DANIEL PANE

SELAMAT DATANG DAN MENIKMATI YANG TELAH DISAJIKAN

Selasa, 04 Agustus 2015

bAHAN KHOTBAH , 23 AGUSTUS 2015, YOSUA 24: 1 - 2a + 14 - 18

BAHAN KHOTBAH
MINGGU XII SETELAH TRINITATIS
Minggu, 23 Agustus 2015

TAKUTLAH AKAN TUHAN DAN BERIBADAHLAH KEPADANYA
(YOSUA 24: 1 – 2a + 14 – 18)
Pendahuluan
            Apakah arti ibadahmu? Itulah pertanyaan pembuka pada pendahuluan ini yang hendaknya harus terlebih dahulu direnungkan. Perenungan akan peribadahan akan mengarahkan kita kepada suatu konsep kepada siapa kita beribadah, serta mengapa kita harus beribadah kepadanya. Jika hal itu tidak didapat maka akan mengarah kepada konsep ibadah yang sia-sia.
            Dalam teks ini, Yosua seorang pemimpin Israel yang membawa bangsa Israel berhasil memasuki tanah kanaan memberikan pesan yang begitu penting kepada bangsa Israel, sebagai bangsa Pilihan oleh TUHAN (dalam hal ini adalah konsep YHWH (batak: Jahowa)). Kita akan melihat pesan pidato Yosua kepada Israel sebelum ia mati. Dimna dalam pidato Yosua ini terdapat pilihan akan penyembahan dan peribadahan, sehingga pilihan yang tepat berarti penyembahan dan peribadahan pun akan tepat tentunya.

Penjelasan Teks
            Sikhem, merupakan tempat dimana Yosua memberikan pidato terakhirnya kepada bangsa Israel. Sikhem dikenal sebagai kota yang sangat strategis dalam mengumpulkan umat, serta memiliki tanah yang begitu subur. Sikhem juga dikenal sebagai salah satu tempat peribadahan bangsa Israel karena terdapat suatu mezbah yang didirikan oleh Abraham dan kemudian didirikan oleh Yakub (lih. Kej. 12: 6 – 7; Kej. 35: 2 – 4).  Apabila kita analisa penjelasan mengenai Sikhem tersebut, maka dapat kita lihat bahwa konteks teks ini terjadi ketika upacara peribadahan bangsa Israel.
            Yosua pada ayat 1 disebutkan ia memanggil para tua-tua Israel, para kepala, para hakim dan para pengatur pasukan yang merupakan pemipin Israel dalam kelompok kecil, dan kemudian akan dilanjutkan kepada komunitas Israel secara menyeluruh. Mereka berdiri di hadapan Allah. Berdiri di hadapan Allah tidak berarti bahwa mereka langsung melihat Allah secara tatap wajah, akan tetapi berarti orang-orang yang dipanggil oleh Yosua tersebut berdiri di hadapan tabut perjanjian yang berisi 2 loh batu Hukum Taurat. Tabut Perjanjian bagi bangsa Israel merupakan suatu tanda bahwa Allah ada di tengah-tengah mereka.
            Setelah berkumpul, maka Yosua pada usia tuanya memulai pidatonya (ay.2). Pidato Yosua di Sikhem ini dimulai dengan pemaparan akan karya Allah yang merupakan karya keselamatan terhadap bangsa itu mulai dari Terah sampai penyertaan TUHAN (YHWH) yaitu Allah Israel terhadap bangsa Israel hingga mereka sampai ke tanah Kanaan hingga pada situasi teks ini. Dengan pemaparan tersebut maka diajaklah bangsa itu dan ditegaskan agar mereka takut akan TUHAN serta beribadah (ay. 14) dan meninggalkan keilahian atau allah lainnya. Peribadahan itu haruslah dengan tulus, ikhlas dan setia. Menyembah dan beribadah kepada TUHAN (YHWH) harus membuang segala jenis keilahian atau keallahan yang banyak diperkenalkan oleh dunia ini seperti yang disembah oleh para nenek moyang bangsa itu sebelum mereka mengenal TUHAN (YHWH), Allah Israel.
            Penyembahan terhadap TUHAN (YHWH) merupakan penyembahan akan pengakuan akan satu Allah yaitu TUHAN (YHWH) (bdk. Ulangan 6: 4) sehingga penyembahan terhadap allah atau ilah lain merupakan perlawanan akan penyembahan TUHAN (YHWH) (bdk. Hukum Taurat I dan II). Penyemnbahan terhadap TUHAN merupakan suatu perlawanan akan penyembahan sinkritisme (suatu paham akan penyembahan terhadap berbagai jenis allah atau ilah). Namun, apabila di antara bangsa itu yang masih saja menyembah kepada ilah atau allah lain maka Yosua tidak melarang (ay. 15), namun Yosua akan tetap beribadah kepada TUHAN (YHWH). Dalam hal ini orang Israel ditantang untuk memilih dan pilihan itu harus tepat dan tidak menjadi penyesalan di ujungnya.
            Pada ayat 16 para yang dipanggil Yosua yang merupakan perwakilan seluruh masyarakat Israel membuat keputusan bahwa mereka akan tetap beribadah kepada TUHAN. Mengapa? Di ayat selanjutnya jelas pengakuan para perwakilan seluruh orang Israel bahwa TUHAN, Allah Israel adalah Allah yang menuntun mereka dan nenek moyang mereka dari tanah Mesir, yaitu dari tanah perbudakan dan Yang selalu membuat tanda-tanda mukjizat sepenjang perjalanan orang Israel. Oleh karena itu, mereka akan tetap akan beribadah dan menyembah TUHAN, yang adalah Allah mereka (ay. 17 – 18). Keputusan ini merupakan suatu pembaharuan akan perjajian peribadahan, jangan seperti janji orang Israel yang sebelumnya selalu bertentangan dengan kenyataan (perjanjian sebelumnya dapat dilihat dari Keluaran 24). Dalam perjanjian yang baru ini dituntut akan ketekunan dan kesetiaan yang benar-benar tanpa harus adanya sikap yang ikut-ikutan. Pelanggaran akan janji ini merupakan suatu sikap yang membangkitkan murka Allah dan pada akhirnya menimbulkan kehancuran dan malapetaka terhadap bangsa itu. Walaupun Israel itu adalah sebagai bangsa pilihan (choosen nation) namun tidaklah otomatis Israel menjadi bangsa yang luput dari murka Allah ketika mereka melanggar janji untuk beribadah kepada TUHAN

