DIMENSI
ESKATOLOGIS
MINGGU-MINGGU
ADVEN
I. Pendahuluan
Minggu-minggu Adven
merupakan salah satu perayaan dalam tahun liturgi gereja.[1]
Dalam sebuah buku yang dituliskan oleh I.
Marsana Windhu, permulaan Tahun Liturgi dimulai pada awal masa Adven. Tahun
Liturgi memuncak pada perayaan Paskah dan berakhir pada minggu biasa ke-34,
yaitu pada hari Minggu biasa (Minggu Trinitatis), setelah itu disusul dengan
Adven lagi sebagai awal Tahun Liturgi yang baru, begitu seterusnya.[2]
Perayaan Minggu Adven dimulai pada hari Minggu, tepatnya 4 minggu sebelum
tanggal 25 Desember.
Dalam tulisan ini, penulis memaparkan satu dimensi,
dimensi Eskatologis yang terkandung di dalam minggu-minggu adven. Dimana,
dimensi hampir atau bahkan telah dilupakan oleh Gereja (Gereja yang dimaksudkan
di sini ialah persektuan yang terdiri dari Pelayan Gereja (Pendeta, dsb.) dan
warga Jemaat). Hal itu dapat dilihat dari pemahaman beberapa jemaat bahwa
Minggu Adven sering diartikan sebagai minggu-minggu persiapan menjelang natal,
tanggal 25 Desember. Selain itu, minggu-minggu ini merupakan minggu-minggu yang
sibuk, karena mempersiapkan segala hiasan (pohon terang), mempersiapkan susunan
natal di gereja (gedung), maupun di luar gereja.
Jika diperhatikan dari judul, sepertinya tulisan ini akan
mengarah kepada pengajaran. Namun, penulis akan membahas peran dari dimensi
eskatologis dari minggu-minggu adven, sehingga tulisan ini akan mengarah tidak
hanya kepada pengajaran namun ke praktika (praksis).
Untuk mempermudah dalam penulisan ini, setelah memaparkan
pendahuluan, penulis kemudian memaparkan latar belakang penulis dalam memilih
judul, kemudian apa yang menjadi pengertian minggu Adven dan eskatologi.
Setelah itu penulis memaparkan sejarah minggu Adven, kemudian hubungan adven
dengan eskaton, kemudian bagaimana peranan dimensi eskatologis yang termaktub
dalam minggu-minggu Adven dalam keluarga, gereja dan masyarakat. Setelah itu,
penulis akan menyimpulkan keseluruhannya dalam satu bagian dan diakhiri daftar
pustaka.
II.
Latar Belakang Pemilihan
Judul
Minggu-minggu
adven merupakan minggu-minggu yang penuh dengan penantian, baik penantian
datangnya
Minggu-minggu
Adven sebagai minggu yang penuh penantian sudah berubah fungsi menjadi
minggu-minggu yang penuh dengan kesibukan mempersiapkan perayaan
Beberapa lapisan
masyarakat, gereja, instansi-instansi pemerintah atau pun swasta tidak sabar
menunggu datangnya perayaan natal. Hal tersebut tampak adanya suatu perayaan
natal pada minggu-minggu adven dan itulah yang menjadi problematika yang sering
muncul dalam minggu-minggu Adven. Minggu-minggu adven sebagai minggu-minggu
penantian perayaan natal, 25 Desember telah berubah menjadi minggu-minggu
perayaan natal. Minggu-minggu yang selayaknya dinyanyikan nyanyian adven
seperti Kj. No. 85 “Kusongsong Bagaimana, ya Yesus DatangMu?” berganti menjadi
Kj. No. 123 “S’lamat-s’lamat datang Yesus Tuhanku”. Pada minggu-minggu adven
nyanyian “Malam Kudus”, “dimalam Sunyi Bergema” telah kerap bergema
menggantikan nyanyian “O Datanglah, Imanuel”, “Putri Sion” yang sangat jarang
digemakan dalam minggu-minggu Adven. Pembacaan Lukas 2 tentang kelahiran Yesus
juga telah diberitakan lebih awal dibandingkan nas Alkitab sebagai dasar iman
dalam minggu-minggu Adven atau masa-masa penantian kedatangan Mesias, misalnya
Yes. 11, Yes. 7: 14.[3]
Selain itu juga,
minggu Adven sebagai minggu penantian kedatangan Yesus Kristus kedua kali dalam
kemuliaaNya berubah menjadi minggu-minggu yang penuh dengan kesibukan. Oleh
karena itu, peranan dimensi eskatologis yang terkandung dalam minggu-minggu
Adven sepertinya tidak berpengaruh baik dalam gereja, keluarga maupun
masyarakat.
