BAHAN JAMITA EPISTEL
MINGGU LETARE
MINGGU, 22 Maret 2020
EP. 1 Petrus 4: 12-19
BERSUKACITALAH DI
TENGAH PERGUMULAN
Oleh: Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.
Patujolo
Siapakah manusia yang memohonkan agar hidupnya penuh
dengan pergumulan atau penderitaan. Pastinya tidak ada, namun tidak tertutup kemungkinan
jika ada manusia yang memohonkan pergumulan atau penderitaan datang kepadanya,
terlebih memohonkan penderitaan itu datang kepada musuhnya. Tanpa dimohonkan
pun, penderitaan atau pergumulan itu terjadi walaupun berbagai latarabelakang
sebab akibat penderitaan tersebut. Nas khotbah epistel ini merupakan suatu ajaran
atau nasehat agar setiap orang Kristen harus mengahadapi pergumulan itu dengan
penuh sukacita. Walaupun sering sekali pergumulan itu membuat tubuh kita lemah,
atau semangat hampir punah dan harapan pun terasa sirna. Berbagai cara dapat dilakukan
manusia bagaimana agar manusia itu tidak menderita atau lepas dari
pergumulannya termasuk harus meninggalkan imannya kepada Yesus Kristus. Berbagai
ajaran kenikmatan dunia dan solusi-solusi pintas ditawarkan termasuk harus
pindah kepercayaan. Kini bagaimana orang Kristen saat ini mengartikan
penderitaan atau pergumulan yang ia alami? Dimanakah TUHAN ketika kita
mengalami derita, apakah TUHAN tidak mampu melepaskan kita dari segala
pergumulan yang kita alami? Demikianlah pertanyaan pergumulan iman dari
beberapa orang yang mengalami penderitaan termasuk mengalami sakit yang tidak
kunjung sembuh. Sehubungan dengan itu, kita akan memasuk penjelasan nas agar
kita mampu menjawab pertanyaan pergumulan iman tersebut.
Penjelasan
Nas
Menurutnya kesaksian suratnya
sendiri, rasul Petruslah pengarang 1 Petrus. Dia menyebutkan dirinya sebagai
teman penatua dan saksi penderitaan Kristus dan ini belum berarti bahwa ia
betul-betul adlaah penyaksi mata penderitaan Yesus. Namun kebayakan ahli-ahli
menyadari adanya keberatan-keberatan terhadap Petrus selaku pengirim surat ini.
Jadi siapakah pengirimnya? Dalam situasi ini bayak penafsir menunjuk kepada
pasal 5:12 dan mengusulkan Silwanus sebagai pengarangnya. Surat
ini merupakan bagian yang sangat pastoral, karena tujuannya untuk menyemangati
orang-orang Kristen yang menghadapi masalah yang real dan krisis yang meyerang
hidup mereka sehari-hari. Surat ini bersifat pastoral dalam hal pemilihan bahan
nasihat, tidak lain dimaksudkan untuk tujuan kerygma iman.[1]
Surat ini ditujukan kepada
orang Kristen di Pontus, Galatia, Cappadocia, Asia dan Bithinia (1:1). Surat
ini dituliskan oleh Silvianus (Silas) yang bersamanya dan Markus (5:1). Surat
ini dituliskan ketika orang Kristen Yahudi berada di bawah penganiayaan dan
pencobaan (1Ptr.1:6;4:12-16). Surat ini banyak menerangkan penderitaan,
mengenai Yesus sebagai hamba yang menderita, dan pengorbanan akan dosa
(1:11,19; 2:21-24;4:1). Pada akhirnya
surat Petrus menuntut kerendahan hati mereka dan bersabar di bawah tekanan dan
penderitaan. [2] Xavier Lēon-Dufour
menuliskan surat Petrus merupakan jenis sastra ‘surat wasiat (berisikan pidato
perpisahan seorang menjelang kematiannya). Biarpun penulisnya memperkenalkan
dirinya sebagai Petrus (1:1), ahli berpendapat bahwa surat ini nampaknya
ditujukan kepada jemaah-jemaah yang terancam dalam bahaya bidaah dalam ajaran
dan cara hidup.[3] Orang
Kristen disiksa karena menentang cara hidup yang buruk dan boros, sambil
menjauhkan diri dari penyembahan berhala. Mereka tidak turut menonton sandiwara
yang pokok-pokoknya sering berkenaan dengan kecerobohan dan dengan hikayat
berhala. Orang Kristen tidak bisa mempunyai jabatan lagi sebagai pegawai, atau
prajurit, sebab jabatan-jabatan itu selalu menuntut supaya mereka ikut serta
dalam ibadat kafir dan penyembahan kaisar. Oleh karena itu banyak orang di luar
Kristen curiga terhadap kumpulan Kristen. Perjamuan Kudus dicurigai sebagai
suatu upacara, di mana terjadi pengorbanan yang berdarah. Orang Kristen dituduh
melakukan kejahatan-kejahatan. Pada waktu pemerintahan Nero, timbul tuduhan
bahwa orang Kristen yang membakar kota Roma. Penulisan kitab ini belum dapat
dipastikan.
Ayat 12
Pada ayat tersebut terdapat
suatu nasihat agar tidak terkejut dengan apa yang terjadi atas diri orang
Kristen pada masa itu. Orang Kristen mendapatkan suatu posisi yang baru sebagai
umat Allah yang harus menderita. Mungkin pernyataan ini aneh. Keanehan itu
tentu mendatangkan keheranan. Bila kita memperhadapkan tokoh dalam PL, orang
Kristen yang mengalami penderitaan
karena kesetiaan kepada TUHAN Allah dalam Yesus Kristus sama seperti orang
Yahudi, Daniel yang menderita karena ketaatannya kepada Allah. Yesus sendiri
telah memberikan gambaran sebagai pengikutNya, siap untuk menderita
(Mat.5:10-12; Mrk. 8:34; Yoh.15:18-20).
Nyala api merupakan suatu cara
yang dipakai oleh Nero untuk menghancurkan perkumpulan Kristen. Umat Kristen tidak mau taat kepadanya dan
meninggalkan agamanya serta menyangkal Tuhannya, ia akan dibakar hidup-hidup.
Namun nyala api memiliki tujuan yang lain, yakni memurnikan iman umat Kristen
sama seperti emas yang dimurnikan dalam api. Iman dimurnikan dari penderitaan
dunia ini, dan kita mendapatkan puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada
hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1Ptr.1:7 bdk Why. 3:18; Maz. 60:10).[4]
Ayat 13-14
Kata ini terdapat kata berbahagialah dan bersukacitalah. Penulis melihat apa makna penderitaan yang lebih
dalam lagi. Pada ayat 13, umat Kristen diajak untuk berbahagia karena turut
serta menanggung penderitaan yang ditanggung oleh Yesus Kristus. Umat Kristen
hendaknya bersyukur karena ia telah menerima anugrah dari Allah. Mengapa
penderitaan itu dikatakan sebagai angurah? Karena umat Kristen turut mengambil
bagian dalam penderitaan Kristus (1Ptr. 2:20). Bersukacita dalam penderitaan
sampai umat Kristen beroleh kebahagiaan dan kesukacitaan ketiaka Ia datang
dalam kemuliaaNya. Hal ini mengarah kepada saat-saat eskatologi. Pada masa-masa
eskatologi itulah berakhir segala penderitaan yang diderita oleh orang Kristen dari
orang-orang yang membenci TUHAN Allah yang disembah oleh orang Kristen. Pada
ayat 14, umat Kristen diajak untuk berbahagia jika dinista karena nama Kristus,
Roh Kemuliaan, yaitu Roh Allah padamu. Pernyataan ini sama dengan apa yang
diucapkan oleh Yesus ketika ia khotbah di bukit (Mat. 5:11). Celaan demi
namaNya telah dinubuatkan oleh Yesus. Ayat 14 bukanlah sebuah ungkapan yang
mengatakan umat Kristen merupakan pelaku kriminal, namun umat Kristen menderita
demi nama Kristus, Roh Kemuliaan.
Ayat 15-17
Ayat 15, merupakan sebuah
nasihat agar jangan menderita karena perbuatan jahat yang dilakukan.
Penderitaan Kristen ialah penderita oleh karena kebenaran yang selalu dibenci
oleh dunia. Ayat ini memberitahu bahwa penderitaan Kristen berbeda dengan
penderitaan orang penjahat, orang Kristen tidak sama dengan para penjahat,
pembunuh, pengacau, pencuri. Ayat ini juga menjawab tuduhan banyak orang pada
zaman penulisan kita ini.
Janganlah akibat penderitaan itu, umat Kristen
langsung menyangkal apa yang ia imani selama ini (ay. 16). Janganlah malu
menjadi pengikut Kristus. Yesus berkata ‘Sebab barangsiapa malu karena Aku dan
karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini,
Anak Manusia pun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam
kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.’ (Mrk. 8:38; Luk. 9:26).
Walaupun situasi pada masa itu orang Kristen mengalami penyiksaan, pengejaran
demi nama Kristus, orang Kristen tidak perlu malu atu meninggalkan imannya agar
ia bebas dari penderitaan atau pengejaran itu, sehingga dalam kemulianNya, ia
diakui olehNya di hadapan Bapa.
Penderitaan itu tidak berakhir dengan kesia-siaan
bila setia kepada yang diimaninya. Ayat 17, dikatakan akan tiba suatu
penghakiman. Ayat ini merupakan suatu ungkapan eskatologis. Penghakiman itu berasal
dari Allah. Allah dalam ayat ini pertama sekali menghakimi Rumah Ibadah
(Gereja). Gereja akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah di penghakiman
tersebut. Ulrich Beyer berpendapat bahwa penderitaan itu merupakan babak
pertama dari hukuman Allah yang harus terlaksana. Hukuman itu berat, tetapi
boleh disebut ringan juga, jika dibandingkan dengan penghakiman atas orang
fasik.
Ayat 18-19
Ayat 18, penulis kitab ini mengambil Amsal 11:31,
sebagai kelanjutan pemberitaannya. Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang fasik
akan lebih berat atau sangat berat hukumannya dibandingkan orang yang taat
kepada Allah. Ayat ini adanya perbedaan hukuman yang akan diterima di
penghakiman tersebut kepada orang yang taat kepadaNya, yang tidak menyangkalNya
dibandingkan dengan orang yang fasik.
Ayat 19,
merupakan sebuah kelanjutan dari ayat 18 sekaligus sebagai penutup dalam
perikop ini. Dalam ayat ini adanya pengajaran berupa permohonan agar dalam
penderitaan, kita menyerahkan jiwa, dengan selalu berbuat baik kepada pencipta yang
setia. Dengan kata lain, ayat ini mengatakan orang Kristen dalam menghadapi
penderitaan selalu berharap. Harapan yang dimaksud tidak secara pasif, namun
berharap dengan aktif dengan selalu setia kepada yang ia imani, TUHAN Allah
dalam Yesus Krsitus. Allah Pencipta dan Yang Maha Kuasa walaupun dalam
menjalani hidupnya , orang Kristen mengalami penderitaan yang sangat berat
ataupun nyawa taruhannya.
Refleksi
Teologis
Sekarang, pergumulan atau penderitaan yang dialami oleh orang – orang Kristen
dan orang percaya bukan hanya seperti yang terjadi pada masa kitab Petrus ini
dituliskan. Tetapi derita atau pergumulan orang Kristen mencakup multi dimensi kehidupan:
baik dalam segi ekonomi, banyaknya para pencaci atau pengejek dari apa yang
kita imani yaitu Yesus Kristus, atau bahkan tantangan iman yang diperhadapkan
dengan kenikmatan dunia. Pergumulan tersebut haruslah dipahami sebagai anugerah
Allah yang mempersilahkan kita menjadi pekabar injil melalui kesetiaan kita
kepada TUHAN dalam pergumulan iman.