Refleksi – Teologis
            Bagaimana dengan konsep peribadahan dan penyembahan orang Kristen saat ini? Apabila ada pertanyaan, mengapakah kita menjadi Kristen dalam hal ini menyembah YHWH (JAHOWA) melalui dan di dalam Yesus Kristus? Bisa jadi jawabannya adalah karena orang tua mereka sudah menjadi Kristen, atau ikut-ikutan, tanpa harus mengenal secara betul siapa yang mereka sembah, dan hal ini dapat dilihat dengan banyaknya orang Kristen begitu gampangnya meninggalkan kekristenannya atau bahkan merasa kurang akan siapa yang disembah yang kemudian melakukan penyembahan kepada allah-allah atau ilah di dunia ini. Hal ini justru sangat memilukan, dengan mengakui aku percaya, tetapi hanya sekedar dari mulut tidak benar-benar menghidupi apa yang diakui tersebut.
            Siapakah pencipta kita dan siapakah yang memberikan nafas kehidupan saat ini kepada manusia dan jika manusia itu akan mati bagaimanakah selanjutnya? Banyak penawaran kenikmatan dan keindahan dunia ini yang diapat dijadikan menjadikan sesuatu untuk disembah yang pada akhirnya semuanya adalah sia-sia dan tidak memiliki arti sama sekali. Uang, pikiran, laut, matahari, seseorang, langit, roh-roh (iblis/ begu ganjang, pantai kidul), dan lain – lain. Namun, jika dunia ini berakhir semuanya itu akan berakhir dan semuanya itu adalah sia-sia. Banyak mengatakan “agama dan allah itu sama hanya cara peribadahannya yang berbeda”. Secara tegas dikatakan bahwa ungkapan itu adalah ungkapan kebodohan dan mendatangkan malapetaka atau murka TUHAN, Allah dalam Yesus Kristus. Pokok dan pusat Ibadah kita adalah kepada TUHAN (YHWH) dalam Yesus Kristus.
            Penyembahan kepada YHWH melalui Yesus Kristus adalah penyembahan dan peribadahan akan sesuatu kekekalan. TUHAN (YHWH (batak : JAHOWA)), Dia yang tidak diciptakan, Dia yang menciptakan, dan Dia tetap ada untuk selamanya. Penyembahan YHWH melalui Yesus Kristus tidak cukup dengan pengutaraan dan pengakuan tetapi haruslah dengan penyerahan diri secara totalitas penuh, tanpa harus memikirkan akan ilah atau allah lainnya. Dalam peribadahan juga dituntut akan kesetiaan dan ketekunan. Tidak ada alasan untuk kecewa atau bahkan meninggalkan yang ia sembah, jika meninggalkan berarti meninggalkan kehidupan yang kekal, kehidupan yang sejati sehingga pada akhirnya mendatangkan maut bagi dirinya.
            Peribadahan kepada TUHAN tidak dapat dibatasi hanya di dalam gedung, dalam waktu atau suasana. Akan tetapi peribadahan kepada TUHAN adalah kehidupan, dimana dan kapan saja haruslah beribadah kepada TUHAN. Peribadahan kepada TUHAN dituntut adanya sikap takut kepada TUHAN. Sikap takut ini mengarah kepada sikap melihat diri sendiri diperhadapkan dengan kekudusan dan kemuliaan TUHAN. Manusia yang lemah, terbatas dan memiliki waktu, yang dicipta dari debu tidaklah memiliki arti diperhadapkan dengan TUHAN, sang Pencipta dan yang kekal. Dengan melihat itu, manusia tidak dapat melepaskan dirinya dalam hubungan dengan TUHAN yang menciptakan manusia, melepaskan hubungan dengan TUHAN sang Pencipta berarti melepaskan kehidupan yang kekal atau mendatangkan maut untuk dirinya. Sikap takut akan TUHAN merupakan suatu sikap pengabdian dan kesetiaan yang benar-benar kepada TUHAN, dan adanya komitmen bahwa “aku dan seiisi rumah harus beribadah kepada TUHAN”.

