BAHAN KHOTBAH
Minggu XIV Setelah Trinitatis
MINGGU, 01 SEPTEMBER 2013
(Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th)
Tetap
Setia Beribadah Kepada Allah
Ev. Daniel 3: 13 – 18; Ep. Kisah Para
Rasul 17: 22 – 28 (28)
Pendahuluan
Bagaimanakah
sikapmu apabila penderitaan datang kepadamu dan bagaimana imanmu bias
menghadapi itu? Banyak sekali orang Kristen yang mengaku sebagai pengikut
Kristus mendasarkan imannya kepada situasi kehidupannya atau bahkan orang-orang
yang akhirnya menyebabkan dia kecewa dan berakibat ia meninggalkan imannya.
Iman yang demikian merupakan iman yang rapuh dan tidak berkualitas. Kualitas
iman tidak dipandang dari seberapa seringnya dia dilihat beribadah, tetapi
bagaimana ia bersikap menghadapi suka-duka dan berbagai suasana kehidupannya
dalam iman, dan dalam iman itu, dia semakin berseru dan tetap setia kepada
Allah. Perlu juga dipahami, Allah yang bagaimanakah yang diimani? Apakah allah
buatan dunia atau buatan manusia, atau Allah (YHWH), Allah Israel, yang
Mahakuasa. Ia tidak diciptakan oleh manusia melalui ide, atau benda.
Semakin
dekat kepada Allah, ingatlah semakin hebatnya penderitaan yang akan kita hadapi
di dunia ini. Namun, perlu diperhatikan bahwa penderitaan itu bias saja itu
semakin meningkatkan kualitas iman. Namun sudah banyak orang Kristen kalah
dalam proses demikian, hal itu selalu diperhadapkan dengan situasi hidupnya
atau bahkan dilihat orang-orang Kristen yang tidak bersikap selayaknya Kristen.
Apakah
hubungannya dengan nas perikop Daniel 3: 13 – 18? Perikop ini hendaknya tidak
dapat dipenggal dari ayat 1 supaya jelas bagaimanakah latarbelakang dan situasi
dalam perikop ini dan ayat selanjutnya. Dalam Daniel 3, para sahabat Daniel
diperhadapkan dengan kegilaan hormat seorang raja melalui penyembahan patung
yang ia ciptakan. Tradisi yang terjadi ketika itu, penyembahan ilah dari
seorang raja memiliki hubungan dan pengaruh terhadap politik. Siapa yang tidak
menyembah patung/ilah yang dibuat atau yang disembah oleh raja, berarti itu
sama sama dikatakan pemberontak.
Keterangan
Nas Khotbah
Seperti
yang telah diutarakan di pendahuluan penyembahan ilah/ patung penyembahan
sangat berhubungan dengan politik. Setiap raja dalam suatu bangsa memiliki
ilah, dan semua orang yang berada dalam daerah kekuasaannya wajib untuk
menyembah ilah raja tersebut, termasuk bangsa yang dijajah. Siapa yang tidak
mau menyembah, maka ia disebut dengan pemberontak, dan akan dihukum berat
selayaknya hukuman seorang pemberontak.
Raja
Nebukadnezar selaku seorang raja Babel yang berhasil menakhlukkan Israel secara
keseluruhan membuat sebuah patung emas dengan ukuran yang sedemikian rupa. Pada
tradisi yang berkembang saat itu, apabila seorang raja membuat sebuah patung
sebagai ilah maka itu adalah gambaran bahwa raja itu sebagai ilah. Hal itu
telah terjadi ketika bangsa Israel di dalam penjajahan babel dan penjajahan
bangsa Yunani (kekuasaan Antiokhus Ephiphania IV) dimana raja dinyatakan
sebagai ilah (bdk. Daniel 6).
Di
tengah situasi yang demikian, ada 3 orang yang tetap setia kepada Allah yang
mereka imani. Mereka tidak ikut dalam penyembahan terhadap ilah yang dibuat
oleh raja tersebut. Mereka adalah sahabat-sahabat Daniel, Sadrakh (Hananya),
Mesakh (Misael), dan Abednego (Azarya). Mereka memiliki Allah, dan hanya kepada
Allah merekalah yang mereka sembah. Siapakah Allah mereka itu? Allah nenek
moyang mereka, YHWH; Allah yang membebaskan nenek moyang mereka dari perbudakan
Mesir, Allah yang menyatakan diri-Nya sendiri, bahwa Ia yang sudah ada; dan
membuat menjadi ada dan akan selalu ada (YHWH); yang menyatakan kekalan dan
ketidakpunahan; Allah yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan tidak
diciptakan atau dibuat oleh manusia atau tradisi manusia. Walaupun Yerusalem
sebagai kota damai dan Bait Suci dan Bukit Sion sebagai tempat Allah berdiam
hancur atau punah, tetapi Allah mereka tetap berkarya dan tidak punah. Dalam tradisi
yang terjadi ketika itu, apabila suatu bangsa kalah terhadap suatu bangsa,
berarti allah bangsa yang kalah itu juga kalah dengan allah bangsa yang menang
itu. Tradisi itulah yang ingin dikatakan dalam perikop ini; walaupun bangsa
Israel telah kalah dan hancur, tetapi Allah mereka, Allah Israel tidak kalah
atau hancur seperti tradisi.
Dalam
hal demikian Nebukadnezar murka dan marah kepada mereka, Menolak penyembahan
terhadap ilah raja sama saja itu adalah penghinaan bagi dia. Menolak penyembahan
teradap ilah raja merupakan suatu sikap penolakan untuk taat secara politik
terhadap raja, dan itu sama saja dikatakan sebagai pemberontak politik (lih. Pada
penjelasan pendahuluan). Mereka tetap setia dalam penyembahan terhadap Allah,
(YHWH (bhs. Batak “Jahowa”).
Sebelum
mereka bertiga dihukum, mereka ditawarkan kebebasan dengan syarat “harus
menyembah patung tersebut”. Penawaran itu merupakan suatu kesempatan untuk
bebas dan hidup. Akan tetapi tawaran itu mereka tolak. Mereka tetap pada
pendirian mereka dalam penyembahan. Mereka sudah tahu apa konsekuensi/ hukuman
apabila mereka tidak mau menyembah patung itu, tetapi itu tidak memadamkan
pendirian mereka menyembah Allah mereka (ay. 13 – 15). Membakar pemberontak
hidup-hidup adalah hukuman paling berat ketika itu, tapi itu tidak juga membuat
mereka padam dalam kesetiaan.
Pada
ayat 16 – 18; ada pengujian terhadap raja mengenai Allah mereka. Mereka tidak
tahu apakah mereka akan diselamatkan atau tidak, tetapi yang perlu kita lihat
adalah kesetiaan iman mereka. Mereka diperhadapkan dengan ujian iman dan
perjuangan iman mereka. Apapun yang terjadi, walaupun mereka akan dibakar,
tetapi kesetiaan mereka tidak pernah terpadamkan, atau murtad dari iman mereka.
Pilihan dan komitmen itu justru membuat raja semakin murka, dan ketiga sahabat
Daniel itu dicampakkan ke dalam api bahkan perapian itu dibuat 7 x lebih panas
dari biasanya.
Apakah
yang terjadi? Melalui peristiwa ini ada beberapa hal yang penting, yaitu:
- Allah yang mereka sembah itu menyelamat mereka bahkan rambut mereka pun tidak terbakar atau bau terbakar pun tidak tercium. Kesetiaan mereka kepada Allah justru membuahkan kehidupan dan keselamatan dari perapian yang menyala-nyala (ay. 24 – 27).
- Melihat hal itu, raja Nebukadnezar memuji Allah mereka, sehingga raja itu mengeluarkan titah untuk menyembah Allah yang disembah oleh Daniel dan ketiga sahabatnya (ay. 28 – 29).
Aplikasi
Teologi
Saat
ini sudah banyak orang yang meninggalkan atau murtad dengan imannya. Hal itu dikarenakan
karena ia selalu mengukur imannya dari situasi hidupnya atau dengan
orang-orang. Dalam berbagai situasi kehidupan selalu ada penawaran akan
kebahagiaan atau jaminan hidup yang bahagia di dunia ini. saat ini seorang
Pendeta pun belum tentu imannya kuat menghadapi situasi kehidupannya. Hal itu
nyata seorang pendeta yang telah murtad karena melihat situasi kehidupan tanpa
dasar iman yang kuat.
Dimanakah
Allah itu? Apakah Allah berdiam diri atau membiarkan kita menderita? apakah
sudah mati (bdk. Friedrich Nietzsche: “Allah mati”) Inilah pertanyaan yang
sering muncul ketika manusia itu menghadapi penderitaan yang berat. Jika iman
yang miliki seperti kayu yang kelihatan kuat tetapi isi kosong berarti iman itu
cepat hancur dan jatuh, dan berakibat ia menjadi murtad dan meninggalkan
imannya dan beralih pada penyembahan terhadap allah atau ilah lain atau bahkan
menjadi manusia yang tidak beriman (atheis).
Sebagai
orang Kristen, hidup kita pasti tidak terlepas dari kesulitan dan penderitaan.
Memang tingkat penderitaan setiap orang itu berbeda-beda, tetapi penghiburan
dan kekuatan Firman Tuhan yang diajarkan melalui khotbah bisa diaplikasikan ke
semua kita. Ketika kesulitan dan penderitaan itu datang kepada kita, iblis
melalui dunia sering menggunakan kesempatan ini untuk menggoda dan menuduh
kita. Iblis menyerang kita sehingga membuat kita ragu akan kasih, kebaikan, dan
pertolongan Tuhan. Khotbah ini menghibur kita bukan dengan menidurkan atau
menggunakan obat di luka kita melainkan dengan menyatakan kebenaran Firman
Tuhan. Penderitaan itu tidak seharusnya membuat kita meragukan Allah dan karya
Keselamata-Nya. Kalau penderitaan dan kesakitan itu kita alami karena ketaatan
kita kepada Kristus dan menjalankan perintah-Nya dan beribadah kepada-Nya, itu
justru menandakan dengan pasti bahwa kita adalah anak-anak Allah.
Tanpa
disadari oleh manusia, Allah selalu berkarya dan tetap berkarya menyatakan
karya keselamatan bagi orang yang tetap setia kepada Allah. Allah tidak pernah
meninggalkan umat yang tetap setia kepada-Nya. Ingatlah semakin dekat kepada
TUHAN maka semakin keras ombak dan tantangan yang akan kita hadapi. Tetapi kita
tidak boleh menjadi lemah atau menyerah, tetapi kita harus siap dan menang
menghadapi setiap penderitaan itu dalam kesetiaan dalam iman.