DIMENSI ESKATOLOGIS PERJAMUAN KUDUS
I.
Pendahuluan
Setiap gereja tentunya pernah
melakukan Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus merupakan salah satu sakramen[1]
dari dua sakramen yang diperkenalkan oleh Martin Luther ketika reformasinya.
Gereja Katolik mengenal 7 sakramen, diantaranya ialah Perjamuan Kudus
(Ekaristi). Sebagian orang beranggapan bahwa Perjamuan Kudus itu hanya
bertujuan untuk pengampunan dosa, peneguh iman, dan sebagai peringatan akan
Dia. Bila kita memperhatikan ketetapan Perjamuan Kudus itu yang dilakukan oleh
Yesus Kristus kita akan melihat bahwa dalam acara itu, ada dimensi eskatologis
yang terkandung di dalamnya.
Selama manusia ada di dunia
ini, ia tidak akan dapat lepas dari penderitaan, baik itu karena ketidakadilan,
kekerasan, diskriminasi, perang, kemiskinan dsb. Dalam penderitaan itu, setiap
manusia berusaha untuk keluar dari penderitaannya. Berbagai cara dilakukan
termasuk meninggalkan apa yang ia yakini agar ia dapat keluar dari penderitaan
itu, ada juga yang mengharapkan agar segera datangnya hari TUHAN untuk
melepaskan kita dari penderitaan yang dihadapi. Dalam doa Bapa Kami, ada
dikatakan ’Datanglah KerajaanMu’. Doa itu dapat berarti, sempurnakanlah
KerajaanMu ya TUHAN Allah di dunia ini, atau yang disebut dengan Maranatha.
Dalam ketetapan Perjamuan
Kudus yang dituliskan oleh Paulus dalam 1 Kor. 11:26 ’Sebab setiap kali kamu
makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai
Ia datang,’ atau sampai kerajaan Allah itu disempurnakan di akhir zaman
kelak. Sehingga segala penderitaan yang diakitbatkan oleh berbagai hal
dilepaskan dan manusia akan menerima mahkota kehidupan di hari penghakiman
terakhir kelak jika ia tetap teguh kepada yang ia imani. Dari penjelasan di
atas, maka dalam Perjamuan Kudus terdapat dimensi eskatologi di
dalamnya. Dimensi eskatologi yang bagaimanakah yang terdapat dalam Perjamuan
Kudus? Siapakah yang turut menerima dimensi itu ketika menerima sakramen ini?
Untuk itulah, penulis ingin membahasnya dengan sistematika sebagai berikut:
I.
Pendahuluan
II.
Etimologi
dan Pengertian Perjamuan Kudus dan Eskatologis
III.
Penjelasan
a. Dasar Alkitabiah
b. Perjamuan Kudus dalam Perjanjian Lama
c. Perjamuan Kudus pada masa gereja mula-mula
d. Perjamuan Kudus menurut aliran gereja dan
para tokoh
IV.
Dimensi
Eskatologis Dalam Perjamuan Kudus
V.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
II.
ETIMOLOGI DAN PENGERTIAN PERJAMUAN KUDUS DAN ESKATOLOGIS
Kata Perjamuan Kudus berasal
dari dua kata, ’perjamuan’ dan ’kudus’. Perjamuan berakar kata
dari ’jamu’ yang berarti ’orang yang datang berkunjung’, ’tamu’. Dari
kata ini muncullah ’perjamuan’ yang berarti ’pertemuan makan dan minum’[2].
Kata kudus berarti ’suci’ berarti
’murni’ atau ’suci’.[3]
Kudus juga berarti segala sesuatu yang terpisahkan (dikhususkan) dari kebiasaan
atau hal-hal yang duniawi.[4]
Liem Khiem Yang menuliskan
dalam artikelnya ’Perjamuan Kudus’, bahwa Perjamuan Kudus merupakan sakramen Kristen
yang merupakan inti Ibadah dalam gereja Kristen mula-mula. Perjamuan Kudus
disebut juga dengan kata Yunani ekaristi yang artinya syukur atau dengan
kata Latin ’komuni’, yang artinya persekutuan. Menurut pengertian
Kristen di dalam Perjamuan Kudus terjadi persekutuan (komuni) antara Tuhan dan
umatNya.[5]
Dalam Kamus Latin-Indonesia
dituliskan kata commūnio (commoenio) berarti menguatkan,
memperkuat persekutuan, persatuan, kehidupan bersama.[6]
Dalam bahasa Latin, Perjamuan Kudus disebut juga dengan coena sacra juga
ditujukan kepada coena Domini dan coena dominica. Sacra coena
berarti upacara yang kudus yang ditetapkan oleh Kristus yang menyucikan roti
dan anggur sebagai penengah tubuh dan darahNya dalam peringatan kematianNya dan
mensahkan pengampunan dosa dan memberitahukan anugrah oleh iman kepada
kehidupan yang kekal,[7]
juga disebut dengan communicare Christo yang berarti bersekutu dengan
Kristus sebuah ungkapan yang sama dalam menjelaskan libare sanguinem Christi[8] dan manducare
corpus yang berarti memakan tubuh Kristus.[9]
Perjamuan Kudus disebut juga
dengan kata ekaristi (Yun.’eucaristew’) yang berarti mengucap syukur.[10]
Dalam tradisi Yahudi-Hellenis, model eukharisteo (eucaristew) pada umumnya merupakan sebuah ucapan
syukur pada Yoh. 11: 41; Kis. 28:15. Khususnya
memberikan ucapan syukur atas makanan (Mark. 8:6; Mat. 15:36). Mereka
mencoba untuk menjelaskan kata ini pada kisah Perjamuan Kudus (bdk. Mark. 14:
22; Mat. 26:26).[11]
Dari penjelasan tersebut,
menurut penulis bahwa Perjamuan Kudus itu merupakan suatu perjamuan yang di
dalamnya terdapat persekutuan orang-orang yang percaya kepadaNya. Perjamuan ini
bukanlah suatu perjamuan makan biasa, namun perjamuan ini adalah kudus artinya
berbeda atau perjamuan yang khusus dibandingkan dengan perjamuan makan biasa.
Mengapa berbeda? Karena perjamuan ini dilakukan oleh Anak domba Allah, Yesus
(Yoh.1: 29). Perjamuan itu diisi dengan ucapan syukur dan memakan roti sebagai
tubuh Kristus, dan meminum Anggur sebagai darahNya.