Dari penjelasan
kedua problematika di atas, mungkin agak lucu namun sangat menyedihkan bila
diambil contoh dari pengalaman saudara-saudara Muslim. Pada bulan Ramadhan
mereka berpuasa. Mereka konsisten menjalaninya. Tidak ada yang mencoba-coba
mendahulukan merayakan hari raya Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Lebih
menyedihkan adanya beberapa Pendeta atau Pelayan Gereja yang menyetujui
diadakannya perayaan natal di minggu-minggu Adven. Hal tersebut barangkali
adanya pemahaman yang sangat minim tentang minggu-minggu Adven, atau barang
kali perayaan minggu-minggu adven dianggap sebagai minggu-minggu yang
penuh berkat[4]
karena perayaan natal di minggu-minggu Adven dapat menambah uang saku, dengan
kata lain, yang penting adalah berkat yang diterima dari perayaan natal di
minggu-minggu Adven tanpa memperhatikan apa bagaimana peranan suatu dimensi di
minggu-minggu Adven, dimensi Eskatologis dalam kehidupan bergereja,
bermasyarakat bahkan berumah-tangga.
Berangkat dari
permasalah tersebut, penulis mencoba masuk dalam permasalahan tersebut serta
menggumulinya. Dalam menggumulinya, penulis mencoba untuk melihat bagaimana
bentuk dimensi esktologi dalam minggu-minggu adven, serta bagaimanakah peran
dimensi itu dalam kehidupan bergereja, bermasyarakat, bahkan berumah-tangga.
Untuk itulah penulis mengambil judul “Peranan Dimensi Eskatologis Minggu-minggu
Adven”.
III.
Pengertian Adven dan
Eskatologis
Dalam buku yang
dituliskan oleh I. Marsana Windhu,
Adven berasal dari bahasa latin, “Adventus”
yang berarti ‘kedatangan’.[5]
Dalam kamus Latin-Indonesia, Adventus berarti kedatangan, pendekatan, atau
sesuatu hal yang mendekati.[6]
Pendekatan yang dikhususkan oleh penulis di sini ialah pendekatan akan
kedatangan Kristus untuk kedua kali. Sehingga, penulis menawarkan istilah yang
memiliki hubungan dengan Adven sebagai penantian akan kedatangan Kristus, ‘Adventus
Christi’. Adventus Christi
ialah penantian akan kedatangan Kristus, sering diacukan kepada Kristus pada
penyempurnaan abad. Pada akhir zaman, Kristus akan kembali dalam kemuliaan dan
kekuatan di atas awan-awan sorgawi untuk menebus pilihanNya dan mengumpulkan
orang yang hidup dan mati kemudian dibangkitkan dari kematian pada penghakiman
terakhir (iudicium extremum).[7]
Seorang tokoh
yang bernama Michael Keene
menuliskan, Adven adalah saat persiapan untuk masa natal.[8]
Dalam buku yang dieditori oleh Samuel
Macauley Jackson, D.D., LL. D. dituliskan, istilah Adven pada mulanya
merupakan waktu atau saat-saat yang mengarah ke kelahiran Kristus, sehingga
adven merupakan waktu atau saat-saat persiapan natal. Kemudian, istilah ini
memiliki pengartian yang lebih luas, sebagai penantian kedatangan Kristus,
sehingga adven juga mengarah pada kedatangan kedua kali Kristus dan masa
penghakiman.[9]
Eskatologi berasal dari kata eskhaton
(Yun. escaton (n); escatoV (m) yang berarti ’terakhir, paling rendah, yang paling akhir dari
semuanya’.[10] Kittel menuliskan dalam
artikelnya ’escatoV’, istilah ini pada umumnya berarti sesuatu yang
terakhir baik berupa materi (Mat.5:26; Luk.12:59), ruang (Kis.1:8; 13:47), dan
waktu (Mat.12:45; 20:8f). Secara tidak langsung istilah ini menjadi istilah
teologi yang penting secara tidak langsung. Pada waktu bersamaan istilah ini
berarti penutup dari cerita sehingga dari waktu tersebut istilah eskaton dapat
menjadi tidak sama dengan peristiwa-peristiwa. Eskatologi dibawa dari
pengertian akhir zaman. Keseberagaman ungkapan yang dihasilkan menjadi
dijelaskan sebagian oleh penerjemah LXX הַיָמִים בְאַחֲרִית (hari terakhir) dan sebagian
pengaruh oleh kenabian ’hari TUHAN’. Akhir dimulai dengan kedatangan Yesus
(Ibr.1:2; 1Ptr. 1:20) tetapi penulis Kristen mula-mula juga melihat kehadiran
mereka sendiri sebagai akhir zaman, diperhadapkan pada pencurahan Roh Kudus
(Kis. 2:17) dan di lain pihak masa iblis, para pengejek, datangnya anti
Kristus, dll.(2Ptr. 3:3; Yud.18). Di waktu yang sama kedatangan akhir zaman
membawa akhir segala murka (Why. 15:1), menyelesaikan apa yang dibenci (1Kor.
