PENDERITAAN MENUJU KEMULIAAN
(Suatu Studi Perbandingan
Hermeneutis Daniel 6:1-29 Terhadap 1 Petrus 4: 12-19)
Oleh: Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.
I.
Pendahuluan
Setiap manusia pasti tidak ingin hidupnya menderita.
Setiap manusia akan mengambil atau melakukan berbagai cara untuk membuat
hidupnya tidak menderita. Dalam tulisan ini saya ingin membahas mengenai
orang-orang yang setia kepada TUHAN Allah dalam menghadapi suatu penderitaan
dalam kehidupannya.apakah mereka segera meninggalkan Allah karena penderitaan
itu? Atau apakah orang yang
demikian semakin taat kepada Allah dalam penderitaan itu?
Dalam seminar ini juga saya
ingin menemukan apa yang diperoleh oleh seseorang yang setia kepada TUHAN ALlah
dalam penderitaannya? Apakah ia tidak mendapat apa-apa dari kesetiaannya itu?
Apakah ia justru mendapat penderitaan yang akan lebih berat lagi dari penderitaan
yang dialami pada saat ini, atau ia mendapat suatu kebahagiaan dari
kesetiaannya dalam penderitaan itu? Untuk menjawab itu, maka penulis membuat
sistematika penulisan sebagai berikut:
I. Pendahuluan
II. Isi
·
Latarbelakang
dan Penafsiran Daniel 6:1-29
·
Makna
teologinya
·
Latarbelakang
dan Penafsiran 1Petrus 4: 12-19
·
Makna
teologinya
III. Gabungan (analisa
lanjutan)
IV. Refleksi Aplikasi
V. Kesimpulan
Daftar Pustaka
II.
ISI
·
Latarbelakang
dan Penafsiran Daniel 6:1-29
Buku Daniel menceritakan
mengenai pengalaman-pengalaman dan pengelihatan dari seorang Yahudi yang
bernama Daniel, yang diangkut dari Yerusalem pada tahun ketiga raja Yehoiakim
605 sM. oleh Nebukadnezar dengan teman lainnya, Henaniah, Mishael, dan Azariah
ke tanah Babel.
Buku ini merupakan sebuah apokaliptik.
Keyakinan bahwa Allah adalah TUHAN dari sejarah, dan kejayaan tentunya ahwa Allah akan segera akan
menyatakan kerajaanNya dan dan merendahkan penyembah berhala dan meninggikan
yang mengakuiNya. Keyakinan orang Yahudi terhadap hukum berdiri dalam sebuah
garis ramalan yang lebih tua dan memiliki sebuah kekuatan yang abadi dan masih
mengilhami sampai sekarang.
S.B. Forst
berpendapat dalama buku Old Testament
Library, bahwa apokaliptik ada sebagai hasil dari penggabungan mitos dan
eskatologi dan itu terjadi dari waktu pembuangan. A. Bentzen dan dielaborasikan
oleh E.W. Heaton, telah memeriksa dan mencoba menghadirkan kembali kitab ini
sebagai pendirian dalam arus utama Keyahudian yang normal. Penulis dihadirkan
sebagai ahli kitab, seorang yang mempelajari sekte Hasidim yang menolak
berkompromi dengan Hellenis dan ikut dalam gerekan Makabe. Buku Daniel ini
merupakan sebuah buku kebijaksanaan, Daniel sendiri contoh dari seorang yang
taat kepada Allah dan percaya, memiliki kebijaksanaan yang ilahi (divine wisdom) sehingga tidak ada yang
sulit melawan orang-orang bijaksana di tanah air mereka.
James L. Crenshaw
mengatakan bahwa buku Daniel telah ditulis pada masa pengharapan. Itu dimulai
dengan penghancuran Yerusalem dan berakhir dengan ramalan mengenai turunnya
Kerajaan Allah di bumi. Maksud penemuan waktu itu adalah pelajaran dari ramalan
atau nubuatan kuno dalam terang peristiwa yang sezaman dengan itu. Bagaimana
pun kekerasan-kekerasan manusia yang menyakitkan, tetapi peristiwa itu akan
berganti, dan masuknya tentara sorgawi ke dunia akan merupakan ciri-ciri
permulaan dari akhirnya peristiwa itu.
J.C. Whitcomb
menuliskan, para ahli kritik modern sepakat menolak bahwa kitab Daniel berasal
dari abad VI sM. dan ditulis oleh Daniel. Kritikan itu mengatakan bahwa kitab
itu dirampai oleh seorang penulis yang tidak dikenal kira-kira tahun 165 sM.
Selanjutnya dikatakan bahwa kitab itu ditulis untuk memberi semangat orang
Yahudi yang beriman dalam perlawanan mereka terhadap raja Antiokhus Epifanes
(bdk. 1Mak.2: 59-60), dan bahwa kitab ini diterima orang Yahudi itu dengan
gembira sebagai kitab yang asli dan dengan segera ditempatkan dalam kanon
Ibrani.
John Bright
menuliskan buku Daniel merupakan buku yang terakhir dalam PL. buku ini
dialamatkan kepada situasi yang mengerikan. Buku ini digolongkan sebagai surat
apokaliptik. Pada umumnya disepakati bahwa buku ini dalam kehadirannya mengubah
kondisi penyiksaan Antiokhus, tidak lain setelah penajisan rumah Ibadah (Bait
Suci) kira-kira tahun 166/5.