            

BAHAN KHOTBAH, 02 AGUSTUS 2015, YOHANES 6: 24 - 35

BAHAN KHOTBAH
MINGGU IX SETELAH TRINITATIS
Minggu, 02 Agustus 2015
Ev.: Yohanes 6: 24 – 35; Ep.: Keluaran 16: 2 – 4 + 9 – 15; S.Patik: Kolose 3: 12 – 13

YESUS ADALAH ROTI KEHIDUPAN
Pengantar
       Semua makhluk hidup membutuhkan makanan. Namun, dalam memenuhi kebutuhan makanan makhluk hidup, termasuk manusia memiliki cara yang berbeda – beda, dan beberapa makhluk hidup memiliki persamaan atau pun perbedaan mengenai makanan pokok dalam kehidupannya. Di beberapa daerah ada yang menjadikan nasi sebagai makan pokok, ada yang menjadikan gandum, jagung, atau sagu menjadi makanan pokok. Akan tetapi tingkat kebutuhan untuk makan pokok tidaklah sama seorang dengan seorang yang lain. 
       Setiap orang yang makan pasti untuk kenyang, dengan dia kenyang maka ia memperoleh kekuatan untuk melakukan kegiatannya atau dapat konsentrasi. Berbeda dengan orang yang lapar, ia tidak akan konsentrasi ketika bekerja atau ia tidak kuat dalam melakukan pekerjaannya. Itu berarti sangat penting makan sebagai kebutuhan pokok dalam hidup. Dalam khotbah ini Yesus memperkenalkan kepada orang yang percaya suatu kebutuhan yang sangat pokok. Kebutuhan yang diperkenalkan Yesus tidaklah hanya kebutuhan untuk kepuasan sesaat, akan tetapi kepuasan yang kekal.