Dalam bahasa Indonesia banyak
istilah yang diberikan untuk mengatakan Perjamuan Kudus. Beberapa istilah yang
dibuat misalnya ekaristi, Perjamuan Malam Tuhan, Pemecahan roti, liturgi ilahi,
misa, Korban Kudus, dan peringatan akan Tuhan. Selain
itu juga ada yang menyebut dengan misa orang percaya, dan persembahan korban. Sejak akhir abad pertama, istilah ekaristi
telah digunakan.[12]
Eskatologi berasal dari kata eskhaton
(Yun. escaton (n); escatoV (m) yang berarti ’terakhir, paling rendah, yang paling akhir dari
semuanya’.[13] Kittel menuliskan dalam
artikelnya ’escatoV’, istilah ini pada umumnya berarti sesuatu yang
terakhir baik berupa materi (Mat.5:26; Luk.12:59), ruang (Kis.1:8; 13:47), dan
waktu (Mat.12:45; 20:8f). Secara tidak langsung istilah ini menjadi istilah
teologi yang penting secara tidak langsung. Pada waktu bersamaan istilah ini
berarti penutup dari cerita sehingga dari waktu tersebut istilah eskaton dapat
menjadi tidak sama dengan peristiwa-peristiwa. Eskatologi dibawa dari
pengertian akhir zaman. Keseberagaman ungkapan yang dihasilkan menjadi
dijelaskan sebagian oleh penerjemah LXX הַיָמִים
בְאַחֲרִית (hari terakhir) dan sebagian pengaruh oleh kenabian
’hari TUHAN’. Akhir dimulai dengan kedatangan Yesus (Ibr.1:2; 1Ptr. 1:20)
tetapi penulis Kristen mula-mula juga melihat kehadiran mereka sendiri sebagai
akhir zaman, diperhadapkan pada pencurahan Roh Kudus (Kis. 2:17) dan di lain
pihak masa iblis, para pengejek, datangnya anti Kristus, dll.(2Ptr. 3:3;
Yud.18). Di waktu yang sama kedatangan akhir zaman membawa akhir segala murka
(Why. 15:1), menyelesaikan apa yang dibenci (1Kor. 15:26), memberitahukan bunyi
terompet terakhir (1Kor.15:52), bangkit dari mati, penghakiman dan keselamatan
(Yoh.6:39f; 44,54;11:24;1Ptr.1:5).[14]
Richard Bauckham menuliskan eskaton adalah penciptaan
kembali oleh Allah atas dunia ini,[15]sama
seperti kebangkitan Yesus yang adalah pembangkitan oleh Allah atas Yesus dari
kematian. Teologi pengharapan dari Moltman bergantung pada pengharapan ini,
tidak pada dunia lain, tetapi pada transformasi ilahi atas dunia ini. Suatu
pengharapan yang dimunculkan oleh janji Allah dalam peristiwa Kristus, dan
sudah mempengaruhi dunia ini. Pengharapan ini terjadi pada mulanya dalam
kontradiksi, dengan menempatkan masa depan yang dijanjikan dari kenyataan itu
dalam pertentangan dengan kenyataan masa kini.[16]
Ia juga menuliskan pendapat Moltman
mengenai eskatologi ’eskatologi berbicara tentang Yesus Kristus dan masa
depanNya. Eskatologi Kristen mencari kecenderungan-kecenderungan rahasia
peristiwa penyaliban dan pembangkitan Kristus (Theology of Hope, 203),
yaitu maksud ilahi untuk masa depan yang tersembunyi dalam salib dan dinyatakan
dalam kebangkitan. Sama sekali tidak berarti bahwa peristiwa Kristus menyatakan
semacam rencana tentang sejarah masa depan, melainkan dalam kontradiksi yang
menyeluruh antara salib dan kebangkitan, dengan jelas janji-janji kebenaran
dipertentangkan dengan dosa, kebebasan dipertentangkan dengan keterbelengguan,
kemuliaan dipertentangkan dengan penderitaan, perdamaian dipertentangkan dengan
perselisihan, kehidupan dipertentangkan dengan kematian, peniadaan dipertentangkan
dengan ketiadaan, semuanya itu diarahkan oleh janji kehadiran Allah sebagai
lawan dari keadaan yang ditinggalkan oleh allah (Theology of Hope,
18,203,210-211)’.[17]
Eskatologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai
akhir zaman. Akhir zaman yang dimaksud ialah akhir dari segala sesuatu yang ada
di dunia ini. Penderitaan, ketidakadilan, perselisihan, ketiadaan, pengejek,
antikristus, kematian akan habis atau lenyap. Allah akan menyempurnakan
kerajaanNya di bumi ini. Pada masa itu, muncullah penghakiman terakhir,
kebangkitan orang mati, serta keselamatan. Setiap orang akan dihakimi menurut
perbuatan mereka di hari penghakiman kelak (Why.20:12). Orang menderita dan
kemudian mati oleh karena kesaksiannya akan Yesus Kristus maka ia akan
memerintah bersama dengan Kristus untuk masa seribu tahun (Why.20:4). Dalam
kedatangan Yesus kedua kali, semua orang mati menjadi hidup (Yoh.5:28-29).
Tubuh orang yang percaya akan dimuliakan (1Kor.15:51-54); Ia akan menghakimi
seluruh manusia (Mat.25:31-32;Why.20:12) dan membuat keputusan. Peristiwa
tersebut akan datang namun manusia tidak mengetahui (Mat. 24:36,42; Mrk.13:32).
Kita ini adalah makhluk zaman.
Kita bergerak ke masa depan melalui masa sekarang yang berdasarkan masa lalu
tertentu. Selanjutnya, pernyataan-pernyataan tentang akhir zaman mengungkapkan
apa yang kita antisipasi di masa depan berdasarkan pengalaman kita sekarang
akan janji keselamatan dalam Kristus.[18]
Dari penjelasan tersebut, Otto Hentz ingin mengatakan manusia yang hidup
pada masa sekarang sedang mengalami proses menuju hidup yang akan datang hingga
menuju akhir zaman. Apa yang menjadi pertanyaan kita mengenai akhir zaman
merupakan sesuatu yang kita antisipasi ketika masa itu datang. Sehingga ketika
hari itu tiba, kita tidak terkejut lagi karena kita telah mengantisipasi
sebelum hari itu terjadi.
III.
PENJELASAN
a. Dasar Alkitabiah Perjamuan Kudus
Dasar Alkitabiah yang saya
pakai dalam penetapan Perjamuan Kudus ialah Matius 26: 26-29 ” Dan ketika
mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya
lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah,
makanlah, inilah tubuh-Ku. Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu
memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan
ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak
orang untuk pengampunan dosa. Akan tetapi Aku berkata kepadamu: mulai dari
sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku
meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa-Ku."
