BAHAN KHOTBAH
MINGGU VII SETELAH
TRINITATIS
Minggu, 04 Agustus
2019
Ev.: Habakuk 3: 14
– 19; Ep.: 1 Tessalonika 4: 13 – 18; Hukum Taurat I – X
TUHAN ADALAH
KEKUATAN DAN PERISAIKU!
Oleh : Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.
Pengantar
Dimanakah TUHAN ketika terjadi penindasan,
ketidakadilan, kekerasan, perkelahian, permusuhan bahkan sampai peperangan yang
mengakibatkan korban fisik, psikis dan korban nyawa? Apakah TUHAN tidak mampu
menghentikan semuanya jenis kejahatan yang telah terjadi di dunia ini? Apakah TUHAN
kalah atau tidak mampu menghardik semua, seperti Allah melalui Yesus Kristus menghardik
angin ribut ketika Yesus bersama muridnya menyeberangi danau ke Gerasa (Luk. 8:
22 – 25)? Dimanakah TUHAN ketika terjadi keributan di dalam Rumah Ibadah? Apakah
iblis semakin berkuasa terhadap dunia terlebih terhadap orang yang percaya dan
setia? Beberapa pertanyaan tersebut bisa saja terdapat di dalam beberapa orang setelah
melihat kenyataan yang ada di depannya, yang telah ia dengar.
Dengan
melihat itu semua, sebagai umat yang percaya apa yang harus menjadi respon kita
terhadap semua kejadian tersebut? Bagaimana kita melihat karya Allah yang
menyelamatkan atau membebaskan dalam realita kejahatan yang terjadi? Itulah yang
menjadi pergumulan beberapa nabi di zaman Perjanjian Lama, salah seorang nabi
tersebut adalah Habakuk. Habakuk melihat kejahatan semakin bertambah, sedangkan
orang yang saleh menjadi korban dari kejahatan yang terjadi. Habakuk dalam awal
pemberitaan menyatakan suatu bentuk seruan/ keluhan: “berapa lama lagi, TUHAN,
aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepadaMu: “Penindasan!”
tetapi tidak Kautolong? Kemudian akhir dari pemberitaannya dalam kitab Habakuk
ini adalah jawaban dari keluhannya tersebut. Apa hubungannya dengan teks khotbah
ini? Saya akan mengajak kita pada penjelasan nas khotbah ini.
Penjelasan Nas
Nama
Habakuk dalam bahasa Ibrani “habaq”, dapat diartikan “memeluk/ merangkul”. Dalam bentuk aktif, kata ini juga dapat
berarti “seseorang yang memeluk atau merangkul”, secara psikologi rangkulan
atau pelukan memiliki arti suatu bentuk sayang/ cinta, kehangatan, bisa jadi
sebagai penguatan, atau suatu bentuk empati terhadap yang apa yang dialami oleh
yang memeluknya. Dalam hal ini, siapa yang memeluk, dan siapa yang dipeluk nyata
dalam pemberitaan nabi Habakuk. Sang pemeluk adalah TUHAN, Allah Israel,
sedangnkan yang dipeluk adalah umat Israel. Mengenai tahun penulisan dan pada
masa perintahan, tidak ada disebutkan dalam kitab ini, seperti kitab para nabi
sebelumnya (misal. Yesaya, Yeremia, dan nabi lainnya). Namun apabila dilihat
dari pemberitaannya, adanya satu kerajaan yang dinyatakan, yaitu kerajaan
Kasdim. Kerajaan Kasdim, merupakan bibit dari kerajaan Babelonia, artinya
kerajaan Babelonia adalah perkembangan dari Kerajaan Kasdim. Kerajaan Babelonia
baru dikenal ketika Nebukadnezar telah menjadi raja. Sebelum Nebukadnezar, raja
yang memimpin kerajaan Kasdim adalah: Asyumasirpal II (883-859 sM) membedakan
rakyatnya dari orang-orang yg diam di Babel paling utara, dan Adad-nirari III
(kr 810 sM) menyebut beberapa pemimpin orang Kasdim di antara taklukannya.
