanya tentang “Hukum yang paling utama”. Harus diakui ada begitu banyak
produk hukum dengan maksud untuk memberikan suatu rasa keadilan. Namun dapat
kita saksikan ini, bahwa banyak produk hukum hanya untuk menjerat orang lain,
yang kebetulan orang lain ini banyak yang”buta” hukum. Kalau semua produk hukum
ini dimaksudkan untuk suatu keadilan yang sejati, pasti kita akan kembali
kepada hukum yang paling utama yakni “hukum kasih”. Kita menyadari pula “hukum
kasih” sering diselewengkan dengan “kasihan deh lho”. Namun demikian, hukum
kasih sebagaimana Yesus sampaikan di setiap kesempatan merupakan hukum yang
paling utama dan pertama. Kita akul yakin bahwa dari produk-produk yang
dihasilkan dengan maksud yang baik untuk memberikan rasa keadilan yang
sebenar-benarnya. Mengapa kasih…? Allah mau menjadi manusia dasarnya adalah
kasih. Allah mau menebus dosa-dosa manusia, dasarnya adalah kasih. Hubungan
antara pasangan yang berbeda jenis, dasarnya juga kasih. Kita mau bekerja keras
untuk keluarga, dasarnya juga kasih. Agar tidak terjadi konflik, dasarnya juga
kasih. Toleransi di bidang agama, dasarnya juga kasih. Jadi kalau kita
renungkan dengan sungguh-sungguh, apa yang disampaikan oleh Yesus tentang
“hukum kasih yang merupakan hukum yang utama dan pertama” benarnya adanya.
Iblis pada dasarnya juga tidak senang kalau
ada kedamaian di hati orang. Iblis selalu mau menciptakan kekacauan. Jadi boleh
jadi kekacauan yang ada di mana-mana, maka kita bisa mengkambinghitamkan iblis.
Orang sudah tidak memiliki kasih lagi. Banyak juga yang ikut berbicara tentang
kasih, namun hatinya jahat. Dan kita tahu segala kejahatan di bumi bermula dari
iblis yang menyebabkan manusia pertama jatuh dalam dosa. Ada begitu banyak
agama di dunia, intinya adalah kasih, Allah mau menyelamatkan manusia. Karena
Allah telah mengasihi manusia, maka manusia harus mengasihi satu sama lain.
Karena kasih itu berasal dari Allah dan Allah itu adalah kasih. Sudah sampai
sejauh manakah, kita mengamalkan kasih itu baik itu untuk mengasihi Allah dan
juga mengasihi sesama. Anda yang dapat menjawabnya sendiri. 1. Perintah ganda
untuk mengasihi adalah merupakan hukum kodrat Kalau kita meneliti sepuluh
perintah Allah (Kel 20:1-17), maka kita dapat melihat bahwa hukum-hukum di
dalam 10 perintah Allah adalah merupakan penjabaran dari hukum kodrat yang
sempurna. Hukum kodrat ini adalah hukum atau peraturan yang terpatri di dalam
setiap hati manusia.