Penetapan tersebut bisa juga kita lihat dalam Markus 14: 22-25; Lukas 22:18-20, dan 1Kor. 11:23-26
(’...memberitakannya samapai Ia datang”)
b. Perjamuan Kudus dalam Perjanjian Lama
Dalam PL tidak ditemukan
istilah Perjamuan Kudus namun peristiwa Perjamuan Kudus memiliki berakar dalam peristiwa paskah dalam PL. R.P.
Martin menuliskan dalam artikelnya ’Perjamuan Kudus’, ahli Yahudi (terutama
Billerbeck dan Dalman) mengatakan kegiatan Perjamuan Kudus itu sama dengan
kegiatan pada perayaan Paskah diadakan.[19]
Kata Paskah berasal dari kata pesakh
(Ibr. פֶסַח, dari kata פָסַח
yang artinya melewati).[20]
Paskah merupakan pesta tahunan Yahudi yang diadakan pada tanggal 14 bulan
Nisan, memperingati peristiwa-peristiwa penyelamatan pada keluaran dari Mesir.[21]
Pada peristiwa itu, bangsa Israel berada dalam perbudakan Mesir. Pada malam
hari ketika TUHAN menjatuhkan tulah yang ke-10 kepada orang Mesir, serta adanya
kejadian akan kematian anak sulung. Ketika TUHAN melewati Mesir, maka anak
sulung Mesir dan anak sulung Israel yang tidak menempatkan darah anak domba di tiang
pintu rumahnya akan mati. Malam itu merupakan suatu malam yang sangat
mengerikan bagi kedua bangsa itu. Karena pada malam itu mereka menghadapi
pemusnahan bersama-sama di Mesir.[22]
Peristiwa malam itu juga suatu peristiwa pengharapan dimana mereka berharap
TUHAN Allah melewatkan mereka dari penderitaan perbudakan Mesir (lih.
Kel. 11-13).
Menurut Th. C. Vriezen,
dapat diduga bahwa dalam perayaan tersebut kelompok-kelompok Yahwistis di tanah
Kanaan, perayaan Paskah itu kemudian dikaitkan dengan fase pertama perayaan
musim gugur, yaitu perayaan Matsoth, yang jatuh pada waktu yang sama dengan
perayaan Paskah. Keluaran dari Mesir mula-mula diperingati dalam konteks
perayaan peternakan kuno sehingga beberapa ritus kuno yang terkait dalam
perayaan peternakan kuno itu dipertahankan dalam Yahwisme. Misalnya, ada
kebiasaan menyembelih seekor anak domba dan melumurkan darahnya pada ambang
pintu kemah di tanah Kanaan. Unsur yang terpenting
dalam perayaan Matsoth ialah memakan roti tidak beragi. Oleh karena itu unsur tersebut
dilekatkan pada legenda-legenda Paskah.[23]
Ch. Barth menuliskan
penyembelihan seekor domba yang tadinya merupakan upacara kaum gembala pada
malam bulan purnama yang pertama di musim semi untuk melindungi kawanan
dombanya terhadap kuasa-kuasa jahat yang sekarang didasarkan pada peristiwa
pada malam keluaran. Pemusnah dalam Kel. 12: 23 bukanlah roh-roh jahat atau
kuasa jahat, melainkan YHWH sendiri yang mengancam. Bukan hanya kawanan domba
sajalah yang terancam melainkan juga anak-anak sulung orang Israel, bahkan segenap umat Israel menghadapi pemusnahan
bersama-sama di Mesir. Adat
makan tidak beragi itu pun tadinya mempunyai arti yang lain. Masyarakat tani di
bagian-bagian Kanaan yang subur, biasanya mentahbiskan buah-buah sulung dari
panen yang baru mulai dengan satu upacara. Kemudian persembahan roti
dipersembahkan dengan ucapan syukur dan dimakan dalam keadaan asli. Peristiwa
inilah yang dikaitkan pada peristiwa keluaran. Mengapa tidak beragi? Cerita D
dan P hanya menyebutkan perintah Allah melalui Musa, namun Y mengetahui bahwa roti
itu tidak sempat diragi karena mereka diusir dari Mesir dan tidak dapat
berlambat-lambat (12:39). Kedua upacara kuno itu, disatukan menjadi upacara
pada masa raya Paskah, dengan pelepasan umat Israel dari Mesir sebagai dasarnya
dan isinya yang sebenarnya.[24]
c. Perjamuan Kudus pada masa gereja mula-mula
Pada gereja mula-mula orang
Kristen non Yahudi tetap setia dalam pengajaran rasul-rasul dan persekutuan,
memecah roti dan berdoa (Kis.2:42). 4 hal yang disebutkan dalam Kisah Para
Rasul sebagai karakteristik pada masa itu yang perlu ialah ajaran kerasulan,
persekutuan dan berdoa. Tidak kurang penting pemecahan roti.[25]
Apabila kita membaca 1 Kor.
11: 17-22, Paulus menegor suatu acara Perjamuan Malam yang salah. Pada perikop
tersebut dituliskan adanya suatu keadaan yang sangat berbeda. S. Wismoady
menuliskan bahwa peristiwa 1 Kor.11:17-22, merupakan suatu perkembangan dari
acara pemecahan roti sebelumnya. Pada perikop itu, acara pemecahan roti dan
minum anggur sudah bergeser ke akhir seluruh acara, yakni sesudah acara makan
bersama selesai. Hal itu terjadi karena dalam acara makan bersama, yang
dilakukan di tengah-tengah seluruh upacara, ada kekacauan. Si kaya makan
kenyang sedangkan para hamba dan orang miskin kelaparan. Perkembangan
selanjutnya, menunjukkan bahwa Perjamuan Kudus sama sekali dipisahkan dari
acara makan bersama. Acara makan tetap berlangsung dan disebut dengan istilah
perjamuan kasih atau agape (Yudas 12).[26]
Acara Perjamuan Kudus
dilakukan setiap minggu sore. Pada minggu pagi jemaat berkumpul dan melakukan ibadah seperti biasa
(mengucapkan kata-kata secara bergiliran, semacam pemujaan bagi Kristus). Dalam
surat yang dikirimkan kaisar Trayan dari gubernur Plini, menunjukkan bahwa orang-orang
Kristen itu melakukan ibadah pada pagi hari, menjelang fajar pada hari-hari
tertentu yang kemungkinan besar hari Minggu. Kebaktian pagi atau subuh seperti
itu dilakukan juga oleh orang Yahudi. Namun bertujuan untuk melawan penyembahan
matahari. Kebiasaan itulah diambil oleh orang Kristen untuk melawan penyembahan
kaisar.[27]
Masa penulisan kitab PB
merupakan masa penganiayaan bagi umat Kristen. Pada masa itu terjadi peraturan
untuk menyembah kaisar, dimana kaisar dianggap dewa dan kedudukan kaisar tidak
boleh digantikan oleh kedudukan Kristus. Kaisar akan menghukum mati siapa yang
tidak menyembah kepadanya. Untuk melawan itulah maka jemaat Kristen mula-mula
ingin melawan tindakan itu dengan melakukan ibadah kemudian melakukan Perjamuan
Kudus. Perjamuan Kudus dibuat untuk meneguhkah iman mereka akan Kristus, untuk
memberitakan kematianNya untuk memperdamaikan manusia dengan Allah, serta
menantikan kedatanganNya kedua kali (lih. 1Kor.11:26).