Ketika Marduk-apla-iddina II, pemimpin daerah Bit-Yakin dari Kasdim, merebut
takhta Babel pada thn 721-710 dan 703¬702 sM. ia mencari pertolongan dari
negeri-negeri barat terhadap Asyur (Yesaya 39: MERODAKH- BALADAN). Nabi Yesaya
memperingatkan bahaya atas Yehuda bila membantu pem-berontak dari Kasdim
(Yesaya 23: 13), dan menubuatkan kekalahan mereka (Yes 43:14), setelah serbuan
pertama oleh Sargon pada thn 710 sM. Karena Babel pada waktu itu di bawah
seorang raja Kasdim, maka 'Kasdim' dipakai sebagai sinonim bagi Babel (Yesaya
13: 19; 47:1, 5; 48:14.20). Ketika Nabopolasar, seorang wali negeri Kasdim
asli, menduduki takhta Babel pada thn 626 – 605 sM, ia memulai suatu wangsa yg
menjadikan nama Kasdim masyhur.[1]
Pada
saat pemerintahan Nabopolasar, raja Kasdim Yehudia dipimpin oleh raja Yoyakim
(memerintah tahun 609-598 SM) (nama aslinya adalah Elyakim (2 Raja-raja 23: 34)
yang kemudian Nekho menyebut Elyakim sebagai Yoyakim). Pada saat itu, Yehuda
telah dijajah oleh Mesir yang dipimpin oleh Fir’aun Nekho. Dalam tradisi bangsa
semit, apabila satu bangsa menjajah bangsa lain, maka bangsa yang jajah
tersebut wajib mematuhi ilah atau peragamaan yang menjajah. Dalam hal ini, Yoyakim
tunduk kepada ilah atau aturan agama Israel, sehingga disebutkan bahwa Yoyakim
melakukan yang jahat di hadapan Allah. Selain itu, sebagai bangsa jajahan Yoyakim
harus memberikan upeti kepada Nekho, Fir’aun Mesir. Sehingga untuk memberikan
upeti yang banyak maka Yoyakim melakukan penindasan, merampas harta rakyatnya. Terjadi
korupsi yang begitu hebat dan pajak yang
terlalu tinggi dilakukan oleh Yoyakim, membuat orang Israel mengalami semakin
menderita. Pemerasan; ketidakadilan; hukum tidak berjalan sebagaimana seharusnya;
kejahatan semakin banyak terjadi; kelaliman pun terjadi; penganiayaan dan
berbagai kejahatan lainnya. Hal yang demikianlah yang dikeluhkan oleh Habakuk. Dengan
kata lain, Habakuk melakukan pemberitaan kenabiannya pada zaman sebelum
pembuangan, dan sezaman dengan nabi Yeremia, Zefanya.
Setelah terjadi
semuanya itu, lahirlah suatu kerajaan setelah Nebukadnezar (605 SM-562 SM)
menjadi raja kerajaan Kasdim yang kemudian disebut dengan kerajaan Babelonia.
Habakuk melihat munculnya kerjaan Babelonia merupakan ancaman hebat bagi Mesir
dan Yehudia. Maka Habakuk dengan pemberitaan kenabiannya menyatakan bahwa Kasdim
(yang disebut juga Babelonia) merupakan satu kerajaan yang akan dipakai oleh
TUHAN, Allah Israel mengalahkan Mesir dengan kesombongannya dan mematahkan
tradisi keilahan yang kalah karena Yehuda kalah terhadap Mesir, serta kepatuhan
ilah bangsa yang kalah terhadap ilah yang bangsa yang menang. Habakuk melihat
dan menyatakan pemberitaan bahwa TUHAN telah bekerja menyatakan dan mematahkan
tradisi tersebut. Habakuk menyatakan keadilan dan kuasa TUHAN yang tidak bisa
dibatasi oleh tradisi atau pola pikir manusia, bahkan kusa TUHAN mengatasi kuasa
segala penguasa dan kerajaan. Dengan kata lain, kerajaan Kasdim yang dinyatakan
oleh Habakuk adalah alat TUHAN menyatakan, bahwa TUHAN telah bekerja (tidak
akan bekerja tetap telah dan selalu bekerja) menyatakan keselamatan bagi umat. Sehingga
segala orang saleh tidak akan sia – sia akan kesalehannya; dan orang benar
tidak akan sia – sia melakukan yang benar karena TUHAN ada dan tetap ada (Habakuk
1: 5 – 2: 20).