Klaus Koch menuliskan
, penulis kitab Daniel mengharapkan titik balik sejarah di dalam masa
kehidupannya. Ucapan-ucapannya diwarnai akan harapan yang tidak sabar (jadi
suatu penyingkatan perspektif waktu). Raja pada waktu itu ialah Antiokhus IV
Epiphanes, oleh penulis dianggap puncak segala kejahatan (jati diri raja ini
tidak disebut langsung, tetapi kita dapat mengenalinya dengan jelas dari
tulisan kitab Daniel). Hanya kiamat yang dapat menyusul raja ini. Dari sini
mudah dikenali waktu penulisan kitab ini, yaitu ditulis pada masa pemberontakan
Makabe. Tujuan tulisan ini adalah memanggil umat untuk setia kepada Allah di
zaman penghambatan agama Israel oleh raja Antiokhus IV ini, sebab ini sangat
perlu di saat-saat terakhir serjarah dunia ini.
Kalau dilihat lebih dekat
lagi, akan nyata bahwa kitab ini tidak utamanya untuk umum, melainkan untuk
sekelompok kecil pembaca Yahudi yang setia kepada TUHANnya. Kitab ini
sebenarnya adalah tulisan rahasia milik sekelompok kecil orang Yahudi. Nama
Daniel dipakai di situ karena penulisanya hendak mengatakan, bahwa tulisannya
itu adalah tulisan apokaliptis yang sudah bermula sejak zaman Daniel dahulu.
Daniel 1-6 menimbulkan
kesukaran mengenai waktu penyusunanya, kesatuan kepengarangannya, dan bahasa
asli kitab Daniel. Kebanyakan ahli sepakat bahwa kitab bagian ini dalam
bentuknya sekarang berasal dari tahun 165 sM, menjelang akhir pemerintahan raja
Seleukus Antiokhus IV Epifanes, yang menganiaya orang-orang Yahudi yang berasal
dari Yerusalem dan Yehuda (175-163 sM). Pasal 1 – 6 menggunakan cerita rakyat mengenai sukses
dari pejabat yang bijak, dan dengan demikian berisiskan pesan bagi mereka yang
hidup dalam penindasan atau pada waktu penyesuaian dengan budaya asing
merupakan bahaya. Meskipun ada ruang untuk perdebatan, namun pasal-pasal ini
rupanya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat abad III sM. untuk melawan
pemakaian budaya Yunani yang terlalu banyak dalam Yudaisme.
Antiokhus IV adalah anak dari
Antiokhus III. Ia memerintah pada tahun 175-163. Pada masa pemerintahannya, ia
merebut bait suci, serta menjala beberapa beberapa bejana emas, perak
perbendaharaan Bait Suci. Ia membuat upacara keagamaan Yahudi terhenti serta
membangun mezbah di tempat Mezbah Allah. Akhir pemerintahannya, ia menyebutkan
dirinya sebagai Epiphanes yang berarti dewa yang dinyatakan.
Selain itu, setiap orang Yahudi diwajibkan untuk mempersembahkan korban kepada
ilah-ilah negara, serta mengenakan beberapa unsur Hellenisme pada masyarakat
Yahudi.
Selain itu, Taurat dibakar, ibadah harian ditiadakan, hari-hari raya dibatalkan
dan akhirnya, ia mendirikan patung zeus, dewa sorga di atas sayap Mezbah tempat
yang Maha Kudus.
Yerusalem merupakan bagian
dari kota yang dikuasai. Tempat itu tidak dimiliki oleh orang-orang Yahudi
lagi. Menelaus memasukkan unsur Hellenis dalam agama Yahudi, dan agama Yahudi
yang dianggap sebagai penghalang dalam Hellenis dibuang. Beribadah kepada YHWH,
tampak sebagai pengenalan akan Zeus.
Hal ini membuat sebagian orang Yahudi melakukan pemberontakan dan sebagian
orang Yahudi mengikuti Hellenis serta meninggalkan agama Yahudinya seperti imam
Menelaus. Orang Yahudi yang taat atau setia pada apa yang diimani telah
terpaksa membuat perlawanan karena adanya usaha untuk memusnakan agama mereka.
Sesegera setelah adanya seruan dari orang-orang Yahudi di Galilea dan Gilead
yang disiksa oleh bangsa yang bukan Yahudi. Sehingga Judas dan Simon
menjalankan ekspedisi mereka ke daerah tersebut dan menyelamatkan patriot
mereka dan membawa pulang ke Yehuda.
Cerita dalam Daniel 6 memiliki cerita yang sama dengan
Daniel 3. Kedua cerita
tersebut sama-sama menceritakan mengenai suatu penderitaan yang dialami oleh
orang-orang Yahudi karena mempertahankan iman mereka kepada TUHAN Allah yang
mereka sembah. Dihubungkan dengan konteks yang terjadi pada saat itu, maka
kedua cerita tersebut bertujuan untuk memberikan semangat kepada pembaca (terutama
kepada orang Yahudi yang mengalami penderitaan oleh pemerintahan Antiokhus IV)
untuk mempertahankan iman mereka kepada TUHAN Allah walaupun mereka harus
kehilangan nyawa mereka.
Namun
latarbelakang munculnya penderitaan itu berbeda. Dalam Daniel 6, Daniel
menderita bukan karena ia orang Yahudi atau beragama Yahudi, namun karena
adanya kecemburuan dari wakil-wakil raja dan dua pejabat tinggi kerajaan. Mereka
dengan latarbelakang kecemburuan itu, memakai agama atau keyakinan orang Yahudi
tersebut untuk membuat ia menderita dan jatuh dari kejayaannya. Mereka membujuk
Darius untuk membuat sebuah undang-undang yang bertentangan dengan keyakinan
dan tidak mungkin ditaati oleh Daniel.
Ayat
1 – 4
Pada bagian ini diceritakan adanya seorang
raja Media yang bernama Darius. Seperti yang telah diketehui bahwa Koresy, raja
Persialah yang mengalahkan kerajaan Babel dan melepaskan orang Yahudi dari
pembuangan Babel, namun dari cerita ini kerajaan Medialah yang mengalahkan
Babel di bawah pemerintahan Darius. Jika diamati cerita dalam pasal ini, maka
pemerintahan Media berkuasa antara pemerintahan Babel dengan Persia.