d. Perjamuan Kudus menurut aliran gereja dan
para tokoh
H. Berkhof mengutip dalam
bukunya ’sejarah gereja’ pendapat Augustinus yang mengatakan Perjamuan
Kudus itu merupakan firman yang tidak kelihatan. Ia sangat menentang ajaran
transubstansiasi (roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus).[28]
Dari penjelasan tersebut, menurut pemahaman saya, Augustinus mengatakan bahwa
roti dan anggur tidak berubah menjadi tubuh dan darah Kristus, melainkan firman
Tuhan ada di dalam roti dan anggur itu. Itu berarti orang yang makan roti dan
meminum anggur dalam perjamuan itu, turut serta merasakan dan menikmati firman
yang terkandung di dalam kedua media tersebut.
Dalam buku yang sama juga Gregorius Agung
berpendapat bahwa rahmat Allah terutama diterima dalam Perjamuan Kudus yang
dipandang selaku ulangan yang tidak berdarah dari kurban Kristus di Golgata.[29]
Pendapat tersebut menurut pemahaman saya ingin mengatakan bahwa di dalam
Perjamuan Kudus kita menerima Anugrah Allah, serta merupakan suatu peringatan
akan Yesus ketika Ia akan ditangkap oleh orang-orang yang disuruh oleh
imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi (Mat. 26:47). Penangkapan itu akan
mengakibatkan penderitaan yang dihadapi oleh Yesus, Ia disiksa, difitnah,
bahkan disalib dan kemudian meninggal. Oleh karena itu, melalui Perjamuan Kudus
kita mengingat itu semua dan Perjamuan Kudus merupakan suatu ulangan peristiwa
tersebut namun tidak seperti yang aslinya.
J. L. Ch. Abineno menuliskan
dalam bukunya ’jemaat’ perjamuan malam adalah suatu sakramen eskatologis. Waktu
Tuhan Yesus menetapkan perjamuan itu, Ia berkata ” Akan tetapi Aku berkata
kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini
sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu
dalam Kerajaan Bapa-Ku" (Mat. 26:29, bdk. Mrk. 14: 25). Perjamuan ini telah menyinarkan cahayanya ke
muka. Sebab di dalam Yesus Kristus, di dalam diri, perkataan dan perbuatanNya,
Kerajaan Allah telah mendobrak masuk ke dalam dunia. Dimana Ia hadir,
orang-orang yang telah menjadi milikNya tidak boleh berpuasa dan berduka,
tetapi merayakan perjamuan sebagai anak-anak pesta kawin dengan Dia dalam
kesukaan kegenapan perjanjian Allah (Mrk. 2:19).[30]
Dalam dokumen konsili Vatikan II
dituliskan ekaristi itu merupakan misteri Paskah, setiap orang yang ikut dalam
acara itu dapat memahami misteri itu dengan baik, dan ikut serta penuh khidmat
dan secara aktif. Hendaknya mereka rela diajar oleh sabda Allah, oleh santapan
tubuh Tuhan bersyukur kepada Allah. Hendaknya sambil mempersembahkan hosti yang
tidak bernoda bukan saja melalui tangan imam melainkan juga bersamaan dengannya
mereka belajar mempersembahkan diri dan hari ke hari berkat perantaraan Kristus
semakain penuh dipersatukan dengan Allah dan antar mereka sendiri, sehingga
akhirnya Allah menjadi segalanya dalam semua.[31]
Seorang teolog Katolik, A. Lukasik SCJ
menuliskan gambaran PL yang setiap tahun diingat kembali dalam perayaan Paskah
ini, berkaitan erat dengan apa yang diperintahkah Kristus ’lakukanlanh ini
sebagai peringatan akan Daku (Luk. 22:19), dan berhubungan dengan apa yang
sering diulangi dalam Perayaan Ekaristi. Dalam diri mereka yang melaksanan
perintah Kristus itu terlaksana pembebasan dari perbudakan dosa. Jika kita
mendengar perkataan tersebut, perlu kita menyadari pada saat itu bahwa yang
mengumpulkan kita ialah Allah yang membebaskan kita dari dosa, yang membebaskan
kita dari kelemahan kita. Begitulah seluruh umat manusia dituntun kepada Bapa
oleh kematian dan kebangkitan Kristus.[32]
Dalam Katekismus Heidelberg[33]
dituliskan Perjamuan Kudus merupakan sesuatu yang diperintahkan oleh Kristus
dan semua orang yang percaya memakan roti yang dipecahkan dan meminum dari
piala dalam mengingat Dia ditambahkan dengan janji: pertama, bahwa tubuhNya
telah ditawarkan dan rusak di kayu salib untukku, dan darahNya ditumpahkan
untukku, tentu saya melihat roti dari Tuhan rusak untukku dan piala diberikan
kepada saya; dan dengan pengorbanan tubuh dan darahNya sendiri memberi makan
dan memelihara jiwaku kepada kehidupan yang kekal. Seperti yang telah saya
terima dari imam, dan merasakan dengan mulut roti dan piala dari Tuhan yang
disimbolkan dengan tubuh dan darah Kristus.[34]
Apakah roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus yang sesungguhnya?
Tidak, seperti air dalam baptisan, tidak dirubah menjadi darah Kristus, tidak
membersihkan dosa namun hanya jaminan atau tanda yang bersifat ilahi, begitu
juga dengan roti dalam perjamuan Tuhan tidak berubah menjadi tubuh Kristus yang
nyata.[35]
Katekismus itu sangat menolak ajaran transubstansiasi seperti yang terdapat
dalam gereja Katolik.
Dalam Katekismus Besar Martin
Luther dituliskan ’dengan demikian pada pihak Allah, kita memiliki perintah
dan janji Kristus. Di samping itu, kebutuhan yang begitu memberatkan kita
hendaknya mendorong kita mengikuti sakramen ini demi kebaikan kita sendiri.
Apabila mereka merasa tertekan dan sangat lemah, ikutilah sakramen ini dengan
gembira dan menjadi segar, terhibur dan kuat kembali.’[36]
Dari penjelasan tersebut, saya memahami bahwa Martin Luther menyarankan agar
Perjamuan Kudus itu diikuti oleh orang-orang yang lemah, lelah, yang memiliki
rasa takut, yang tertindas karena ketidakadilan, orang yang berdosa karena
dalam acara itu, mereka dapat dipuaskan kebutuhan rohaninya, mereka menjadi
terhibur, dikuatkan dan mereka diteguhkan imannya. Acara itu merupakan suatu
persiapan kita akan kedatanganNya kedua kali. Acara itu kita lakukan sampai Ia
datang dalam kesempurnaan kerajaanNya di hari eskaton kelak. Sehingga kita akan
dijamu di kerajaanNya dan dalam kemuliaanNya.
Yohanes Calvin menuliskan
dalam Perjamuan Kudus saya diperintahkan mengambil, memakan, dan meminum tubuh
dan darahNya yang dilambangkan oleh roti dan anggur. Saya sama sekali tidak
sangsi bahwa Dia sendiri sungguh-sungguh menyajikannya kepada saya dan bahwa
saya benar-benar menerimanya. Kehadiran tubuhNya adalah sebagaimana dikehendaki
oleh hakikat sakramen; dan kami berkata bahwa kehadiran itu menyatukan diri
dengan kekuatan dan akibat yang begitu besar, sehingga tidak hanya jiwa kita
diberi kepastian yang tak kenal keraguan akan kehidupan kekal, tetapi kita
dinyatkannya juga mengenai kekekalan daging kita. Bukankah daging kita sekarang
dihidupkan oleh dagingNya yang kekal dan dalam arti tertentu ikut ambil bagian
dalam kekekalanNya?[37]
Dari penjelasan tersebut, menurut pemahaman saya bahwa Calvin memberitahukan
bahwa sakramen itu adalah suatu media untuk menuju hidup yang kekal tanpa ada
keragu-raguan atau ketidakpastian. Roti dan anggur telah diperuntukkan kepada
kita sebagai tubuh dan darah Kristus dan melalui sakramen ini, kita telah turut
mengambil bagian dalam kekekalaNya di hari eskaton kelak.
IV.
DIMENSI ESKATOLOGIS DALAM PERJAMUAN KUDUS
Akan tetapi Aku berkata
kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai
pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu
dalam Kerajaan Bapa-Ku’ (Mat. 26:29). Nas tersebut merupakan perkataan
Yesus yang dituliskan oleh penulis Matius ketika Ia akan mengadakan perjamuan
dengan para muridNya. Perkataan itu mengajak atau mengundang kita untuk
bersama-sama denganNya mengadakan perjamuan di kerajaan BapaNya kelak. Pada saat
misteri konsekrasi[38]
berlangsung kita diajak untuk mengingat Dia yang telah memperdamaikan kita
dengan Bapa dan kita dilayakkan menjadi anakNya. Ada dua elemen yang terkandung
dalam Perjamuan Kudus yakni roti dan anggur. Bagi Katolik, roti digantikan
menjadi hosti. Michael Keene menuliskan kata hosti berasal dari bahasa
latin hostia yang berarti ’kurban yang dipersembahkan.[39]
Apabila kita melihat peristiwa
paskah orang Ibrani sebelum keluar dari perbudakan Mesir, mereka mengadakan
perjamuan. Perjamuan itu merupakan suatu perjamuan untuk menyambut hari
kelepasan mereka dari perbudakan Mesir. Perjamuan itulah yang disebut dengan
perjamuan Paskah (bdk. Kel.12:43-50). Acara minum anggur dalam pesta paskah
merupakan suatu tanda sukacita dan gembira (bdk. Ul.14:26). Maka tidaklah
mengherankan jika kitab suci dan tradisi, kepuasan yang terdapat dalam anggur
benar-benar menjiwai citra kerajaan Mesianik (lih. Yes.25:6-9). Meja perjamuan
Paskah yang tidak saja penuh dengan berbagai macam hidangan, tetapi juga dengan
piala yang berisi anggur, membuktikan kenyataan bahwa pesta itu dirayakan dalam
pengharapan bahwa pembebasan yaitu eksodus baru tidak lama akan datang.[40]
Orang Yahudi melakukan
perjamuan paskah (termasuk Yesus) untuk memperingati nenek moyang mereka
menyambut hari kelepasan dari perbudakan menuju kehidupan yang baru, keluar
dari Mesir menuju Kanaan. Allah telah mendengarkan teriakan minta tolong orang
Ibrani ketika mereka diperbudak. Allah tidak berdiam diri, Allah mengutus Musa
untuk membawa mereka keluar dari perbudakan Mesir. Sebelum mereka keluar dari
Mesir, mereka pada malam harinya melakukan perjamuan Paskah untuk menyambut
kelepasan mereka.
Pada masa sekarang, sebahagian
orang Kristen (Yahudi dan non-Yahudi) melakukan perjamuan Paskah atau Perjamuan
Kudus untuk peringatan akan Dia yang telah menetapkan perjamuan Kudus.
Perjamuan merupakan perjamuan terakhir yang dilakukan oleh Yesus kepada
murid-muridNya tatkala Ia ditangkap, menderita, mati, kemudian dikuburkan dan
dibangkitkan. Semuanya itu dilakukan untuk membebaskan manusia dari perbudakan
dosa (Perjamuan Kudus menuju pengampunan dosa (Mat. 26:28)). Pengampunan
dosa menurut saya bertujuan untuk memperdamaikan manusia dengan Allah,
melayakkan manusia dihadapan Allah. Melalui Perjamuan Kudus yang dilakukan oleh
Yesus merupakan suatu pengharapan menuju exodus baru dimana manusia akan
dibebaskan atau dilepaskan dari perbudakan dosa. Selain dari perbudakan dosa,
manusia melalui Perjamuan Kudus akan diperhadapakan dari pengharapan untuk masa
depan. Pengharapan tersebut berisikan suatu kelepasan dari penderitaan, baik
itu penderitaan karena struktur pemerintahan, maupun karena ketidak-adilan dan
sebagainya.
Siapa yang layak menerima
Perjamuan Kudus ini? Menurut saya, orang yang layak menerima sakramen ini ialah
orang yang telah menyesali dosanya, orang yang menderita karena kebenaran atau
Kristus bukan karena kejahatannya (1Pet.2:20; 1Pet.3:14), bagi orang yang
lemah, yang tidak berpengharapan, bagi yang orang yang sangat bergumul karena
kejahatan yang ada di dunia ini bagi orang yang memiliki pergumulan iman dalam
kehidupannya.
Apakah anak-anak dapat
mengikuti Perjamuan Kudus? Pertanyaan tersebut merupakan suatu pertanyaan awal
dari pertanyaan, apakah anak-anak dapat ikut menerima pengharapan masa depan
melalui Perjamuan Kudus? Menurut saya, anak-anak layak menerima keselamatan di
masa yang akan datang. Namun hendaknya dipahami bahwa pemberian keselamatan itu
merupakan suatu anugrah dari Allah melalui baptisan.
Perjamuan ini tidak ditujukan kepada orang
menganggap kudus dirinya, menganggap dirinya tidak berdosa, dan orang yang
belum mengakui dosanya. Karena Perjamuan Kudus ini dilakukan untuk penghapusan
dosa bagi orang yang telah mengakui dosanya. Jika Perjamuan Kudus dilakukan
bagi orang yang tidak berdosa, bagi orang yang kudus, maka apa yang harus
dihapuskan dari padanya? Tidak ada seorang pun yang tidak berdosa (Rom.3:23).
Ketika Perjamuan Kudus dilakukan, maka orang yang mengikutinya akan mengalami
suatu pengharapan untuk masa depan, dimana pengharapan itu muncul di
tengah-tengah penderitaan yang dialami dalam kehidupannya. Pengharapan itu
terkandung dalam Perjamuan Kudus itu ketika peserta ekaristi melakukan untuk mengingat Dia.
Yesus berkata: ’perbuatlah
demikian untuk peringatan akan Aku (1Kor. 11:24-25). Peringatan akan Aku
berarti, ingatlah Aku yang telah menebus engkau, yang telah mendamaikan engkau
dengan Bapa melalui kematianKu (Rom.5:10) dan yang dibangkitkan oleh Bapa agar
kamu juga menerimanya di hari kebangkitan kelak, ingatlah Aku yang telah memberitahukan
apa yang terjadi di akhir zaman (Mat. 13:39-49; Yoh.12:48). Ingatlah Dia yang
karenaNya engkau telah menderita sehingga, kamu akan dipermuliakan bersama-sama
dengan Dia (Rom.8:17). Engkau akan mendapat mahkota kehidupan apabila engkau
setia sampai mati kepadaNya (Why.2:10).
Perjamuan Paskah tidak saja
menoleh ke belakang, tetapi juga membuka kemungkinan untuk melihat kenyataan
masa kini dan menaruh pengharapan pada masa depan yang tertuju pada pembebasan
yang telah lama dinanti-nantikan. Paskah yang Yesus rayakan bersama para
muridNya di Yerusalem telah terjadi dalam keadaan yang dapat dicirikan sebagai
yang menimbulkan kegentaran. Kesungguhan masa kini menayangi masa lampau dan
masa depan yang penuh sukacita. Sejak perjalanan masuk ke Yerusalem ancaman
penangkapan dan nampak sebagai pendag Damecles di atas kepala Yesus. Pada
mulanya, para pemimpin Yahudi belum berani menentangNya karena mereka belum
tahu pasti bagaimana rakyat akan bereaksi.[41]
Apabila pengharapan mendesak
orang Kristen ke dalam kontradiksi yang menyakitkan antara janji dengan
kenyataan masa kini, hal ini sekaligus mendorong dia ke dalam dunia.
Kontradiksi timubul dari suatu pengharapan bagi dunia , bagi seluruh kenyataan
duniwi ini, yang ia ungkapkan dalam semua kesengsaraannya. Jadi penderitaan
orang Kristen adlah suatu solidaritas kasih dengan seluruh ciptaan yang
menderita, dan suatu solidaritas yang penuh pengharapan dalam kerinduan akan
transformasi seluruh ciptaan. Pengharapan dapat memberikan semangat untuk
mengubah dunia ke arah transformasi yang dijanjikan, memegang secara imajinatif
dan merealisasikan kemungkinan-kemungkinan objektif masa kini yang paling dekat
kesesuaiannya dengan Kerajaan yang sedang datang itu.[42]
Apabila sakramen ini dilakukan
sebagai peringatan akan Dia, mengingat apa yang telah diperbuatNya bagi kita,
maka kita akan diteguhkan. Sehingga kita tetap setia kepadaNya walaupun kita
dalam suatu penderitaan, kelemahan, sehingga kita akan dimahkotai kehidupan dan
kita ikut dalam perjamuan yang telah dibuat untuk kita di kerajaan BapaNya
bersama-sama dengan Dia.
Tidak ada manusia yang berhak
menghilangkan Perjamuan Kudus ini atau menghalangi acara ini dijalankan. Karena
dunia ini jahat, penuh dengan cobaan yang dapat menghilangkan kesetiaan kita
kepadaNya maka Perjamuan Kudus dibuat untuk menguatkan iman orang yang beriman
sampai Ia datang dalam kemuliaanNya. Manusia hanya bisa menunggu kapan
datangnya hari, dimana Ia datang dalam kemuliaanNya, manusia tidak dapat
mengetahui kapan itu akan terjadi.
Dalam Perjamuan Kudus terdapat
suatu harapan akan kerajaan Allah yang segera dinyatakan dengan sempurna di
dunia ini. Sehingga segala penderitaan, penyakit, para ajaran-ajaran sesat
lenyap. Dan manusia bersama-sama akan dibangkitkan kematian mereka, mereka akan
diadili sesuai dengan perbuatan mereka, mereka akan diberi keselamatan dan
mahkota kehidupan bagi yang setia kepadaNya sampai mati. Anak manusia akan
datang dalam kemuliaanNya diiringi malaikat-malaikatNya serta menghakimi
manusia menurut perbuatan-perbuatan mereka masing-masing (Mat.16:27).
Oleh karena itu, gereja wajib
melayankan Perjamuan Kudus ini sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Yesus
Kristus. Gereja tidak bisa membatasi kapan perjamuan ini dilayankan misalnya 2
kali dalam satu tahun, namun gereja sebaiknya melakukannya sesering mungkin.
Gereja tidak perlu mengkhawatirkan kekudusan perjamuan ini, karena kekudusan
perjamuan ini bukan dari gereja melainkan dari Allah melalui Yesus Kristus.
Ialah yang melayakkan kita untuk menerima sakramen ini. Kekudusan perjamuan ini
haruslah dihormati bukan dijaga. Biarlah Allah sendiri yang menjaga kekudusan
perjamuan itu, gereja cukup untuk menghormatinya. Jika terlalu sering perjamuan
ini dilayankan maka semakin seringlah kita mengingat Yesus Kristus dalam
penderitaan kita, dalam kelemahan, dalam keberdosaan kita. Oleh karena itu kita
menjadi dikuduskan dan ikut serta dalam penderitaanNya, sampai Ia datang
untuk menyempurnakan kerajaanNya. Di dalam Perjamuan Kudus kita diteguhkan di
dalam pengharapan untuk menuju kesempurnaan Perjamuan Agung di masa depan dalam
Kerajaan Allah, Bapa Tuhan Yesus Kristus.
V.
KESIMPULAN
Perjamuan Kudus merupakan
suatu Perjamuan yang ditetapkan oleh Yesus Kristus, Anak Allah yang Maha
tinggi, Allah Israel, yang telah melepaskan umatNya Israel dari perbudakan
Mesir. Di dalam Perjamuan Kudus kita lakukan karena kita telah menerima anugrah
Allah, sehingga kita bersyukur karenanya. Dalam perjamuan itu, kita menerima
roti dan anggur sebagai tubuh dan darah kristus, yang telah membebaskan manusia
dari dosa, dan kematian (tanatos). Perjamuan ini bukanlah seperti
perjamuan makan biasa karena perjamuan ini merupakan perjamuan menuju pelepasan
yang dilakukan Allah di dalam diri Yesus kristus, dan telah dikuduskan olehNya.
Melalui Perjamuan Kudus kita telah
menerima pengampunan dosa setelah kita mengakui dosa kita. Sehingga kita
menerima hidup baru setelah kita menerima sakramen ini. Selain itu juga dalam
sakramen in dilakukan untuk mengingat Dia. Jika kita mengingat Dia maka kita
akan diteguhkan untuk beriman kepadaNya. Karena kita telah beriman kepadaNya,
maka kita akan setia kepadaNya walaupun penderitaan, kelemahan, selalu
mengiringi hidup kita, hingga Ia akan datang untuk kedua kali. Pada hari itu
manusia akan dihakimi menurut perbuatan mereka masing-masing. Siapa yang tetap
setia maka ia akan menerima mahkota kehidupan serta akan dijamu dalam perjamuan
makan di Kerajaan Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
_______________
1994 Ensiklopedi
Nasional Indonesia, jilid 13, Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka
Abineno
J.L. Ch.
1987 Jemaat:
Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan, dan Pelayan-pelayannya, Jakarta:
BPK-GM
Barth
Ch.,
2004 Theologia
Perjanjian Lama I, Jakarta: BPK-GM
Basiro
Umi, dkk (peny),
1989 Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Berkhof
H.
2005 Sejarah
Gereja, Jakarta: BPK-GM.
Browning
W.R.F.,
2007 Kamus
Alkitab: Panduan dasar ke dalam kitab-kitab, tema, tempat, tokoh, dan istilah
Alkitabiah, Jakarta: BPK-GM.
Buckham
Richard,
1996 Teologi
Mesianis: Menuju Teologi Mesianis Menurut Jürgen Moltman, Jakarta: BPK-GM.
Calvin
Yohanes,
2005 Institutio:
Pengajaran Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM.
Davidson Benjamin,
1993 The
Analytical Hebrew and Chaldee Lexicon, USA: Hendrickson Publisher
Douglas
J.D. (peny)
2004 Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini, jilid II, Jakarta: YKBK/OFM.
Friedrich Gerhard (edit),
1976 Theological
Dictionary of The New Testament vol. IX Grand Rapids, Michigan:
WM. B. Eermans Publishing Co.
Heyer C.J. Den,
1997 Perjamuan
Tuhan: Studi Mengenai Paskah dan Perjamuan Kudus Bertolak dari Penafsiran dan
Teologi Alkitabiah, Jakarta:
BPK-GM.
Hentz
Otto,
2005 Pengharapan
Kristen: Kebebasan, Kerajaan Allah, Akhir Zaman, Kematian, Kebangkitan, Neraka,
Pemurnian, Keabadian, Penghakiman, Yogyakarta: Kanisius
Keene
Michael,
2006 Kristianitas:
Sejarah, Ajaran, Ibadat, Keprihatinan, Pengaruhnya di Seluruh Dunia,
Yogyakarta: Kanisius
Kittel Gerhard (edit),
1976 Theological
Dictionary of The New Testament, vol. II, Grand Rapid, Michigan: W.M.B. Eermans Publishing Company
Lukasik
A.,
1991 Memahami
Perayaan Ekaristi: Penjelasan Tentang Unsur-unsur Perayaan Ekaristi
Yogyakarta: Kanisius
Luther Martin,
2007 Katekismus
Besar Martin Luther, Jakarta: BPK-GM.
Mounce William D.,
2002 The
Analytical Lexicon to The Greek New Testament, Grand Rapids, Michigan:
Zondervan Publishing House
Muller Richard A.,
1986 Dictionary
of Latin and Greel Theological Terms, Grand
Rapids, Michigan:
Baker Book House
Newman
Barclay M.,
2004 Kamus
Yunani – Indonesia, Jakarta: BPK-GM.
Parsons Martin,
1964 The
Holy Communion: An Exposition of The Prayer Book Service,
UK: Hodder and Stoughton
Prent K., J. Adisubrata,
W.J.S. Poewadarminta,
1969 Kamus
Latin-Indonesia, Yogyakarta: Kanisius,
Ursinus
Zakharias, Caspar Olevianus,
1993 Katekismus
Heidelberg: Pengajaran Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM.
Vriezen
Th. C.,
2003 Agama
Israel Kuno, Jakarta: BPK-GM.
Wahono
S. Wismoadi,
2004 Di
Sini Ku Temukan, Jakarta: BPK-GM.
White James F.,
2005 Pengantar
Ibadah Kristen, Jakarta:
BPK-GM.
Williamson G.I.
1993
The Heidelberg Catechism: A
Study Guide, Phillipsburg, New Jersey: P & R
1994
Bahan mata kuliah dan dokumen
Beyer
Ulirich,
25 Januari 2008 Materi Kuliah Teologi Biblika II,
______________
2002 Dokumen
Konsili Vatikan II, Jakarta, Obor
[1] Sakramen merupakan satu istilah dari
kerajaan Romawi (sacramentum). Kata ini ditujukan pada seorang perwira
Romawi yang mengangkat sumpah di depan bendera. Kemudian Tertulianus
menggunakan istilah ini menjadi istilah Rohani. Ulirich Beyer mengajarkan bahwa
kata sakramentum diterjemahkan dengan istilah misterion yang berarti
suatu yang rahasia. Beyer juga menambahkan bahwa menurut Karl Barth, Yesuslah
yang merupakan sacramentum, artinya sesuatu yang rahasia. Beyer juga
mengajarkan bahwa menurut Augustinus bahwa sakramentum itu ’Verrum Visibile’
yang berarti ‘firman yang kelihatan’ (Ulirich Beyer, Materi Kuliah Teologi
Biblika II, 25 Januari 2008).