15:26), memberitahukan bunyi terompet terakhir (1Kor.15:52), bangkit dari mati,
penghakiman dan keselamatan (Yoh.6:39f; 44,54;11:24;1Ptr.1:5).[11]
Richard Bauckham menuliskan eskaton adalah penciptaan
kembali oleh Allah atas dunia ini,[12]sama
seperti kebangkitan Yesus yang adalah pembangkitan oleh Allah atas Yesus dari
kematian. Teologi pengharapan dari Moltman bergantung pada pengharapan ini,
tidak pada dunia lain, tetapi pada transformasi ilahi atas dunia ini. Suatu
pengharapan yang dimunculkan oleh janji Allah dalam peristiwa Kristus, dan
sudah mempengaruhi dunia ini. Pengharapan ini terjadi pada mulanya dalam
kontradiksi, dengan menempatkan masa depan yang dijanjikan dari kenyataan itu
dalam pertentangan dengan kenyataan masa kini.[13]
Ia juga menuliskan pendapat Moltman
mengenai eskatologi ’eskatologi berbicara tentang Yesus Kristus dan masa
depanNya. Eskatologi Kristen mencari kecenderungan-kecenderungan rahasia
peristiwa penyaliban dan pembangkitan Kristus (Theology of Hope, 203),
yaitu maksud ilahi untuk masa depan yang tersembunyi dalam salib dan dinyatakan
dalam kebangkitan. Sama sekali tidak berarti bahwa peristiwa Kristus menyatakan
semacam rencana tentang sejarah masa depan, melainkan dalam kontradiksi yang
menyeluruh antara salib dan kebangkitan, dengan jelas janji-janji kebenaran
dipertentangkan dengan dosa, kebebasan dipertentangkan dengan keterbelengguan,
kemuliaan dipertentangkan dengan penderitaan, perdamaian dipertentangkan dengan
perselisihan, kehidupan dipertentangkan dengan kematian, peniadaan dipertentangkan
dengan ketiadaan, semuanya itu diarahkan oleh janji kehadiran Allah sebagai
lawan dari keadaan yang ditinggalkan oleh allah (Theology of Hope,
18,203,210-211)’.[14]
Eskatologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai
akhir zaman. Akhir zaman yang dimaksud ialah akhir dari segala sesuatu yang ada
di dunia ini. Penderitaan, ketidakadilan, perselisihan, ketiadaan, pengejek,
antikristus, kematian akan habis atau lenyap. Allah akan menyempurnakan
kerajaanNya di bumi ini. Pada masa itu, muncullah penghakiman terakhir,
kebangkitan orang mati, serta keselamatan. Setiap orang akan dihakimi menurut
perbuatan mereka di hari penghakiman kelak (Why.20:12). Orang menderita dan
kemudian mati oleh karena kesaksiannya akan Yesus Kristus maka ia akan
memerintah bersama dengan Kristus untuk masa seribu tahun (Why.20:4). Dalam
kedatangan Yesus kedua kali, semua orang mati menjadi hidup (Yoh.5:28-29).
Tubuh orang yang percaya akan dimuliakan (1Kor.15:51-54); Ia akan menghakimi
seluruh manusia (Mat.25:31-32;Why.20:12) dan membuat keputusan. Peristiwa
tersebut akan datang namun manusia tidak mengetahui (Mat. 24:36,42; Mrk.13:32).
Perayaan minggu Adven dalam
sejarahnya merupakan suatu persiapan umat Kristen yang ada di Spanyol untuk
menyambut minggu Epiphania.[15]
Hal itu diputuskan dalam Konsili Saragossa-Spanyol (380). Tujuannya agar
perayaan Epiphania tersebut dapat hikmad dan meriah. Sehingga, sejak tanggal 17
Desember hingga Epiphania pada tanggal 6 Januari, tak seorang pun diizinkan
absen dari gereja. Adven dilakukan selama sekitar empat puluh hari sebelum
tanggal 6 Januari.
Semula, masa
persiapan tidak ada dalam liturgi Roma, melainkan terdapat dalam liturgi
Spanyol dan
V.
Dasar Teologi Minggu Adven
Agama Kristen
dan agama Yahudi sampai saat ini memiliki suatu persamaan. Dapat dilihat bahwa
agama Kristen dan Yahudi sama-sama mengharapkan akan kedatangan Kristus (CristoV) atau Mesias yang berarti
orang yang diurapi. Orang Yahudi tidak mengenal istilah Adven namun, suasana
Adven sudah ada kepada mereka sebelum Kristen muncul. Orang Kristen menantikan
kedatangan Kristus yang kedua kali, sedangkan agama Yahudi menantikan
kedatangan Kristus untuk yang pertama sekali. Hal ini dikarenakan adanya
ketidak-puasan mereka terhadap Yesus sebagai Mesias. Mereka mengharapkan
Kristus itu mampu membebaskan mereka dari pemerintahan Romawi yang dipengaruhi
budaya Hellenis.
Agama Yahudi
menantikan kedatangan Mesias atau Kristus yang telah dinubuatkan dalam kitab PL
oleh para Nabi (misalnya, Mik. 5:1; Yes. 7: 14-15; Yes. 9:5; Yes.11: 1, dsb.)
untuk yang pertama kali. Agama Kristen juga menantikan Mesias atau Kristus yang
telah datang dan akan datang untuk keduakali dan bagaiamana kedatangannya (Luk.
17:24; Yak.5:8; II Ptr.3:12).
VI.
Hubungan Adven dengan
Eskaton
Dalam tahun liturgi
gereja-gereja protestant (misalnya, HKI, HKBP, GKPI, dsb.) maupun gereja
Katolik Roma, minggu Adven dijalankan selama 4 minggu. Setiap minggunya
memiliki thema yang berbeda-beda, dimana thema-thema tersebut memiliki suatu
dimensi eskatologis. Seorang teolog HKBP, Pdt.
B. H. Lumbantobing, M.Th. menuliskan dalam bukunya tentang thema-thema
Adven tiap minggunya, dimana thema-thema tersebut tidak terlepas dari eskaton,
dan thema-thema tersebut memiliki dimensi eskatologi.
¨
Adven I yang memiliki thema Tuhan yang akan datang pada akhir zaman.
¨
Adven II yang memiliki
thema pertobatan untuk menyongsong
Tuhan.
¨
Adven III yang memiliki thema kedatangan Tuhan di dunia ini sebagai penyelamat.
¨
Adven IV yang memiliki thema sukacita menyongsong Tuhan (Pujian Maria).
Jika thema
tersebut dijalani pada hari Senin hingga Sabtu, maka akan terlihat bahwa adanya
perbedaan antara Adven I dengan hari Senin hingga Sabtu pada Adven II, demikian
juga seterusnya hingga Adven IV.
Dalam tulisannya
juga dituliskan pada tradisi zaman dulu adven dilakukan dengan puasa, dimana
tradisi ini sudah mulai hilang.
Michael Keene menuliskan, selama masa Adven umat Kristen mengenang
kembali tiga macam kedatangan, yaitu:[20]
1. Kedatangan Yohanes Pembabtis, yang ditulis dalam Injil
sebagai utusan Allah, seorang yang diutus lebih dahulu untuk mempersiapkan
orang-orang akan kedatangan Yesus.
2. Kedatangan Mesias, kedatanganNya dinubuatkan di dalam Perjanjian Lama
oleh banyak para nabi tetapi seorang nabi yang paling dapat melihat persitiwa
itu dengan jelas adalah Yesaya.
Bacaan-bacaan dari kitab Yesaya ambil bagian dengan menonjol selama masa
Adven.
3. Kedatangan Yesus yang kedua kalinya, Putra Allah, menjadi hakim
pada akhir zaman.
Di antara ketiga
pengenangan di atas, beberapa gereja tidak pernah mengingat akan kedatangan
Yohanes Pembabtis, karena adanya pemahaman bahwa tokoh yang paling dinantikan
dalam Adven ialah perayaan hari Natal, maupun kedatangan Yesus kedua kali.
Seperti yang telah diketahui, Yohanes Pembabtis adaalah seorang tokoh Yahudi
yang bertugas untuk mempersiapkan kedatangan Mesias atau sebagai seorang
perintis jalan kedatangan Kristus (Mat.3:3) seperti yang telah dinubuatkan oleh
nabi Yesaya (Yes. 40:3).
Minggu-minggu
Adven memiliki dimensi eskatologis, dimensi ini ditunjukkan dengan beberapa
dekorasi dalam liturgi. Dekorasi itu bukanlah untuk mempengaruhi dimensi
eskatologis. Namun, dimensi tersebutlah yang berperan dalam dekorasi dalam
gereja maupun dalam keluarga. Adapun dekorasi yang digunakan selama
minggu-minggu Adven ialah Korona Adven
atau lingkaran Adven. Lingkaran atau korona Adven melambangkan penantian akan
kehidupan kekal. Di atas korona Adven, didirikan empat lilin Adven yang
melambangkan empat minggu Adven serta melambangkan terang Allah. Kemudian,
korona Adven dihiasi dengan dahan-dahan cemara hijau sebagai tanda harapan.
Selain itu, korona Adven dihiasi dengan pita ungu sebagai tanda pertobatan.
Selain itu, warna merah turut menghiasi
korona Adven sebagai tanda cinta kasih. Keempat lilin Adven tidak dinyalakan
sekaligus. Pada minggu I Adven, lilin dinyalakan satu; pada minggu II Adven,
lilin dinyalakan dua; hingga minggu IV Adven, keempat lilin Adven dapat
dinyalakan sekaligus.[21]
VII.
Peranan Dimensi Eskatologis
Minggu-Minggu Adven
i.
Keluarga
Dimensi
Eskatologis minggu-minggu Adven memiliki peranan dalam rumah tangga Kristen.
Sehingga Kristen dapat merasakan bagaimana meriahnya atau gembiranya ketika
perayaana
Kesiapan
keluarga Kristen tersebut dapat terlihat dalam dekorasi yang dilakukan di
rumah. Selain itu, kesiapan itu dapat dilakukan dengan melakukan pembacaan dan
perenungan nas Alkitab serta membaca buku-buku yang membahas seputar Adven.
Selain itu, tidak sibuk dengan urusan duniawi yang dapat menghalangi hubungan
dengan TUHAN. Artinya, menyediakan waktu khusus untuk berdoa dan melakukan
ibadah harian bersama keluarga, setengah sampai satu jam waktunya sudah cukup.
Peranan dimensi ini juga dalam kesiapan keluarga Krsiten tampak dalam sikap
rumah tangga Kristen untuk melakukan puasa.[22]
Dimensi
eskatologi dalam minggu-minggu Adven juga berperan dalam memberikan pengharapan
kepada keluarga. Keluarga Kristen yang siap menyambut kedatangan Kristus kedua
kali justru mengharapkan kedatangan Tuhan segera terwujud. Selain itu, dimensi
eskatologi dalam minggu-minggu Adven berperan untuk mengajak keluarga Kristen
untuk kembali mengoreksi diri dan mengarahkan kembali hidup pada Tuhan (Mark.
1:4). Ajakan ini bertujuan supaya ketika apa yang diharapkan nyata atau tiba,
maka keluarga Kristen tersebut sudah dalam keadaan suci.[23]
Setelah anggota
keluarga Kristen menyadari kesalahan yang telah dilakukan dan melakukan
pertobatan, maka peran dimensi ini mengajak keluarga tersebut untuk rendah
hati. Keselamatan adalah pemberian Allah dan merupakan anugrah dariNya.
Menyadari dengan rendah hati bahwa manusia serba lemah di hadapan Allah, maka
manusia mutlak membutuhkan pertolongan Allah.[24]
Dari penjelasan
di atas, keluarga Kristen justru tidak sibuk untuk mempersiapkan diri menyambut
tahun baru misalnya membuat kue. Selain itu, keluarga Kristen tidak perlu sibuk
untuk melakukan perayaan natal di minggu-minggu Adven, agar perayaan
ii.
Gereja
Peranan Dimensi Eskatologi
minggu-minggu Adven dalam gereja pada saat ini tidaklah begitu tampak. Hal ini
dikarenakan gereja selalu sibuk dalam perayaan-perayaan
Penulis menawarkan beberapa peranan dimensi eskatologi
minggu-minggu Adven yang mempengaruhi gereja, yakni:
i.
Tampak dalam warna liturgi yang digunakan. Pada masa minggu
adven, warna liturgi yang digunakan ialah warna ungu. Warna ungu memiliki
pengartian sebagai lambang penyerahan
diri, pertobatan, dan permohonan belas kasihan Allah atas orang diri yang
meninggal dan yang masih hidup.[25]
ii.
Begitu juga dengan musik,
nyanyian, atau dekorasi. Dimensi eskatologi
mempengaruhi jenis musik, nyanyian, atau dekorasi. Sehingga musik, nyanyian
atau dekorasi dalam gereja tidak sama dengan musik, nyanyian atau dekorasi di
minggu-minggu lainnya, misalnya Paskah, Epiphania, dsb.
iii.
Dimensi eskatologis dalam
minggu-minggu Adven juga turut berperan mempengaruhi thema-thema yang terdapat
dalam liturgi gereja.[26]
Hal itu tampak dalam ayat, doa, nyanyian yang digunakan dalam peribadahan.
iv.
Sama halnya dengan keluarga,
dimensi eskatologis juga beperan memberikan suatu pengharapan kepada gereja. Hal tersebut nyata dalam
liturgi yang telah disusun di ibadah. Dalam liturgi tersebut, gereja
diperhadapkan kepada kedatangan Kristus kedua kali serta jemaat dalam
peribadahan seolah-olah ikut merasakan kemuliaan Kristus. Di minggu-minggu
Adven, dimensi ini turut juga berperan agar gereja juga turut memberikan
harapan itu kepada masyarakat yang sudah tidak berpengharapan lagi, masyarakat
yang menderita, dsb. (Luk.4: 18-19). Maksudnya, gereja turut juga memberikan
pengharapan eskatologis kepada masyarakat secara universal tanpa memandang
agama, ras, golongan, keluarga, dan sebagainya.
iii.
Masyarakat
Peranan dimensi eskatologis dalam beberapa masyarakat
(negara) merupakan suatu yang dinantikan, bahkan diharapkan segera datang.
Namun, di beberapa masyarakat atau negara, dimensi ini merupakan suatu ancaman.
Peranan dimensi ini juga dapat merubah struktural yang ada di dunia ini, atau
bahkan keadaan dunia ini.
Seperti
penjelasan di atas, dimensi ini dapat berperan sebagai pemberi harapan akan kedatangan Yesus kedua kali. Harapan itu merupakan
suatu kerinduan untuk mendapatkan kebebasan, atau merindukan suatu kemerdekaan
dari penderitaan yang dihadapi. Masyarakat yang berada dalam penderitaan,
keterasingan, terpinggirkan atau negara yang merindukan suatu kemerdekaan yang
sepenuhnya mengharapkan supaya dimensi itu terjadi. “Kita
ini adalah makhluk zaman. Kita bergerak ke masa depan melalui masa sekarang
yang berdasarkan masa lalu tertentu. Selanjutnya, pernyataan-pernyataan tentang
akhir zaman mengungkapkan apa yang kita antisipasi di masa depan berdasarkan
pengalaman kita sekarang akan janji keselamatan dalam Kristus.”[27]
Dari penjelasan tersebut, Otto Hentz ingin mengatakan manusia yang hidup
pada masa sekarang sedang mengalami proses menuju hidup yang akan datang hingga
menuju akhir zaman. Apa yang menjadi pertanyaan kita mengenai akhir zaman
merupakan sesuatu yang kita antisipasi ketika masa itu datang. Sehingga ketika
hari itu tiba, kita tidak terkejut lagi karena kita telah mengantisipasi
sebelum hari itu terjadi.
. Peranan dimensi eskatologis ini merupakan suatu
ancaman bagi masyarakat atau negara-negara yang menganggap dirinya kuat, super power. Selain itu, dimensi ini
berperan sebagai pemberitahu bahwa
segala kerajaan atau pemerintahan di dunia atau keuasaan akan segera berakhir
atau musnah. Kerajaan di dunia ini akan digantikan oleh Kerajaan Allah.
Allah akan memerintah penuh atas dunia dan dunia berada di bawah kekuasaanNya
penuh.
Sehingga di
minggu-minggu Adven, masyarakat atau negara turut serta menghadirkan dimensi
eskatologis kepada orang-orang miskin, menderita, terlantar. Sehingga pada
tujuan pendek[28]
minggu-minggu Adven tiba, seluruh warga masyarakat bergembira menyambut hari
VIII.
Penjelasan Lanjutan
Menurut saya, Tahun Liturgi
gerejawi disusun untuk merenungkan kembali kisah kehidupan Yesus Kristus, mulai
dari kelahiranNya, hingga Ia dimuliakan oleh Bapa. Selain itu juga, Tahun
Liturgi mengajak seluruh umat Kristen hidup dalam kedisiplinan melakukan
perayaan itu, sesuai dengan thema minggu-minggu peayaan dalam Tahun Liturgi
tersebut.
Adven merupakan
masa penantian kedatangan Kristus kedua kali dan merupakan persiapan
Hal tersebut
tampak dalam ketidaksabarannya gereja atau persekutuan Kristen lainnya untuk
meryakan
IX.
Kesimpulan
Adven merupakan bagian dari
Tahun Liturgi Gerejawi, serta permulaan dalam Tahun Liturgi Gereja. Dari
pernyataan ini, berarti Tahun Liturgi dimulai atau dibuka dengan suatu dimensi
eskatologis. Oleh karena itu, seluruh tahun Liturgi Gerejawi memiliki suatu
dimensi eskatologi yang telah dimulai dalam minggu Adven.
Eskatologis merupakan suasana keadaan kedatangan Kristus
kedua kali. Yesus datang ke dunia ini. Dengan kata lain, Yesus yang datang
untuk menjemput dan menghakimi orang yang hidup dan mati. Setiap orang akan
dihakimi menurut perbuatannya (bdk. Wahyu 20: 13). Itu berarti, tidak jaminan
bila manusia hanya beriman, tetapi manusia harus berbuat sebagai buah atau
penampakan dari imannya. Karena penghakiman tidak melihat seberapa besar iman,
namun apa yang diperbuat sesuai dengan iman selama hidup di dunia.
Adven dirayakan 4 minggu sebelum tanggal, 25 Desember. Pada
mulanya minggu-minggu Adven dilaksanakan sebagai persiapan menyambut Epifani,
sehingga perayaan Epifani menjadi berbeda, lebih hikmad, lebih kusuk, dan
sebagainya. Setiap minggu-minggu Adven memiliki thema yang berbeda, namun
masing-masing thema memiliki dimensi yang sama, ‘dimensi eskatologis’.
Sangatlah mengherankan jika beberapa gereja atau kumpulan
Kristen lainnya merayakan
Dimensi eskatologis minggu-minggu Adven memiliki beberapa
peranan dalam kehidupan rumah tangga Kristen, gereja, maupun masyarakat.
a. Mengajak segenap rumah
tangga Kristen, gereja, masyarakat untuk merenungkan kembali hidupnya, dan
berbalik kepada Allah.
b. Mengarahkan segenap rumah
tangga Kristen, gereja, serta masyarakat akan datangnya Kerajaan Allah di bumi,
dimana Allah akan memerintah penuh di bumi. Di dalam masalah sosial, masyarakat
diarahkan kepada adanya suatu keadaan yang merdeka penuh tanpa adanya isak
tangis, dan semua makhluk bernyanyi memuliakan nama TUHAN.
c. Dimensi tersebut juga
memberikan pertolongan bagi orang-orang yang membutuhkan. Misalnya dengan
memberikan bakti
d. Peranan dimensi ini juga
mengajarkan setiap umat Kristen untuk memiliki rasa solidaritas terhadap
orang-orang yang lemah, miskin, menderita, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Buckham, Richard
1996 Teologi Mesianis: Menuju Teologi
Mesianis Menurut Jürgen Moltman,
Browning, W.R.F.
2007 Kamus Alkitab: Panduan dasar ke dalam kitab-kitab, tema, tempat,
tokoh, dan istilah Alkitabiah,
Jakarta: BPK-GM.
Chupungco, Anscar J.
1987 Penyesuaian
Liturgi Dalam Budaya,
Hentz,
Otto
2005 Pengharapan Kristen: Kebebasan,
Kerajaan Allah, Akhir Zaman, Kematian, Kebangkitan, Neraka, Pemurnian,
Keabadian, Penghakiman, Yogyakarta: Kanisius
Jackson, Samuel Macauley (edit),
1949 The
New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge: vol. 1,
Keene, Michael
2005 Kristianitas:
Sejarah, Ajaran, Ibadat, Keprihatinan, Pengaruhnya Di Seluruh Dunia,
Kittel, Gerhard (edit),
1976 Theological Dictionary of The New
Testament, vol. II Grand Rapid,
Lumbantobing, Bonar
2004 Natal
“yang Terlupakan”: Demi Spiritualitas Berkeadilan, Pematangsiantar,
Hendrik Offset
Martasudjita E.,
1999 Pengantar
Liturgi: Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi,
Mounce, William D.
2002 The Analytical Lexicon to The Greek New
Testament,
Muller, Richard A.
1986 Dictionary
of Latin and Greek Theological Terms: Drawn Principally from Protestant
Scholastic Theology,
Newman, Barclay M.
2004 Kamus Yunani –
Poerwadarminta, W.J.S., dkk.
1969 Kamus Latin –
Rachman, Rasid
2005 Hari
Raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja,
Windhu,
2007 Tuntunan
Cepat dan Lengkap Memahami Natal: Pengembangan Jemaat
[1]
Istilah Tahun Liturgi pertama kali digunakan oleh Johanes Pomarius, seorang
ahli liturgi dari Gereja Lutheran, pada tahun 1589 untuk menyebut keseluruhan
perayaan liturgi sepanjang tahun. Istilah ini digunakan pertama kali oleh
gereja Katolik secara resmi dan meriah dalam dokumen Konsili Vatikan II tentang
Liturgi (SC = sacrosanctum Consilium,
Konstitusi Konsili Vatikan II tetang
Liturgi 107). Sehingga pengertian Tahun Liturgi disusun dan
dikembangkan. Sejak itu Tahun Liturgi dimengerti sebagai perayaan Gereja yang
mengenangkan misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus dalam rangka
perjalanan peredaran lingkaran tahun. (lih. E. Martasudjita, Pr. Pengantar
Liturgi: Makna, Sejarah, dan Teologi Liturgi,
[2] I. Marsana Windhu, Tuntunan
Cepat dan Lengkap Memahami Natal: Pengembangan Jemaat (
[3]
Bdk. Bonar Lumbantobing,
[4]
Berkat yang dimaksudkan di sini ialah uang ucapan terima kasih (bahasa batak: Hamauliateon) yang sering diberikan oleh
pihak yang mengadakan acara perayaan
[5] I.
Marsana Windhu, Op. Cit. 16
[6]
W.J.S. Poerwadarminta, dkk. Kamus Latin –
[7]
Richard A. Muller, Dictionary of Latin and Greek Theological Terms: Drawn Principally
from Protestant Scholastic Theology, (Grand Rapids, Michigan: Baker Book
House, 1986), 27
[8]
Michael Keene, Kristianitas: Sejarah, Ajaran, Ibadat, Keprihatinan, Pengaruhnya Di
Seluruh Dunia, diterjemahkan oleh F.A. Soeprapto, (
[9]
Samuel Macauley Jackson (edit), The New Schaff-Herzog Encyclopedia of
Religious Knowledge: vol. 1, (Grand Rapids, Michigan, 1949), 55 -56
[10]
Barclay M. Newman, Kamus Yunani –
Indonesia, (
[11]
Gerhard Kittel: escatoV, dalam buku Gerhard Kittel (edit),
Geoffrey W. Browmiley (penerjemah), Theological
Dictionary of The New Testament, vol. II (Grand Rapid, Michigan: W.M.B.
Eermans Publishing Company, 1976), 697
[12]
Tulisan ini dikutip oleh Richard Bauckham dari A.J. Heschel, The Prophets (New York: Harper
& Row, 1962), 235
[13]
Richard Buckham, Teologi Mesianis:
Menuju Teologi Mesianis Menurut Jürgen Moltman, Liem Sien Kie (penerjemah),
(Jakarta: BPK-GM, 1996), 46-47
[14] Ibid, 44-45
[15]
Kata Epiphania berasal dari bahasa Yunani (epifaeia)
yang berarti penampakan diri, kedatangan, atau kelihatan. Perayaan ini berasal
dari Mesir dalam perayaan musim salju yang dirayakan pada tanggal 6 Januari.
Pada tanggal inilah dijadikan sebagai perayaan kelahiran Yesus Kristus. Bagi
masyarakat Mesir, pada tanggal 5-6 Januari orang-orang Aleksandria merayakan
Dewa Aion (Dewa Waktu dan Keabadian). (lih. Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi: Sejarah
dan Pesan Pastoral Gereja, (
[16] Ibid, 112-113 bdk. Anscar J. Chupungco, Penyesuaian
Liturgi Dalam Budaya, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), 38. Dalam buku yang
dituliskan oleh Chupungco, sebelum
minggu Adven diadopsi oleh gereja Roma, perayaan Epiphani terlebih dahulu
diadopsi oleh gereja Roma pada abad IV dari gereja Timur.
[17]
I. Marsana Windhu, Op.cit, 20
[18]
Bonar Lumbantobing, Op. cit, 34
[19] Ibid, 37
[20]
Michael Keene, Loc. it
[21]
Bdk. Perayaan Hanukkah, dalam
perayaan pentahbisan Bait Allah dalam tradisi Yahudi. Perayaan Hanukkah dirayakan selama delapan hari.
Delapan lilin dinyalakan satu per satu setiap hari hingga genap lilin pada hari
kedelapan (I. Marsana Windhu, Op.cit,
21 – 22.
[22]
Puasa yang dimaksudkan di sini, bukanlah suatu kegiatan untuk tidak makan
setengah hari atau bahkan 40 hari. Namun, puasa yang dimaksudkan di sini ialah
mengurangi dari semula. Artinya, sebelum Adven tiba, yang biasanya uang yang
kita pakai setiap hari ialah Rp. 25.000,-. Namun, ketika Adven tiba uang yang
kita pakai sebanyak Rp. 25.000,- berkurang menjadi Rp.15.000,-. Selebihnya
dapat ditabung hingga minggu Adven berakhir. Setelah minggu Adven berakhir,
uang yang ditabung setiap harinya diberikan sebagai sumbangan kepada
panti-panti, atau kepada orang miskin. Kegiatan tersebut dapat penulis katakan
sebagai puasa dan dapat memberikan bakti
[23] Suci yang dimaksudkan di sini
bukanlah suatu kegiatan untuk mengurung diri dalam kamar, berdoa, kemudian
memakai pakaian yang serba panjang yang dapat menutup seluruh bagian tubuh
mulai dari kepala hingga kaki, hanya bagian mata saja yang tidak ditutup. Namun
suci yang dimaksudkan di sini ialah Kudus juga berarti segala sesuatu yang
terpisahkan (dikhususkan) dari kebiasaan atau hal-hal yang duniawi (W.R.F.
Browning, Kamus Alkitab: Panduan
dasar ke dalam kitab-kitab, tema, tempat, tokoh, dan istilah Alkitabiah,
Lim Khiem Yang dan Bambang Subandrijo (penerjemah), (
[24]
Lihat dan bandingkan I. Marsana Windhu, Op.cit,
43-46
[25]
E. Martasudjita, Op.cit. 132.
[26]
Liturgi yang dimaksudkan di sini adalah susunan tata kebaktian yang digunakan
dalam pelaksanaan peribadahan. Beberapa gereja telah membukukan liturgi gereja
yang dipakai setiap minggunya, misalnya gereja HKBP, HKI, GKPI, dsb. Buku yang
berisikan susunan tata kebaktian dalam ibadah (liturgi) dinamakan Agenda.
Selain itu berisikan liturgi yang dipakai tiap minggunya, buku Agenda juga
berisikan tata ibadah (liturgi) yang akan dipakai dalam suatu acara tertentu,
misalnya acara pernikahan.
[27] Otto Hentz Sj, Pengharapan Kristen: Kebebasan, Kerajaan Allah, Akhir Zaman,
Kematian, Kebangkitan, Neraka, Pemurnian, Keabadian, Penghakiman, Sikun
Pribadi (penerjemah), (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 62
[28]
Menurut pengamatan penulis, tujuan minggu-minggu adven ada dua, yakni:
1.
Tujuan Pendek, sebagai persiapan akan perayaan
2.
Tujuan Panjang, sebagai persiapan akan kedatangan
Krsitus Kedua kali.
[29] Rasid
Rachman, Op.cit, 115