Ketika
ia memerintah, ia mulai menyusun kabinet-kabinet atau wakil-wakil raja atas
kerajaannya (ay. 2), kemudian ia mengangkat 3 orang pejabat tinggi dimana
Daniel salah satu dari ketiganya. Masing-masing wakil raja memberikan
pertanggung-jawaban kepada ketiga wakil
raja tersebut. Darius melihat Daniel melebihi pejabat tinggi dan para wakil raja
itu, sehingga Darius menempatkannya atas seluruh kerajaannya. Darius menyakini
bahwa Daniel mampu mengurusi kerajaan yang ia pimpin sehingga ia tidak perlu
lagi sibuk mengurusi seluk-beluk administrasi kerajaan.
Ayat
5 – 10
Sikap
Darius terhadap Daniel membuat para pejabat tinggi dan wakil raja tidak suka
kepada Daniel (munculnya sikap cemburu dalam diri mereka). Oleh karena itu,
mereka mencari alasan untuk mencari kesalahan yang dilakukan oleh Daniel,
sehingga ia tidak disayangi oleh Darius. Namun usaha mereka sia-sia, karena
mereka tidak menemukan kesalahan Daniel dalam menjalankan tugasnya. Daniel
merupakan seorang pemuda Yahudi dan ia tinggal dalam lngkungan yang berbeda
dengan budaya, cara berpikir, dan keyakinan. Daniel merupakan seorang tokoh Yahudi
yang taat menjalankan ibadahnya kepada yang ia yakini. Ketaatan untuk
menjalankan ibadahnya itulah, dipakai oleh para pejabat tinggi dan wakil raja
untuk menjatuhkan Daniel.
Pada
ayat 7 – 9 merupakan salah satu usaha para pejabat tinggi dan wakil raja untuk
menyukseskan keinginan mereka. Mereka menghadap raja. Setelah menghadap raja,
mereka memulai dengan sebutan ‘kekallah
hidupmu’. Sebutan itu biasa
disebutkan kepada raja di zaman kuno. John E. Goldingay menuliskan, di Persia raja tidak
dihormati seperti yang memiliki sifat keilahian dalam pengertian orang Mesir. Dari pernyataan tersebut, Darius dalam
kerajaan Persia tidak pernah dihormati sebagai seorang yang memiliki sifat
keilahian. Namun sebutan yang disampaikan oleh para pembenci Daniel merupakan
sebuah sebutan yang sangat hormat, dimana raja dianggap memiliki sifat
keilahian.
Pada
ayat 8, mereka mengusulkan kepada raja agar mengeluarkan sebuah dekrit, “barangsiapa yang dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah
satu dewa atau manusia kecuali kepada tuanku, ya raja, maka ia akan dilemparkan
ke dalam gua singa”. Dekrit itu
akan membuat Daniel akan murtad dari keyakinannya bila ingin mempertahankan
kedudukannya dalam kerajaannya, serta akan membuat Daniel mati bila
mempertahankan keyakinannya. Mengapa? Karena dekrit itu memiliki hubungan
dengan keagamaan Daniel. Ia akan dicampakkan ke gua singa, tempat hukuman yang
terakhir bagi para penjahat atau pemberontak dalam kerajaan Persia. Usulan itu
merupakan suatu usulan yang membuka jalan agar raja Persia dihormati sebagai
seorang yang memiliki sifat keilahiann, namun ia tidak mengetahui apa di balik
itu semua. Oleh karena itu, Darius menyetujui apa yang dimintakan oleh para pejabat
tinggi dan wakil raja tersebut (ay. 10).
Apabila
diperhadapkan dengan masa kekuasaan Antiokhus IV Epiphanes, ia menyebutkan
dirinya adalah titisan dewa, sehingga setiap orang harus tunduk dan menyembah
kepadanya. Setiap orang yang melawan akan disiksa, atau bahkan dibunuh. Hal
yang demikianlah yang dialami oleh zaman Makabeus, mereka tidak mau menyembah
Antiokhus IV, mereka hanya mau menyembah kepada Allah yang mereka imani
walaupun nyawa taruhannya (bdk. W.O.E. Oesterley, A History of Israel, 233).
Ayat
11-12
Daniel seorang yang taat menjalankan
ibadah keagamaannya tidak mempedulikan dekrit yang dikeluarkan oleh Darius. Ia
tetap menjalankan ibadahnya kepada Allah yang ia imani. Walaupun ia mengetahui
apa yang akan terjadi padanya bila melanggar dekrit raja itu, ia tetap
melakukan doanya. Ia tidak mengambil tempat bersembunyi agar ia tidak dilihat,
namun ia pergi ke tempat di mana ia melakukan ibadah hariannya dan melakukan
doa seperti biasa yang ia lakukan.
Dalam
keyahudian pada zaman PL, ibadah harian ada 2, ‘ibadah harian shema’ dan ‘ibadah
harian tephilla’. Ibadah Shema dilakukan dua kali sehari yakni petang dan
pagi hari. Dasar liturgisnya dinyatakan pengakuan akan TUHAN yang satu
(Ul.6:4). Perkembangan selanjutnya abad II sM., pengakuan shema berisikan 3 hal
yakni, pengakuan akan YHWH yang esa (Ul. 6: 4-9); tekat untuk mengasihi YHWH
dan beribadah kepadaNya (Ul. 11: 13-21); dan tekat untuk tetap mengingat dan
melakukan perintah YHWH sebagai umat yang kudus (Bil.15:37-41).
Ibadah
harian tephilla, dalam tradisi keyahudian dilakukan tiga kali sehari. Ada dua
pola, yakni ibadah kurban dilakukan di petang hari (Yudit 9:1 ‘Akan tetapi Yudit sujud menyembah, menaburi kepalanya dengan abu dan
menunjukkan kain kabung yang dipakainya. Tepat pada saat itu dipersembahkan
dalam Bait Allah di Yerusalem korban bakaran’), dan ibadah doa dilakukan
sebanyak lima kali, yakni:
·
Shaharit, dilakukan di pagi hari.