Dalam situasi
demikian, setelah Habakuk melakukan pemberitaan kenabiannya maka ia menyatakan doa,
dimana doanya merupakan suatu ratapan (namun tidaklah berasal atau sama dengan
kitab Ratapan Yeremia). Doa Habakuk inilah yang menjadi nas khotbah minggu ini.
Dapat dilihat mengenai doanya yang disampaikan, dimana doa Habakuk ini memiliki
2 topik yang penting yaitu: Habakuk 3: 1 – 12: yaitu pengakuan akan kemahakuasaan
TUHAN serta kemuliaan TUHAN terhadap segala bangsa (termasuk: Mesir, Assyur)
dan kemahakuasaan serta kemuliaan tersebut adalah sebagai hukuman atau
kebinasaan bagi bangsa yang melakukan kejahatan; melakukan ketidakadilan; melakukan
penindasan dan berbagai kejahatan lainnya. Habakuk mengingat kembali mengenai kemahakuasaan
TUHAN dalam memebaskan Israel dari perbudakan Mesir. Kemudian Habakuk 3: 13 –
19, yang merupakan pengakuan bahwa Kemahakuasaan serta kemuliaan TUHAN untuk
membebaskan umatnya; menyatakan keselamatan bagi bangsa/ umat-Nya.
Walapun nas
khotbah yang ditetapkan diawali pada ayat 14, namun saya menyarankan agar kita
melihat ayat 13 mengenai kemahakuasaan TUHAN untuk menyelamatkan umat Allah, dengan
meremukkan segala rumah orang – orang fasik sampai datar dengan batu yang
penghabisan (suatu hal yang menyatakan rata dengan tanah) (bdk. Habakuk 3: 7 = seperti
yang dilakukan oleh hakim Gideon melawan bangsa Midian). Penyataan kemahakuasaan
TUHAN ini merupakan penyataan akan keadilan Allah terhadap bangsa yang sombong
dan yang melakukan kejahatan tersebut, besarta apa yang akan diperoleh oleh
orang – orang yang berseru kepada-Nya. Bagaimana
Allah melakukan hal demikian:
1.
Ay. 14: menusuk dengan anak panahnya sendiri: siapa
yang bersandar pada pedang, maka ia akan mati dengan pedangnya sendiri. Demikianlah
ay. 14 ini menyatakan justru Allah akan mematahkan segala kekuatan perang (yang
digambarkan anak panah – senjata yang dipakai dalam peperangan dengan target
atau fokus tertentu) justru dengan itulah bangsa jahat itu akan mati. Habakuk
melihat, bahwa orang – orang jahat dan pasukannya telah bersorak – sorai dengan
kesakitan atau penderitaan orang – orang lemah; kesombongan dengan kekuatan perang
yang mereka miliki seolah – olah tidak ada kerjaan yang mampu mengalahkan
mereka, namun kesombongan mereka tersebut justru menjadi malapateka bagi mereka.
2.
Ay. 15: Dengan kuda-Mu, mgninjak laut, timbunan
air yang membuih. Kita diingatkan dengan bagaimana orang Israel yang telah
dikejar bangsa Israel dengan kekuatan kuda mereka di laut Teberau (Kel. 14). Namun
dengan kemahakuasaan TUHAN yang dilambangkan dengan kuda (kuda diartikan dengan
kekuatan perang), bangsa itu dapat berjalan di tengah laut tersebut, sedangkan
kuda Mesir yang berarti kekuatan perang Mesir tenggelam di tengah laut. Perlu ditekankan
bahwa keselamatan yang dilakukan TUHAN terhadap bangsa Israel, umat pilihan-Nya
bukanlah karena alat – alat perang Israel tetapi TUHAN sendiri yang bertindak
menyatakan Kemahakuasaan-Nya mengalahkan segala kuasa yang ada di segala bangsa
atau tempat dan waktu.
Di ay. 15: Dengan
semuanya itu terjadi, Habakuk menyatakan bahwa gemetarlah hatinya, menggigil bibirnya,
tulang -tulangnya seolah – olah kemasukan sengal (pegal, nyeri, encok), dan
gemetar yang merupakan suatu bentuk ketakutan yang sangat luar biasa, atau
bahkan suatu bentuk pergumulan yang sangat hebat yang dapat menyerang secara
psikis (kejiwaan) dan bahkan berpengaruh kepada tubuh sampai ke tulang –
tulang. Mendengar Kemahakuasaan TUHAN yang menghancurkan bangsa yang sombong
dan yang angkuh dan yang melakukan kejahatan seperti yang telah TUHAN telah
lakukan dalam membebaskan Israel dari perbudakan Mesir maka suatu kebinasaan
akan terjadi dan tidak ada yang dapat bertahan berdiri karena ketakutan yang
sangat luar biasa tersebut. Maka ketika hal itu terjadi ketika TUHAN memakai Babel,
Kerajaan yang baru berkembang pada zamannya akan membinasakan dan menghancurkan
kerajaan yang dulunya sombong. Tidak dapat dibayangkan bagaimana jika Allah
sendiri langsung melakukannya tanpa melalui bangsa Babel. Bumi pun akan gemetar,
bahkan tidak ada yang dapat bertahan. Namun, karena Allah ada dipihak orang –
orang yang benar dan yang saleh, maka nyatalah bagaimana pertolongan TUHAN yang
tidak pernah terlambat itu akan menyelamatkan. Di hari kesusahan yang akan
terjadi, hari di mana peperangan besar akan terjadi (antar Babel dengan Mesir termasuk
daerah jajahan Mesir seperti Yehuda) maka Habakuk siap menghadapi dengan tenang
menantikan itu semua terjadi.
Ay. 17 sekalipun
pohon ara tidak berbunga, dan pohon anggur tidak berbuah, dan hasil pohon zaitun
mengecewakan. Pohon ara, pohon anggur, dan pohon zaitun merupakan jenis
tumbuhan yang banyak ditemukan di Israel. Ketiga pohon tersebut memiliki
pengertian sebagai berikut: pohon ara melambangkan kemakmuran/ kejayaan, damai
sejahtera, pedoman kehidupan yang baik; pohon anggur melambangkan kelimpahan,
kebahagiaan; sedangkan pohon zaitun melambangkan kesukaan, keistimewaan, kecakapan.
Seandainya ketiga pohon itu justru sebaliknya yang terjadi, yang terjadi justru
malapetaka, kehancuran, kebobrokan dan tidak elok dipandang atau dianggap tidak
ada arti. Bahkan ketika tanah tidak dapat lagi menghasilkan buah (kelaparan),
semua ternak tidak ada lagi (kemiskinan) akan terjadi. Suatu kondisi yang super
– super menderita dan tidak ada lagi yang dapat diharapkan di dunia ini.
Namun Habakuk
dengan tegas mengatakan: aku akan bersorak-sorai di dalam TUHAN, beria-ria di
dalam Allah yang menyelamatkan aku. Allah, TUHANku itu kekuatanku, ia membuat
kakiku seprti kaki rusa (menyatakan suatu kondisi yang penuh kegirangan,
sukacita), Ia membiarkan aku berjejak di bukit – bukitku (menyatakan kondisi
yang penuh dengan ketenangan dan berdiam bersama Allah (bukit diartikan sebagai
tempat kediaman ilah/ allah/ atau sumber pertolongan (bdk. Mzm. 121)). Habakuk
dengan tegas bahwa bersama Allah, ia akan beroleh sukacita yang tidak mungkin
dapat diberikan oleh dunia ini. Bersama TUHAN ia beroleh sukacita menghadapi
segala penderitaan yang terjadi. TUHANlah yang menjadi Allah Pelindung baginya,
TUHANlah yang menjadi kekuatannya dan perisai bagi hidupnya menghadapi segala
sesuatu kekecewaan, kejahatan atau bahkan pergumulan yang dihadapi. Pertolongan
TUHAN tidak akan terjadi atau berlangsung, tetapi pertolongan TUHAN telah akan
akan selalu terjadi dan berlangsung. TUHAN tidak bekerja seperti apa yang
dipikirkan atau diminta oleh manusia, tetapi TUHAN memiliki cara tersendiri
dalam menyatakan karya keselamatan dan pembebasan bagi orang yang setia kepada-Nya.
Refleksi Teologi
Bagaimana respon
kita menyikapi bahwa TUHAN yang telah dan selalu bekerja melakukan rancangan
keselamatan bagi kita. Tidak bisa kita pungkiri, semakin meningkatnya zaman, manusia
sudah diarahkan kepada sikap konsumerisme yang ekstrim bahkan diarahkan kepada
serba instan. Sudah banyak manusia tidak lagi percaya bahwa TUHAN yang telah
dan sedang bekerja dalam rancangan keselamatan. Manusia sudah terjatuh kepada nasib,
merubah nasib secara instan melalui media sosial, ingin tahu akan masa depan, dan
keingintahuan yang lainnya.
Selain itu,
seperti yang dialami oleh Habakuk pada masanya, hal yang sama juga telah
terjadi. Perbudakan oleh IPTEK yang tidak tepat guna, pemerasan, ketidakadilan,
perusakan rumah ibadah, keributan di berbagai tempat ibadah khususnya di
Gereja. Bahkan banyak orang mengatakan: apakah di gereja tidak ada lagi Roh kudus
bekerja? Sehingga terjadi perkelahian, keributan, meluapkan emosi, menunjukkan
kehebatan, kelaliman di gereja? Ada yang berseru: “oh TUHAN dimana Engkau”, oh
TUHAN, tolong kami, dan seruan lainnya. Justru melihat situasi yang demikian banyak
yang telah pesimis, apatis terhadap agama dan sosial. Orang – orang yang
memiliki kuasa sesuka hati terhadap orang yang lemah. Si kaya makin kaya, si
miskin makin miskin karena korupsi yang merajalela. Ahli dalam hal sandiwar
untuk menarik perhatian banyak orang, padahal tujuannya agar tenar bahkan
mengkorban orang lain.
Beberapa orang
mengatakan: inilah akhir zaman (bdk. 2 timoteus 3: 1 – 9), ada yang mengatakan:
TUHAN sedang tidur. Friedrich Nietzsche mengatakan: Tuhan sudah mati ("Gott
ist tot"), manusia yang menjadi serigala bagi sesamanya (homo homini
lupus/ Homo homini lupus est), dan lain sebagainya. Bisakah kita seperti
Habakuk dengan namanya yang berarti “merangkul/ memaluk” dimana dengan nama
tersebut dilukiskan bagaimana Allah memeluk atau merangkul kita di dalam kesesakan
atau berbagai kejahatan lainnya. Pelukan yang memberikan kehangatan,
ketenangan, perlindungan dari ancaman yang dapat melukai kita. TUHAN yang tidak
pernah mengecewakan, TUHAN yang selalu memanggil manusia untuk menikmati hidup
bersama dengaNya, TUHAN yang pertolongannya telah dan selalu ada, itulah TUHAN
yang dinyatakan oleh Habakuk, dan itulah TUHAN yang akan kita nyatakan kepada
jemaat kita. Walaupun dunia dengan keganasannya, dengan kejahatannya, dengan
tipu dayanya selalu ada, tetapi mari kita ingat bahwa pertolongan kita dari TUHAN.
Dialah Kekuatan dan perisai. Ketika kita mengakui bahwa TUHAN adalah kekuatan
dan perisai kita, maka kita diarahkan untuk berani menghadapi realita yang
mungkin sangat menyakitkan, tetapi tetaplah setia dalam kebaikan dan keadilan dan
kesalehan. Karena apa yang dianggap dunia sia – sia dan tidak berarti, justru
itu yang berharga di hadapan TUHAN. Apa yang dianggap manusia telah binasa, justru
itulah yang menjadi memperoleh kekealan karena TUHAN, Allah kita adalah kekal.
TUHAN membekati.
[1] Lihat: http://www.sarapanpagi.org/kasdim-orang-kasdim-vt3901.html,
dikunjungi 25 Juli 2019; Bdk. Jhon Bright, A. History of Israel bdk.
Martin Noth: The history of Israel.