Dari sini, kita dapat melihat bahwa mengasihi
Tuhan dan mengasihi sesama sesungguhnya tidak terpisahkan. Injil Yohanes
menegaskan hal ini secara gamblang “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi
Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa
tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang
tidak dilihatnya.” (1Yoh 4:20) 3. Tuhan memampukan kita untuk mengasihi Allah
dengan segenap hati, jiwa dan akal budi Perintah untuk mengasihi Tuhan dengan
segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi adalah mengasihi Tuhan dengan
keseluruhan diri kita, menempatkan Tuhan lebih utama dalam segala sesuatu, di
mana saja, setiap saat dan dalam segala kondisi. Dan kalau bukti kasih kita
kepada Tuhan dan tanda kita berdiam di dalam Allah adalah dengan menuruti
segala perintah Tuhan (lih. 1John 2:3; 1Yoh 3:24), maka kita akan melihat bahwa
sesungguhnya perintah ini sangat berat bagi manusia. Namun, Tuhan tidak akan
memberikan perintah yang mustahil, karena Dia menegaskan bahwa kuk yang
dipasang-Nya adalah enak dan ringan. (lih. Mat 11:29) Kunci dari kemampuan kita
untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi serta mengasihi
sesama adalah karena Allah telah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Kita
yang telah dibaptis telah menerima rahmat Allah yang begitu besar, seperti:
menjadi anak-anak Allah di dalam Kristus, disatukan dalam Tubuh Kristus,
dibebaskan dari dosa asal, menerima rahmat pengudusan
Aplikasi
Tuhan Yesuslah Guru dan Teladan ilahi segala
kesempurnaan. Dengan kesucian hidup, yang dikerjakan dan dipenuhi-Nya sendiri,
Ia mewartakan kepada semua dan masing-masing murid-Nya, bagaimanapun juga corak
hidup mereka: “Kamu harus sempurna, seperti Bapamu yang di sorga sempurna
adanya” (Mat 5:48). Sebab kepada semua diutus-Nya Roh Kudus, untuk menggerakkan
mereka dari dalam, supaya mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan segenap
jiwa, dengan segenap akal budi dan dengan segenap tenaga mereka (lih. Mrk
12:30), dan saling mencintai seperti Kristus telah mencintai mereka (lih. Yoh
13:34; 15:12). Para pengikut Kristus dipanggil oleh Allah bukan berdasarkan
perbuatan mereka, melainkan berdasarkan rencana dan rahmat-Nya. Mereka
dibenarkan dalam tuhan Yesus, dan dalam baptis iman sungguh-sungguh dijadikan
anak-anak Allah dan ikut serta dalam kodrat ilahi, maka sungguh menjadi suci.
Maka dengan bantuan Allah mereka wajib mempertahankan dan mengembangkan dalam
hidup mereka kesucian yang telah mereka terima. Oleh rasul mereka dinasehati,
supaya hidup “sebagaimana layak bagi orang-orang kudus” (Ef 5:3); supaya
“sebagai kaum pilihan Allah, sebagai orang-orang Kudus yang tercinta,
mengenakan sikap belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemah-lembutan
dan kesabaran” (Kol 3:12); dan supaya menghasilkan buah-buah Roh yang membawa
kepada kesucian (lih. Gal 5:22; Rom 6:22). Akan tetapi karena dalam banyak hal
kita semua bersalah (lih. Yak 3:2), kita terus-menerus membutuhkan belaskasihan
Allah dan wajib berdoa setiap hari: “Dan ampunilah kesalahan kami” (Mat 6:12).
Jadi bagi semua jelaslah, bahwa semua orang
Kristiani, bagaimanapun status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk
mencapai kepenuhan hidup Kristiani dan kesempurnaan cinta kasih. Dengan
kesucian sedemikian ini sebuah kehidupan yang lebih manusiawi dapat dimajukan
di dalam kehidupan masyarakat di dunia ini. Untuk memperoleh kesempurnaan itu
hendaklah kaum beriman mengerahkan tenaga yang mereka terima menurut ukuran
yang dikurniakan oleh Kristus, supaya dengan mengikuti jejak-Nya dan merupai
citra-Nya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dalam segalanya, mereka dengan
segenap jiwa membaktikan diri kepada kemuliaan Allah dan pengabdian terhadap
sesama. Begitulah kesucian Umat Allah akan bertumbuh dan menghasilkan buah
berlimpah, seperti dalam sejarah Gereja telah terbukti dengan cemerlang melalui
hidup sekian banyak orang kudus.”
maka sudah seharusnya kita berjuang untuk
melaksanakan perintah Kristus yang utama, yaitu untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi serta
mengasihi sesama seperti diri sendiri. Ini
adalah kekudusan yang kepadanya kita semua dipanggil, seturut dengan kehendak
Allah (lih. 1Tes 4:3). Hanya dengan mengasihi, manusia dapat memperoleh arti
hidup, yaitu kebahagiaan di dunia ini dan pada saatnya nanti, akan kebahagiaan
abadi di Sorga. Mari, mulailah dan bertumbuhlah
dalam kasih, sebab kita semua diciptakan untuk mengasihi.
Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar