BAHAN JAMITA
MINGGU
INVOCAVIT
Minggu, 05
Maret 2017
Ev. Rom 5: 12
– 19; Ep. Mazmur 32: 1 – 11; Hukum Taurat I – X
HIDUP DI DALAM PENGAMPUNAN DAN BELAS KASIHAN ALLAH
Oleh: Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.
Patujolo
Apabila dipertanyakan, siapakah
yang pertama sekali melakukan dosa? Tentu banyaklah orang mengatakan bahwa
perempuan itulah yang pada awalnya melakukan dosa. Pertanyaan selanjutnya,
apakah Allah menciptakan perempuan dengan tujuan untuk melakukan dosa?
Seandainya perempuan itu tidak ada, apakah sudah jaminan bahwa laki-laki tidak akan berdosa? Tuduhan
terhadap perempuan sebagai penyebab dosa atau orang pertama melakukan dosa
merupakan suatu tuduhan pembunuhan karakter atau psikologi bagi kaum perempuan.
Pertanyaan mengenai siapakah yang pertama sekali berdosa, merupakan pertanyaan
yang tidak boleh dijawab berdasarkan jenis kelamin (gender). Jika demikian, apakah jawaban untuk itu? Apabila kita
membaca Kejadian 2: 18, 21 – 23 jelas dikatakan bahwa perempuan itu merupakan
manusia yang diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk laki-laki. Perempuan
diciptakan dari sesuatu milik laki-laki. Apabila manusia pertama (laki-laki)
diciptakan dari tanah, dan perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki
yang memiliki dasar yang sama yaitu ‘Tanah’. Hawa adalah bagian dari tubuh
Adam, sehingga antara Adam dan Hawa memiliki suatu ikatan psikis yang erat dan
tidak bisa dipisahkan. Adam dan Hawa adalah manusia yang pertama dengan
pengartian kata “Adam”, sosok ciptaan yang dicipta segambar dan serupa dengan
Allah. Apakah hubungan dengan nas khotbah ini? Saya mengajak anda untuk
memasuki penjelasan nas ini.
Penjelasan Nas
Kota
Roma merupakan suatu kota yang besar dan menjadi ibukota kekaisaran Romawai.
Injil telah sampai di kota Roma, namun bukan si Paulus yang pertama sekali
menyampaikannya dengan kata lain bukan si Paulus yang mendirikan kekristenan
pertama sekali di kota Rom karena Paulus tidak pernah datang ke Roma walaupun
ia sangat ingin ke kota Roma. Namun ketika Paulus akan dihukum mati, maka ia
pun dihukum tepat di kota Roma. Jika demikian siapakah yang pertama sekali
memberitakan Injil di kota Roma? Banyak para ahli mengatakan bahwa Rasul
Petruslah yang memberitakan Injil dan membentuk kekristenan di kota Roma
tersebut. Ketika Kekaisaran Roma dipimpin oleh Kaisar Nero, banyak orang
percaya (yang telah menjadi Kristen) mengalami berbagai ragam penderitaan. Nero
memfitnah orang Kristen yang telah membakar kota Roma padahal kebenarannya
Kaisar Nero lah yang membakar dengan maksud agar orang Kristen ditangkap dan
dibunuh. Selain dari itu, dengan banyaknya para guru atau ahli hukum Taurat
yang memberi pemandangan mereka berdasarkan Hukum Taurat untuk beroleh
kebenaran yang pada akhirnya mengarahkan kepada keragu-raguan mengenai
pengorbanan Yesus Kristus dalam pembenaran manusia dan dunia. Sehingga banyak
yang hanya bersandar pada Hukum Taurat dengan tujuan membebaskan dari dosa
mereka.