Ciri penting dalam surat ini
ialah pola yang disodorkan ke hadapan pembaca, yaitu contoh penderitaan Kristus
(2:21). Mengingat penghambatan yang akan datang, orang-orang yang percaya
sering menghimbau agar bertahan. Orang-orang Kristen tidak dijanjikan luput dari
penghambatan bila menjadi pengikut Kristus, namun ada disediakan pertolongan untuk
memampukan mereka dalam bertekun. Pertolongan itu meliputi keteladanan Kristus,
keteladanan dan kesaksian orang-orang lain, janji Allah akan pemulihan, jaminan
tentang perlindungan Allah (4:19), dan pemberitan anugerah Allah. Penderitaan orang
Kristen tidak berakhir dengan kesia-siaan, karena penderitaan itu akan berakhir
ketika Allah menggenapkan KerajaanNya di bumi ini dalam kemuliaan AnakNya,
Yesus Kristus. Karena kesetiaan maka Allah menyelamatkan umatNya. Kesetiaan itu
tampak dengan kegiatan atau tingkah laku dalam kehidupan umat pilihan. Bagi
umat yang dipilih olehNya, kesetiaan itu tampak dengan tidak menyangkal Dia
yang telah memilihnya menjadi umatNya, tidak malu mengakuiNya walaupun ancaman
yang dapat menghilangkan nyawanya mengancamnya.
Penulis Mazmur (Nas
Khotbah Minggu) dan Petrus sama-sama
memberikan semangat berupa nasihat agar umat Allah (orang Yahudi yang setia
(PL), orang Kristen (PB)) tidak meninggalkan apa yang ia yakini selama hidupnya
ketika suatu penderitaan tiba di kehidupannya. Penderitaan itu tidak berakhir
dengan kesia-siaan, namun penderitaan itu berakhir dengan penghakiman, yakni
penghakiman terakhir dari Allah di hari eskaton kelak. Allah akan menghakimi
umat yang setia dan umat yang fasik yang membenciNya. Namun hukuman yang
diperoleh oleh umat yang setia tidak sama dengan hukuman yang diterima oleh
orang fasik. Di hari penghakiman tersebut, orang yang setia dan orang fasik sama-sama
dihakimi menurut perbuatannya. Siapa yang setia dan yang tidak menyangkal
imanya ketika penderitaan yang dialami sebelum penghakiman akan diakui olehNya
menjadi milikNya. Sedangkan orang yang menyangkal imannya, Anak Manusia pun
akan menyangkal dan malu mengakuinya di hadapan Bapa. Oleh karena itu, eskaton yang sama
pengertiannya dengan hari TUHAN, merupakan masa yang ditakuti oleh orang fasik,
namun bagi orang yang setia kepada TUHAN masa itu adalah masa yang dinantikan.
Mengapa? Karena masa itu, umat yang setia yang menderita akan lepas dari
penderitaannya, dan ia akan diakui oleh Anak Manusia di hadapan Bapa. Orang
yang taat dalam penderitaan akan menuju suatu kebahagiaan yang kekal yang telah
disediakan olehNya. Orang yang setia dalam penderitaan akan menantikan saatnya
Allah menyempurnakan KerajaanNya.
[1] Diane Bergant, Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta :
Kanisius, 2002), 446
[2] Ben Witherington III, New
Testament History: A Narative Account, (Grand Rapids , Michigan :
Baker Academic & United Kingdom: Paternoster Press, 2001), 350-351
[3] Xavier Lēon, Dufour, Ensiklopedi
Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 443
[4] Ernest Best, The New Century
Bible Commentary: 1 Peter, (Grand Rapids , Michigan : WM. B. Eerdmans Publ. Co. & London : Marshall , Morgan
& Scott Publ. Ltd, 1987
Tidak ada komentar:
Posting Komentar