·
Minhah, dilakukan di siang hari.
·
Ma’ariu, dilakukan di
petang hari.
·
Ne’ilat She’arim, dilakukan di
malam hari setelah penutupan pintu gerbang kota atau rumah.
·
Musaf, dipanjatkan di
luar waktu di atas, dan dianggap sebagai doa tambahan.
Doa merupakan salah satu
bentuk kesetiaan kepada yang diimani. Dalam doa, Daniel berhubungan secara
pribadi dengan Allah yang maha kuasa, yanng hidup, yang bersifat kekal dan yang
menyelamatkan. Karena hubungan itu tidk dapat dipecahkan oelh penguasa duniawi,
sehingga doa memberikan kepada kepribadian Daniel ketenangan serta kebebasan
yang bertahan, juga pada waktu ia dilemparkan ke dalam gua singa.
Ibadah Daniel telah dijadikan untuk membunuhnya.
Sepertinya Daniel tidak terdapat kesalahan karena ibadahnya, ia hanya melakukan
apa yang diajarkan oleh agamnya termasuk berdoa seprti yang biasa dilakukan.
Hal inilah yang terjadi bagi kaum yang melakukan perlawanan terhadap kebijakan
Antiokhus IV Epiphanes. Mereka tetap menjalankan ibadahnya walaupun mereka
mengetahui apa yang akan terjadi terhadap mereka (Makabe 2:22 “Titah raja itu tidak dapat kami taati dan kami tidak dapat menyimpang dari
ibadah kami baik ke kanan maupun ke kiri!").
Ayat 13-19
Setelah
para wakil raja dan pejabat tinggi yang membenci Daniel melihat kejadian itu,
mereka segera menghadap raja untuk memberitahukan peristiwa tersebut, dimana
Daniel yang dikasihi oleh raja telah melanggar dekrit raja. Setelah raja
mendengar bahwa Daniel telah melanggar dekrit itu, ia langsung bersedih dan
berusaha untuk melepaskan Daniel dari hukuman itu. Namun, undang-undang orang
Media dan Persia, dekrit yang disampaikan oleh raja tidak dapat dicabut dan
diubah (ay. 9).
Akhirnya,
ia dengan terpaksa memerintahkan agar Daniel dilemparkan ke gua singa. Ia
sangat sedih karena peristiwa ini. Sebelum Daniel masuk ke gua singa, raja
berkata ‘Allahmu yang kau sembah dengan tekun, dialah kiranya yang melepaskan
engkau’. Perkataan tersebut merupakan suatu harapan Darius, namun harapan itu
masih samar-samar karena ia masih ragu kapada Allah yang disembah oleh Daniel
mampu melepaskan ia dari gua singa.
Darius
mencap gua itu dnegan cincin meterainya dan cincin meterai para pembesarnya.
Tujuannya supaya gua itu tidak menjadi gua sembarangan. Raja memberikan
kekhususan terhadap gua dimana Daniel dimasukkan. Oleh karena itu, tidak
sembarangan orang yang dapat memasuki gua itu atau berbuat sesuatu terhadap gua
itu. Malamnya, Darius tidak dapat tidur. Ia terus-menerus mengkhawatirkan
keadaan Daniel di dalam gua.
Ayat 20 – 25
Pagi-pagi sekali ketika fajar menyingsing, ia
pergi buru-buru ke gua itu. Ia sangat khawatir dengan keadaan Daniel dan ingin
memastikan Daniel baik-baik saja di dalam gua itu. Ia pun memanggilnya
"Daniel, hamba Allah yang hidup, Allahmu yang kausembah dengan tekun,
telah sanggupkah Ia melepaskan engkau dari singa-singa itu?". Gelar Allah
ini adalah gelar yang klasik (Ul.5:26; Yos. 3:10). Ketika Daniel diketahui
masih hidup, maka raja bergembira (ay.24). Hal ini diketahui ketika ada respon
di dalam gua yang mangatakan ‘ya raja, kekallah hidupmu’. Jawaban ini merupakan
suatu jawaban yang setia kepada raja. Kesetiaan kepada raja hendaknya sejalan
dengan kesetiaan kepada raja (bdk. Kej. 39:9).
Melihat Daniel masih hidup, maka bergembiralah
hati raja itu. Ia sangat senang karena yang ia kasihi tidak diapa-apakan oleh
singa-singa di dalam gua. Allahnya telah menyelamatkannya. Hal ini berarti,
Allah tidak akan membiarkan umat yang selalu setia kepadaNya, beribadah
kepadaNya, dan menaati perintahNya mati dalam penderitaan. Uamt yang demikian
tidaklah memiliki kesetiaan yang sia-sia, namun menghasilkan kemenangan dalam
penderitaan. Ayat 25, raja mengingat orang-orang yang membenci Daniel. Kemudian
mereka dan keluarga mereka dimasukkkan ke dalam gua singa, karena telah merencanakan
yang jahat kepada Daniel (bdk. Bil.16:32).
Ayat 26 – 29
Hasil yang diperoleh oleh Daniel dari kesetiaannya
kepada TUHAN Allah ialah kebahagiaan. Melalui Daniel, Darius mendapat pengenalan
akan Allah yang disembah oleh Daniel (ay. 28-29). Darius menyuruh seluruh
kerajaan yang ia kuasai harus takut dan gentar kepada Allahnya Daniel (ay.28).
sehingga ayat 29, Daniel mempunyai kedudukan yang tinggi pada zaman kerajaan
Darius pada pemerintahan Koresh, orang Persia itu. Hal ini menunjukkan bahwa
Koresy berasal dari suku yang berlainan dari raja Darius, orang Media itu.