[2] Umi Basiro, dkk (peny), Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 349
[4] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab:
Panduan dasar ke dalam kitab-kitab, tema, tempat, tokoh, dan istilah
Alkitabiah, Lim Khiem Yang dan Bambang Subandrijo (penerjemah), (Jakarta: BPK-GM, 2007 ), 232
[5] Liem Khiem Yang: Perjamuan Kudus dalam
buku Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 13 (Jakarta: PT Cipta Adi
Pustaka, 1994), 84
[6] K. Prent, J. Adisubrata, W.J.S.
Poewadarminta, Kamus Latin-Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius, 1969), 157
[7] Richard A. Muller, Dictionary of Latin and Greel Theological
Terms, (Grand Rapids, Michigan: Baker Book House, 1986), 68-69
[8] Libare sanguinem Christi berarti mengambil bagian dalam
darah Kristus (ibid. 175).
[9] Ibid. 71
[10] William D. Mounce, The Analytical Lexicon to The Greek New
Testament, (Grand Rapids,
Michigan: Zondervan Publishing
House, 2002), 227
[11] Conzelmann Cart: eucaristew dalam buku
Gerhard Friedrich (edit), Theological Dictionary of The New Testament
vol. IX (Grand Rapids, Michigan: WM. B. Eermans Publishing Co., 1976), 411-412
[12]James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, Liem Sien Kie
(penerjemah), (Jakarta:
BPK-GM, 2005), 227
[13] Barclay M. Newman, Kamus Yunani – Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 68
lihat juga William D. Mounce, Op. Cit. 219
[14] Gerhard Kittel: escatoV, dalam buku Gerhard Kittel (edit), Geoffrey W. Browmiley
(penerjemah), Theological Dictionary of The New Testament, vol. II
(Grand Rapid, Michigan: W.M.B. Eermans Publishing Company, 1976), 697
[15] Tulisan ini dikutip oleh Richard Bauckham dari A.J. Heschel, The
Prophets (New York: Harper & Row, 1962), 235
[16] Richard Buckham, Teologi Mesianis: Menuju Teologi Mesianis
Menurut Jürgen Moltman, Liem Sien Kie (penerjemah), (Jakarta: BPK-GM, 1996),
46-47
[18] Otto Hentz Sj, Pengharapan Kristen:
Kebebasan, Kerajaan Allah, Akhir Zaman, Kematian, Kebangkitan, Neraka,
Pemurnian, Keabadian, Penghakiman, Sikun Pribadi (penerjemah), (Yogyakarta:
Kanisius, 2005), 62
[19] R.P. Martin: Perjamuan Kudus dalam buku
J.D.Douglas (peny) Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, jilid II, (Jakarta:
YKBK/OFM, 2004), 247
[20] Benjamin Davidson, The Analytical Hebrew and Chaldee Lexicon,
(USA: Hendrickson Publisher, 1993), 628
[21] W.R.F. Browning, Op.Cit. 307
[23] Th. C. Vriezen, Agama Israel Kuno,I.J.
Caims (penerjemah), (Jakarta: BPK-GM, 2003), 153-154
[24] Ch. Barth, loc. Cit.
[25] Martin Parsons, The Holy Communion: An Exposition of The
Prayer Book Service, (UK: Hodder and Stoughton, 1964), 11
[27] Ibid, loc.cit
[28] H. Berkhof, Sejarah Gereja,
penyadur: I.H. Enklaar, (Jakarta: BPK-GM, 2005), 67
[30] J.L. Ch. Abineno, Jemaat: Ujud,
Peraturan, Susunan, Pelayanan, dan Pelayan-pelayannya, (Jakarta: BPK-GM, 1987),
92
[31] ______________Dokumen Konsili Vatikan II,: R. Hardawiryana
(penerjemah), (Jakarta, Obor, 2002), 22
[32] A. Lukasik, Memahami Perayaan Ekaristi:
Penjelasan Tentang Unsur-unsur Perayaan Ekaristi (Yogyakarta: Kanisius, 1991),
9-10
[33] Katekismus Heidelberg disusun atas
permintaan raja Jerman, Frederik III dari Pfaltz, oleh dua orang mahaguru yang
masih muda, Zakharias Ursinus (lhr. 1534) dan Caspar Olevianus (1536). Disusun
dalam bahasa Latin dan Jerman. Tidak lama kemudian orang Belanda menyalinnya ke
dalam bahasa mereka. Pada masa penulisan itu, gereja insaf akan panggilannya
untuk mengakui apa yang diakui. Ketika itu timbullah surat pengakuan sebagai
pernyataan keinsyafan itu (Zakharias Ursinus, Caspar Olevianus, Katekismus
Heidelberg, Pengajaran Agama Kristen, BPK-GM (penerjemah), (Jakarta:
BPK-GM, 1993), 3
[34] G.I. Williamson, The Heidelberg
Catechism: A Study Guide, (Phillipsburg, New Jersey: P & R, 1993),127
[35] Ibid,131
[36] Martin Luther, Katekismus Besar Martin Luther, Anwar Tjen
(penerjemah), (Jakarta:
BPK-GM, 2007) 224
[37] Yohanes Calvin, Institutio: Pengajaran Agama Kristen, Ny.
Winarsih dan J.S. Aritonang, Arifin & Th. Van den End (penerjemah), (Jakarta: BPK_GM, 2005),
305-306
[38] Suatu kegiatan apabila pemimpin Perjamuan Kudus mengucapkan
penetapan Perjamuan itu ’...ambillah, makanlah inilah tubuhku...ambillah,
minumlah inilah darahku...Perbuatlah ini sebagai peringatan akan Daku (1Kor. 11:24-25).
Lih. A. Lukasik SCJ, Op.cit. 82-83. Pada saat inilah umat Katolik
percaya roti dan anggur sungguh-sungguh berubah menjadi tubuh dan darah
Kristus. Kepercayaan ini disebut dengan transubstansiasi.
[39] Michael Keene, Kristianitas: Sejarah, Ajaran, Ibadat,
Keprihatinan, Pengaruhnya di Seluruh Dunia, F.A.Soeprapto (penerjemah), (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 112
[40] C.J. Den Heyer, Perjamuan Tuhan: Studi Mengenai Paskah dan
Perjamuan Kudus Bertolak dari Penafsiran dan Teologi Alkitabiah, Ny.
S.L. Tobing-Karohadiprojo (penerjemah), (Jakarta: BPK-GM, 1997), 39-40
[41] Ibid, 56
[42] Richard Baukham, Op.Cit.
48 – 49