Surat
ini dituliskan oleh Paulus kira-kira tahun 55 – 56 Masehi untuk menjawab
keragu-raguan umat Kristen terlebih umat Kristen Yahudi yang tinggal di Roma
mengenai imannya terkhusus keselamatannya. Walaupun umat Yahudi yang di Roma
telah menjadi Kristen, namun mereka selalu terikat pada pemahaman tradisi
keYahudian yang menganggungkan Hukum Taurat sebagai membenarkan mereka. Apakah
ada orang yang sanggup mengenapi Hukum Taurat kecuali Yesus Kristus sendiri? Apakah
ada yang salah pada Hukum taurat? Atau apakah Hukum Taurat tidak berlaku
setelah Yesus Kristus datang ke dunia ini, berkarya, mati, dan dibangkitkan
kemudian naik ke Sorga? Paulus tidak mengatakan bahwa Hukum Taurat itu tidak
berlaku, akan tetapi Paulus memberi kecerahan dan pemahaman yang jelas kepada
umat Kristen terlebih umat Kristen Yahudi yang tinggal di Roma mengenai Hukum
Taurat dan Keselamatan. Mari kita sejenak melihat kembali proses TUHAN
memberikan Hukum Taurat kepada bangsa Israel! TUHAN memberikan Hukum Taurat
kepada bangsa Ibrani/ Israel setelah status bangsa itu adalah status merdeka
bukan status sebagai budak. Bangsa Israel dibebaskan dari perbudakan bangsa
Mesir bukan karena mereka melakukan Hukum Taurat, karena Hukum Taurat belum ada
ketika itu. Allah memberikan Hukum Taurat kepada bangsa Israel, sebagai bangsa
yang telah dibebaskan dari perbudakan agar kebebasan bangsa itu dapat terarah,
teratur, tertib, dan penuh ketaatan. Itu berarti Hukum Taurat tidak untuk
membebaskan manusia dari dosa, tetapi sebagai identitas kebebasan atau
kemerdekaan umat yang telah dibebaskan. Kemerdekaan atau kebebasan itu dituntut
dalam ketertiban, keteraturan dan penuh ketaatan.
Melalui
Khotbah ini Paulus menyegarkan kembali pemahaman umat Kristen di kota Rom
terlebih umat Kristen Yahudi mengenai si Adam agar umat Kristen dapat secara
jelas memahami keselamatan yang telah diperolehnya di dalam Injil Yesus
Kristus. Sekarang, kita masuk ke nas khotbah setelah penjelasan di atas. Paulus
menuliskan di ayat 12 nas khotbah ini “dosa telah masuk ke dalam dunia oleh
satu orang”. Apakah pengertian dosa? Dosa merupakan pemberontakan atau segala
perbuatan, pikiran, perkataan yang berlawanan atau tidak susuai dengan standar
kebenaran yang sejati, yaitu Firman Allah. Firman Allah adalah standar
kebenaran sejati manusia setelah ia dibenarkan atau beroleh pembenaran dari
Allah. Hukum Taurat merupakan Firman Allah yang dituliskan oleh Allah di 2 loh
batu di Gunung Sinai. Sebelum Hukum Taurat ada, Allah telah berfirman berupa
perintah yang tegas kepada si Adam mengenai kehidupan dan kematian (Kej. 2: 16
– 17). Siapakah si Adam? Adam, tidak hanya merupakan nama seseorang, tetap Adam
memiliki pengartian sebagai sosok yang diciptakan oleh Allah segambar dan
serupa dengan Allah, berbeda dengan ciptaan lainnya. Kata Adam melekat kepada
hakekat atau substansinya sebagai segambar dan serupa dengan Allah. Adam tidak
dapat diartikan hanya laki-laki atau pun perempuan, tetapi sebagai manusia
ciptaan Allah yang dicipta dari tanah. iblis datang dan menjebak manusia
pertama (pada Kej. 3 memang dikatakan perempuan yang berbicara kepada iblis
melalui ular), namun kita tidak dapat mengartikannya secara gender (jenis
kelamin) akan tetapi kita artikan sebagai kesatuan utuh ciptaan Allah yang
segambar dan serupa dengan Allah, yaitu Adam. Ketika Adam (manusia pertama itu)
melakukan dosa mereka “mati”, mereka tidak mati secara jasmani tetapi secara
rohani dengan rusaknya hubungan yang begitu indah dengan Allah; rusaknya
sukacita bersama Allah di taman Eden; manusia menjadi mengahadapi banyak
kesulitan dan tantangan/ perjuangan hidup sampai pada akhirnya daging (tubuh)
mereka akan kembali menjadi tanah. Dosa itu telah turun-temurun sampai pada
saat ini melalui bisikan atau rayuan iblis yang selalu memberi tawaran
kenikmatan sesaat untuk melawan perintah Allah.
Pada ay. 13 dikatakan: “sebelum hukum taurat
ada, dosa telah ada di dunia ini”. Sesuai dengan penjelasan di atas mengenai
pemberian Allah akan Hukum Taurat kepada bangsa Israel, maka dapat kita pahami
bahwa hukum taurat itu tidak menyebabkan manusia berdosa atau lepas dari dosa.
Akan tetapi, dengan Hukum Taurat kita dapat mengenal dan mengukur standar
ketaatan kita terhadap perintah Allah. Sebelum Hukum Taurat ada, maut berkuasa
dari zaman Adam sampai Musa (ay. 14). Kita tidak mengetahui berapa zaman atau
berapa generasikah masa si Adam dibandingkan dengan Musa. Namun kita dapat
memahami, bahwa Allah telah memberikan Hukum Taurat kepada bangsa Israel ketika
masa atau zaman Musa sebagai tanda meterai atau identitas yang pasti sebagai
umat yang telah dibebaskan. Hukum Taurat itu akan selalu berlaku sampai
sekarang sampai Dia yang akan datang (kesudahan segalanya digantikan dengan
suatu kekekalan). Dia yang dimaksudkan di sini dapat diartikan Yesus Kristus.
Karunia
Allah tidaklah sama dengan pelanggaran si Adam (ay. 15). Karunia Allah
membuahkan kebebasan dan kemeredekaan dari kematian kekal (thanatos) dan karunia Allah mengarahkan pandangan kita kepada suatu
kehidupan yang kekal. Walaupun kita mati secara jasmani dalam iman (apotheneskho), namun kita beroleh suatu
kehidpan yang kekal. Sedangkan pelanggaran si Adam membuahkan kematian kekal (thanatos) yang digambarkan sebagai
suatu hukuman yang sangat ngeri dan penuh ratapan, dan di sana tidak ada
kebahagiaan. Namun, harus dipahami dan dihidupi bahwa Kasih karunia Allah
melampaui pelanggaran yang dilakukan oleh Adam, sehingga ada pengampunan.
Dengan Kasih Karunia Allah kita dipanggil untuk hidup dalam pengampunan Allah.
Dengan pengampunan itu, maka kita kembali menjadi Adam seperti penciptaan
semula yaitu segambar dan serupa dengan Allah. Dengan pengampunan Allah
lahirlah sukacita, lahir semangat baru, lahir pikiran dan perbuatan yang penuh
dengan kebaikan (bdk. Mazmur 32).
Kasih
Karunia Allah itu telah nyata di dalam Yesus Kristus (bdk. Yoh. 3: 16) sehingga
oleh karena si Adam pada awal penciptaan, maka manusia itu kehilangan hakekat
segambar dan serupa dengan Allah, maka dengan dan melalui satu orang yang
Kudus, Yesus Kristus maka seluruh manusia beroleh kasih karunia Allah tersebut.
Melalui Yesus Kristus kita dikembalikan dalam substansi dan hakekat yang telah
hilang. Sehingga dengan dan melalui pengorbanan Yesus Kristus, Putra Allah yang
Kudus kita tidak beroleh lagi kematian kekal, tetapi beroleh kehidupan kekal;
dengan kasih karunia Allah di dalam yesus Kristus melahirkan kepada kita suatu
kepastian tanpa keragu-raguan.
Refleksi -
Teologis
Sampailah firman ini kepada
kita. Kita telah berulang kali mengakui dosa kita bahkan menerima janji
pangampunan Allah akan keampunan dosa kita. Jika demikian, apakah kita sudah
menghidupi pengakuan dosa kita dan janji Allah tersebut? Atau kita hanya
formalitas mengikuti liturgi gerejawi untuk mengakui dosa namun tidak menghidup
dan tidak bersiap hidup dalam pengampuanan Allah? Di minggu Invocavit, yang
berarti berserulah kepadaKu (-Ku di sini berarti berseru kepada Allah). Apakah
yang kita serukan? Tidak lain adalah memohon belas kasihan Allah sampai kepada
kita melalui pengampunan dosa.
Dengan
pengampunan dosa berarti kita terlepas dari berbagai ketakutan dan
ketidakpastian; terlapas dari sikap benci, iri hati, sombong; terlepas dari
berbagai perbuatan daging (Galatia 5: 19 – 21). Setelah kita hidup dalam
pengampunan Allah, maka kita berlanjut kepada harapan yang pasti akan kehidupan
yang kekal; terdapat pikiran dan karakter yang terbentuk teratur dan rapi; ada
ketaatan dan rindu untuk berdoa dan memuji Allah. Pengampuanan dosa tidak dapat
kita pakai tolak ukur dengan kebenaran dalam versi kita masing-masing, tetapi
pengampunan itu hanya di dalam dan melalui Yesus Kristus. Kehidupan yang pasti
dan sukacita yang abadi telah disediakan bagi kita umat yang telah ditebus.
Mari kita berseru, memohon selalu belas pengasihan Allah sampai pada masanya
tiba kita tidak lagi merasakan kematian kekal, tetapi merasakan kehidupan dalam
kemuliaan abadi Allah Bapa kita, amin.