Namun kerajaan yang diperintah oleh kduanya adalah sama; tidak lebih dahulu ada
kerajaan Persia. Itu satu kerajaan yang diperntah mula-mula oleh seorang Media
dan kemudian oleh seorang Persia.
·
Makna
teologinya
Tiga pasal dalam kitab Daniel
(I, III, dan VI), memberikan contoh dari permusuhan yang akan segera sempurna
dihancurkan oleh orang pilihan yang tidak sendirinya melawan bahaya. Di sisi
lain dalam cerita ini, para buangan Yahudi harus mengetahui bahwa mereka tidak
sendirian. Meskipun kelihatannya mereka belum bebas mengatur kelaliman dunia
kekaisaran, namun pertolongan yang bersifat ilahi diberikan kepada mereka yang
taat kepadaNya (psl. 3-6). Di sini terjadi pelebaran teologi horizon, selama
masalah yang mengancam orang-orang pilihan an pembebasan mereka dapat dilihat
dari tangan Allah yang akan menjaga orang yang taat padaNya.
Soal kuasa juga menjadi pokok
utama dalam pasal 3 dan 6. Unsur pemersatu negara majemuk dicari dan ditemui
dalam dasar tunggal pemujaan negara, yang didewakan dalam suatu patung atau
mengakibatkan ibadah pada kuasa ilahi manapun selain raja (6:8). Dengan
sendirinya orang yang berTuhan tidak dapat menerima titah itu dan tetap
berbakti kepada Allahnya (3:12;6:1-12). Dengan ini mereka mendatangkan hukuman
mati atas dirinya dan menyerahkan nyawanya kepada Dia yang dapat melepaskan
orang-orangNya (3:17). Sekalipun dekrit mendatangkan hukuman, atau ia menyadari
raja akan kehilangan orang yang dipercayai, pegawai yang cakap, namun raja pun
terikat oleh undang-undang yang tidak dapat dicabut kembali, biarpun merugikan
negara. Sekalipun TUHAN mengatup mulut singa yang rakus, sehingga terpenuhi
harapan raja: ’kiranya Allah yang kau sembah melepaskan engkau” (6:8). Orang
yang taat dan beriman rela mati syahid untuk memasyukan TUHAN itu memungkinkan
anggota masyrakat hidup dan menghayati kemerdekaan yang dikehendaki Allah untuk
makhluk-makhlukNya.
·
Latarbelakang
dan Penafsiran 1Petrus 4: 12-19
Menurutnya kesaksian suratnya
sendiri, rasul Petruslah pengarang 1 Petrus. Dia menyebutkan dirinya sebagai
teman penatua dan saksi penderitaan Kristus dan ini belum berarti bahwa ia
betul-betul adlaah penyaksi mata penderitaan Yesus. Namun kebayakan ahli-ahli
menyadari adanya keberatan-keberatan terhadap Petrus selaku pengirim surat ini.
Jadi siapakah pengirimnya? Dalam situasi ini bayak penafsir menunjuk kepada
pasal 5:12 dan mengusulkan Silwanus sebagai pengarangnya.
Surat ini merupakan bagian
yang sangat pastoral, karena tujuannya untuk menyemangati orang-orang Kristen
yang menghadapi masalah yang real dan krisis yang meyerang hidup mereka
sehari-hari. Surat ini bersifat pastoral dalam hal pemilihan bahan nasihat,
tidak lain dimaksudkan untuk tujuan kerygma iman.
Surat ini ditujukan kepada
orang Kristen di Pontus, Galatia, Cappadocia, Asia dan Bithinia (1:1). Surat
ini dituliskan oleh Silvianus (Silas) yang bersamanya dan Markus (5:1). Surat
ini dituliskan ketika orang Kristen Yahudi berada di bawah penganiayaan dan
pencobaan (1Ptr.1:6;4:12-16). Surat ini banyak menerangkan penderitaan,
mengenai Yesus sebagai hamba yang menderita, dan pengorbanan akan dosa
(1:11,19; 2:21-24;4:1). Pada akhirnya
surat Petrus menuntut kerendahan hati mereka dan bersabar di bawah tekanan dan
penderitaan.
Xavier Lēon-Dufour menuliskan surat Petrus
merupakan jenis sastra ‘surat wasiat (berisikan pidato perpisahan seorang
menjelang kematiannya). Biarpun penulisnya memperkenalkan dirinya sebagai
Petrus (1:1), ahli berpendapat bahwa surat ini nampaknya ditujukan kepada
jemaah-jemaah yang terancam dalam bahaya bidaah dalam ajaran dan cara hidup.
Orang Kristen disiksa karena menentang cara hidup yang buruk dan boros, sambil
menjauhkan diri dari penyembahan berhala. Mereka tidak turut menonton sandiwara
yang pokok-pokoknya sering berkenaan dengan kecerobohan dan dengan hikayat
berhala. Orang Kristen tidak bisa mempunyai jabatan lagi sebagai pegawai, atau
prajurit, sebab jabatan-jabatan itu selalu menuntut supaya mereka ikut serta
dalam ibadat kafir dan penyembahan kaisar. Oleh karena itu banyak orang di luar
Kristen curiga terhadap kumpulan Kristen. Perjamuan Kudus dicurigai sebagai
suatu upacara, di mana terjadi pengorbanan yang berdarah. Orang Kristen dituduh
melakukan kejahatan-kejahatan. Pada waktu pemerintahan Nero, timbul tuduhan
bahwa orang Kristen yang membakar kota Roma. Penulisan kitab ini belum dapat
dipastikan.
Ayat 12
Pada ayat tersebut terdapat
suatu nasihat agar tidak terkejut dengan apa yang terjadi atas diri orang
Kristen pada masa itu. Orang Kristen mendapatkan suatu posisi yang baru sebagai
umat Allah yang harus menderita. Mungkin pernyataan ini aneh. Keanehan itu
tentu mendatangkan keheranan. Bila kita memperhadapkan tokoh dalam PL, orang
Kristen yang mengalami penderitaan
karena kesetiaan kepada TUHAN Allah dalam Yesus Kristus sama seperti orang
Yahudi, Daniel yang menderita karena ketaatannya kepada Allah. Yesus sendiri
telah memberikan gambaran sebagai pengikutNya, siap untuk menderita
(Mat.5:10-12; Mrk. 8:34; Yoh.15:18-20).
Nyala api merupakan suatu cara
yang dipakai oleh Nero untuk menghancurkan perkumpulan Kristen. Umat Kristen tidak mau taat kepadanya dan
meninggalkan agamanya serta menyangkal Tuhannya, ia akan dibakar hidup-hidup.
Namun nyala api memiliki tujuan yang lain, yakni memurnikan iman umat Kristen
sama seperti emas yang dimurnikan dalam api. Iman dimurnikan dari penderitaan
dunia ini, dan kita mendapatkan puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada
hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya (1Ptr.1:7 bdk Why. 3:18; Maz. 60:10).
Ayat 13-14
Kata ini terdapat kata berbahagialah dan bersukacitalah. Penulis melihat apa makna penderitaan yang lebih
dalam lagi. Pada ayat 13, umat Kristen diajak untuk berbahagia karena turut
serta menanggung penderitaan yang ditanggung oleh Yesus Kristus. Umat Kristen
hendaknya bersyukur karena ia telah menerima anugrah dari Allah. Mengapa
penderitaan itu dikatakan sebagai angurah? Karena umat Kristen turut mengambil
bagian dalam penderitaan Kristus (1Ptr. 2:20). Bersukacita dalam penderitaan
sampai umat Kristen beroleh kebahagiaan dan kesukacitaan ketiaka Ia datang
dalam kemuliaaNya. Hal ini mengarah kepada saat-saat eskatologi. Pada masa-masa
eskatologi itulah berakhir segala penderitaan yang diderita oleh orang Kristen dari
orang-orang yang membenci TUHAN Allah yang disembah oleh orang Kristen.
Pada ayat 14, umat Kristen
diajak untuk berbahagia jika dinista karena nama Kristus, Roh Kemuliaan, yaitu
Roh Allah padamu. Pernyataan ini sama dengan apa yang diucapkan oleh Yesus
ketika ia khotbah di bukit (Mat. 5:11). Celaan demi namaNya telah dinubuatkan
oleh Yesus. Ayat 14 bukanlah sebuah ungkapan yang mengatakan umat Kristen
merupakan pelaku kriminal, namun umat Kristen menderita demi nama Kristus, Roh
Kemuliaan.
Ayat 15-17
Ayat 15, merupakan sebuah
nasihat agar jangan menderita karena perbuatan jahat yang dilakukan.
Penderitaan Kristen ialah penderita oleh karena kebenaran yang selalu dibenci
oleh dunia. Ayat ini memberitahu bahwa penderitaan Kristen berbeda dengan
penderitaan orang penjahat, orang Kristen tidak sama dengan para penjahat,
pembunuh, pengacau, pencuri. Ayat ini juga menjawab tuduhan banyak orang pada
zaman penulisan kita ini.
Janganlah akibat penderitaan itu, umat Kristen
langsung menyangkal apa yang ia imani selama ini (ay. 16). Janganlah malu
menjadi pengikut Kristus. Yesus berkata ‘Sebab barangsiapa malu karena Aku dan
karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini,
Anak Manusia pun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam
kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.’ (Mrk. 8:38; Luk. 9:26).
Walaupun situasi pada masa itu orang Kristen mengalami penyiksaan, pengejaran
demi nama Kristus, orang Kristen tidak perlu malu atu meninggalkan imannya agar
ia bebas dari penderitaan atau pengejaran itu, sehingga dalam kemulianNya, ia
diakui olehNya di hadapan Bapa.
Penderitaan itu tidak berakhir dengan kesia-siaan
bila setia kepada yang diimaninya. Ayat 17, dikatakan akan tiba suatu
penghakiman. Ayat ini merupakan suatu ungkapan eskatologis. Penghakiman itu berasal
dari Allah. Allah dalam ayat ini pertama sekali menghakimi Rumah Ibadah
(Gereja). Gereja akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah di penghakiman
tersebut. Ulrich Beyer berpendapat bahwa penderitaan itu merupakan babak
pertama dari hukuman Allah yang harus terlaksana. Hukuman itu berat, tetapi
boleh disebut ringan juga, jika dibandingkan dengan penghakiman atas orang
fasik.
Ayat 18-19
Ayat 18, penulis kitab ini mengambil Amsal 11:31,
sebagai kelanjutan pemberitaannya. Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang fasik
akan lebih berat atau sangat berat hukumannya dibandingkan orang yang taat
kepada Allah. Ayat ini adanya perbedaan hukuman yang akan diterima di
penghakiman tersebut kepada orang yang taat kepadaNya, yang tidak menyangkalNya
dibandingkan dengan orang yang fasik.
Ayat 19,
merupakan sebuah kelanjutan dari ayat 18 sekaligus sebagai penutup dalam
perikop ini. Dalam ayat ini adanya pengajaran berupa permohonan agar dalam
penderitaan, kita menyerahkan jiwa, dengan selalu berbuat baik kepada pencipta
yang setia. Dengan kata lain, ayat ini mengatakan orang Kristen dalam
menghadapi penderitaan selalu berharap. Harapan yang dimaksud tidak secara
pasif, namun berharap dengan aktif dengan selalu setia kepada yang ia imani,
TUHAN Allah dalam Yesus Krsitus. Allah Pencipta dan Yang Maha Kuasa walaupun
dalam menjalani hidupnya , orang Kristen mengalami penderitaan yang sangat
berat ataupun nyawa taruhannya.
·
Makna
teologinya
Ciri penting dalam surat ini
ialah pola yang disodorkan ke hadapan pembaca, yaitu contoh penderitaan Kristus
(2:21). Mengingat penghambatan yang akan datang, orang-orang yang percaya
sering menghimbau agar bertahan. Orang-orang Kristen tidak dijanjikan luput
dari penghambatan bila menjadi pengikut Kristus, namun ada disediakan
pertolongan untuk memampukan mereka dalam bertekun. Pertolongan itu meliputi
keteladanan Kristus, keteladanan dan kesaksian orang-orang lain, janji Allah
akan pemulihan, jaminan tentang perlindungan Allah (4:19), dan pemberitan
anugerah Allah.
Penderitaan orang Kristen
tidak berakhir dengan kesia-siaan, karena penderitaan itu akan berakhir ketika
Allah menggenapkan KerajaanNya di bumi ini dalam kemuliaan AnakNya, Yesus
Kristus. Masa itu merupakan suatu harapan yang terus-menerus dinantikan. Masa
itu dikenal dengan masa eskatologi.
Eskatologi berasal dari kata eskhaton
(Yun. escaton (n); escatoV (m) yang berarti ’terakhir, paling rendah, yang paling akhir dari
semuanya’.
Kittel menuliskan dalam artikelnya ’escatoV’, istilah ini pada umumnya berarti sesuatu yang
terakhir baik berupa materi (Mat.5:26; Luk.12:59), ruang (Kis.1:8; 13:47), dan
waktu (Mat.12:45; 20:8f). Secara tidak langsung istilah ini menjadi istilah
teologi yang penting secara tidak langsung. Pada waktu bersamaan istilah ini
berarti penutup dari cerita sehingga dari waktu tersebut istilah eskaton dapat
menjadi tidak sama dengan peristiwa-peristiwa. Eskatologi dibawa dari
pengertian akhir zaman. Keseberagaman ungkapan yang dihasilkan menjadi
dijelaskan sebagian oleh penerjemah LXX הַיָמִים בְאַחֲרִית (hari terakhir) dan sebagian
pengaruh oleh kenabian ’hari TUHAN’. Akhir dimulai dengan kedatangan Yesus
(Ibr.1:2; 1Ptr. 1:20) tetapi penulis Kristen mula-mula juga melihat kehadiran
mereka sendiri sebagai akhir zaman, diperhadapkan pada pencurahan Roh Kudus
(Kis. 2:17) dan di lain pihak masa iblis, para pengejek, datangnya anti
Kristus, dll.(2Ptr. 3:3; Yud.18). Di waktu yang sama kedatangan akhir zaman
membawa akhir segala murka (Why. 15:1), menyelesaikan apa yang dibenci (1Kor.
15:26), memberitahukan bunyi terompet terakhir (1Kor.15:52), bangkit dari mati,
penghakiman dan keselamatan (Yoh.6:39f; 44,54;11:24;1Ptr.1:5).
III.
GABUNGAN (ANALISA LANJUTAN)
Umat yang setia kepada Allah
tidak akan lepas dari penderitaan selama ia hidup di dunia ini, karena dunia
telah menolakNya. Kitab Daniel bertujuan untuk meyemangati orang-orang yang
disiksa karena kesetiaann kepada Allah. Orang yang setia kepada TUHAN Allah
mudah menjadi sasaran kebencian dan penganiayaan, meskipun warga negara yang
setia. Allah menolong mereka. Tindakan Allah yang ajaib tersebut (divine help) membuat adanya pengakuan
dari bangsa-bangsa yang tidak mengenalNya mengakui keunggulan Allah Israel.
Allah tidak membiarkan umat
pilihanNya ataupun umat yang percaya kepadaNya sendiri menghadapi penderitaan
dari orang-orang fasik. Penderitaan itu akan berakhir secara eskatologis. Eskatolgi
dalam kitab Daniel dapat dilihat ketika Allah menyelamatkan dia dari gua singa,
Allah berkuasa terhadap binatang-binatang yang ingin menyantapnya. Allah tidak
menginginkan orang yang setia kepadaNya mati dalam penderitaan. Namun Allah
memberikan suatu kebahagiaan setelah penderitaan itu berakhir.
Karena kesetiaan maka Allah
menyelamatkan umatNya. Kesetiaan itu tampak dengan kegiatan atau tingkah laku
dalam kehidupan umat pilihan. Bagi umat yang dipilih olehNya, kesetiaan itu
tampak dengan tidak menyangkal Dia yang telah memilihnya menjadi umatNya, tidak
malu mengakuiNya walaupun ancaman yang dapat menghilangkan nyawanya
mengancamnya.
Penulis Daniel dan Petrus
sama-sama memberikan semangat berupa nasihat agar umat Allah (orang Yahudi yang
setia (PL), orang Kristen (PB)) tidak meninggalkan apa yang ia yakini selama
hidupnya ketika suatu penderitaan tiba di kehidupannya. Penderitaan itu tidak
berakhir dengan kesia-siaan, namun penderitaan itu berakhir dengan penghakiman,
yakni penghakiman terakhir dari Allah di hari eskaton kelak. Allah akan
menghakimi umat yang setia dan umat yang fasik yang membenciNya. Namun hukuman
yang diperoleh oleh umat yang setia tidak sama dengan hukuman yang diterima
oleh orang fasik.
Di hari penghakiman tersebut,
orang yang setia dan orang fasik sama-sama dihakimi menurut perbuatannya. Siapa
yang setia dan yang tidak menyangkal imanya ketika penderitaan yang dialami
sebelum penghakiman akan diakui olehNya menjadi milikNya. Sedangkan orang yang
menyangkal imannya, Anak Manusia pun akan menyangkal dan malu mengakuinya di
hadapan Bapa.
Oleh karena itu, eskaton yang
sama pengertiannya dengan hari TUHAN, merupakan masa yang ditakuti oleh orang
fasik, namun bagi orang yang setia kepada TUHAN masa itu adalah masa yang
dinantikan. Mengapa? Karena masa itu, umat yang setia yang menderita akan lepas
dari penderitaannya, dan ia akan diakui oleh Anak Manusia di hadapan Bapa.
Orang yang taat dalam penderitaan akan menuju suatu kebahagiaan yang kekal yang
telah disediakan olehNya. Orang yang setia dalam penderitaan akan menantikan
saatnya Allah menyempurnakan KerajaanNya,
Bila diperhatikan cerita dalam
kitab Daniel, ia tetap setia kepada TUHAN Allah. Ia tetap melakukan ibadahnya
walaupun ada suatu dekrit yang bertentangan dengan ibadahnya. Ia tetap
beribadah kepada Allahnya seperti yang ia lakukan biasanya. Daniel berlutut,
berdoa tiga kali sehari. Ia tahu bahwa ia akan dimasukkan ke gua singa bila melanggar
peraturan orang Media itu, namun ia setia kepada IbadahNya.
Bagaimanakah orang Kristen
menjalan ibadah hariannya dalam penderitaan mereka? Pada penghancuran Yerusalem
dan Bait Allah pada tahun 70 dipahami para peniliti liturgi kekeristenan sebagai
peralihan dan sejarah baru terhadap pola gereja Kristen Yahudi. Misalnya, sunat
diganti dengan baptisan (Kis. 2: 38-41), perjamuan Paskah diganti menjadi
Perjamuan Kudus (Kis. 21:25), lambat laun sbat diganti Ibadah Minggu (Why.
1:10).
Demikianlah ibadah harian
Kristen tidak melulu memenuhi kewajiban tradisi keyahudian. Doa telah didengar
Allah melalui Yesus Kristus. Asal usulnya dimulai digali dari doa semalam suntuk sebelum hari Minggu, yang
merupakan tradisi asli orang Kristen. doa ini terdiri dari tiga bagaian utama. Pertama, kebaktian malam atau yang
disebut dengan lucenarium. Pada
perkembangan selanjutnya ibadah ini disebut dengan vesper. Kedua, kebaktian tengah malam. Inilah disebut aslah-usul
jam doa yang kemudian disebut dengan noctrum
atau mattin atau matte, yang artinay doa malam. Kebaktian subuh disebut denga Laud.
Pada abad selanjutnya, liturgi
harian ini menjadi doa lima waktu, yakni:
¨ Matte,
diwaktu malam. Cirinya
ialah perenungan akan Firman TUHAN.
¨ Laud, dilakukan subuh. Ketika seluruh ciptaan
sudah mulai bangun dan burung-burung mulai bernyanyi. Orang percaya memuji
TUHAN sebagi pencipta dan penebus.
¨ Prime, doa yang dipanjatkan sebelum pekerjaan
sehari-hari dimulai. Penekanannya ialah permohonan.
¨ Vesper,
ibadah atau doa yang
dilakukan setelah hari mulai senja atau berakhir. Penekanannya ialah perenungan
akan anugrah Allah, pujian dan ucapan syukur.
¨ Complite,
ibadah atau doa yang
dilakukan sebelum tidur. Disinilah orang percaya memasrahkan hidupnya pada
penyataan Allah.
IV.
REFLEKSI APLIKASI
Pada masa sekarang ada
sekelompok orang yang tidak menyukai ibadah harian yang dimiliki oleh agama
Kristen, sehingga mereka mencoba untuk menghentikan ibadah ini. Berbagai cara
dilakukan agar ibadah umat Kristen atau ibadah umat yang percaya dan setia
terhenti atau hilang. Berbagai cara yang dilakukan misalnya, menyiksa
orang-orang yang melakukan ibadah harian tersebut.
Ada juga sekelompok orang yang
ingin menjatuhkan orang yang sukses hidupnya dengan ibadah hariannya yang
selalu dilakukan tiap harinya. Sekelompok orang itu mendekati orang berkuasa di
daerah itu untuk mengeluarkan suatu dekrit atau peraturan yang bertentangan
dengan agama yang dilakukan atau yang dapat menghentikan ibadah harian yang
dilakukannya.(bdk. Kisah Daniel 6:5-12).
Dari
penjelasan sebelumnya, Perjamuan Kudus juga merupakan bagian dari ibadah
harian. Tidak ada alasan setiap gereja atau instansi untuk meniadakan Perjamuan
Kudus apabila ada yang membutuhkannya. Karena dalam Perjamuan Kudus kita
menerima anugrah Allah dan di samping itu kita diteguhkan dalam penderitaan
yang dialami hingga ia dihakimi di hari penghakiman kelak dan turut serta dalam
perjamuanNya dalam kerajaanNya.
V.
KESIMPULAN
Umat Allah atau umat Kristen
merupakan umat yang dipilih Allah sebagai penerima anugrahNya. Namun, mereka
tidak lepas dari penderitaan selama ia hidup di dunia ini. Oleh karena itu,
umat Allah hendaknya taat kepadaNya dalam menghadapi suatu pengejaran atau
penyiksaan yang dapat menimbulkan kematian.
Hendaknya dipercayai bahwa
Allah yang kita imani tetap setia kepada umatNya yang taat dan setia kepadaNya.
Walaupun dalam penderitaan, Allah tidak tinggal diam memperhatikan umatNya
dalam penderitaan karena kesetiaannya. Allah akan memberikan suatu kelepasan
bagi mereka sehingga penderitaan mereka mengarahkan mereka kepada kebahagiaan.
Allah akan menolong mereka, dan akhirnya umatNya akan dimenangkan dalam
penderitaan yang dialami.
DAFTAR
PUSTAKA