Penjelasan Nas
       Setelah Yesus melakukan tanda mukjizat melalui memberi makan 5.000 orang dengan 5 roti dan 2 ikan, telah banyak orang menanti-nantikan atau mencari Yesus. Di manakah Yesus? Tanda mukjizat apa lagi yang Ia lakukan? Karena kerinduan untuk bertemu dengan Yesus, orang banyak sampai pergi ke Kapernaum dimana Yesus berada bersama para muridNya (ay. 24). Orang banyak mencari Yesus hanya untuk memenuhi kebutuhan sesaat, tidak mengenal pasti siapakah Yesus sesungguhnya.
       Setelah orang banyak itu menemukan Yesus, mereka menanyakan “Rabi, bilamana Engkau tiba di sini?”. Rabi berarti Guru, atau sosok pengajar dengan memiliki karisma sebagai pengajar. Seorang pengajar dengan membuat banyak orang takjub atau terheran-heran mendengar pengajarannya. Panggilan Rabi kepada Yesus dikarenakan pengajaran yang Yesus telah ajarkan sehingga orang banyak takjub atau terheran-heran dengan ajaran Yesus. Kata Rabi juga berarti seorang yang agung, mulia (The greatest One/ na sangap, na marmulia). Ungkapan Rabi ini yang berarti agung mengarah kepada perbuatan atau pelayanan Yesus dengan banyak tanda mukjizat dan memiliki kuasa. Dengan penjelasan tersebut, orang banyak mencari Yesus karena mereka tahu bahwa Yesus akan melakukan banyak pengajaran yang sangat menakjubkan serta karena Yesus memiliki kuasa atau dapat melakukan tanda mukjizat.
       Kemudian Yesus tidak menjawab pertanyaan orang banyak itu, melainkan Yesus mengajarkan sesuatu kebutuhan yang sangat pokok melebihi dari apa yang mereka telah terima. Jika kita melihat ayat 26 orang banyak yang mencari – cari Yesus itu ada juga yang berasal dari orang – orang yang telah ikut makan dalam komunitas 5.000 orang (lihat kembali Yohanes 6: 1 – 14). Ajaran Yesus ini menegor orang – orang banyak agar mereka tidak mencari Yesus hanya sekedar kebutuhan sesaat, tetapi mencari Yesus karena mereka benar – benar mengenal Yesus sebagai kehidupan yang kekal, tidak kehidupan sesaat namun kehidupan yang terus – menerus dan sampai selama-lamanya.  
       Kehidupan orang Yahudi pada zaman Yesus kebanyakan bekerja hanya sekedar untuk memperoleh makanan (dalam hal ini makanan pokok orang Yahudi adalah roti). Namun, roti itu tidak dapat memberikan kepuasan atau kenyang untuk selamanya, makan roti saat ini dan akan lapar kembali. Oleh karena itu Yesus mengajarkan orang banyak untuk bekerja tidak bukan untuk makanan yang dapat binasa melainkan bertahan sampai kepada hidup yang kekal. Muncul pertanyaan, pekerjaan apakah itu? Dalam hal ini Yesus tidak memperkenalkan suatu pekerjaan, tetapi Yesus mengubah pola pikir (mindset) orang banyak mengenai pekerjaan yang setiap hari mereka kerjakan. Banyak orang bekerja hanya sekedar kebutuhan sesaat dan selalu bekerja tanpa harus menikmati buah dari yang ia kerjakan. Dalam hal ini Yesus mengubah pola pikir, dalam bekerja tetaplah untuk sesuatu kebutuhan yang kekal dengan memuliakan Allah dalam pekerjaannya (1 Korintus 10: 31).  Pada ayat ini Yesus memberikan pengajaran mengenai agar tujuan manusia bekerja bukan untuk sesuatu yang fana (yang dapat hilang atau habis atau rusak) tetapi haruslah untuk sesuatu yang kekal (tidak dapat hilang, atau tidak dapat habis atau tidak dapat rusak), yaitu memuliakan Allah melalui pekerjaannya, bekerja dengan melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah melalui pekerjaan.
       Apakah yang kekal itu? Yaitu kehidupan yang kekal yang diberikan Anak Manusia kepada setiap orang yang percaya, sebab Anak Manusia itulah yang telah dipilih oleh Bapa untuk memberikan kehidupan yang kekal itu. Kehidupan kekal tidak berarti tubuh yang sekarang tidak akan mati. Tetapi kehidupan yang kekal berarti, walaupun tubuh ini akan mati dan busuk serta akan kembali menjadi debu, namun Allah akan memberikan tubuh baru kepada roh yang percaya dan setia. Tubuh yang tidak akan binasa dan tubuh yang kekal sampai selamanya. Dalam hal ini disebut dengan tubuh sorgawi (lih. 1 Kor. 15: 35 – 54).
       Apakah yang harus dilakukan agar mendapat kehidupan yang kekal melalui pekerjaan setiap hari? Pertanyaan ini sama dengan pertanyaan orang banyak, “apa yang harus diperbuat agar mereka dapat mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki oleh Allah? (ay. 28). Kemudian Yesus menjawab: “percaya kepada Dia (Yesus Kristus) yang telah diutus Allah” (ay. 29). Percaya dalam hal ini tidak hanya cukup percaya melalui mulut, akan tetapi percaya dalam hal ini menyerahkan diri secara total, mempercayai secara penuh tanpa ada keraguraguan akan kuasa dan firmanNya. Diam di dalam Dia serta tidak lagi memikirkan untuk mencari kekuatan atau pertolongan dari dunia ini atau kekuatan lainnya.
       Setiap orang butuh bukti atau jaminan untuk mempercayai seseorang. Demikianlah orang banyak dalam nas ini mempertanyakan sebuah bukti atau jaminan agar mereka dapat mempercayai Yesus? (ay. 30). Orang banyak itu memberikan gambaran kehidupan nenek moyang mereka ketika berjalan di padang gurun melalui manna yang mereka terima di padang gurun (ay. 31). Di ayat 31 ini mereka menggambarkan pemberian manna sebagai tanda bahwa Musa memiliki kuasa memberikan makanan kepada nenek moyang Israel di padang gurun itu (Kel. 16: 1 – 35). Maka Yesus mengganti pemahaman mereka di ayat 32 bahwa bukan Musa yang memberikan nenek moyang mereka Manna tetapi Allah. Roti yang dari Allah adalah roti yang turun dari sorga dan memberi hidup kepada dunia. Dengan manna Allah memampukan nenek moyang Israel sampai kepada tanah perjanjian, namun nenek moyang Israel selalu ada yang bersungut-sungut kendati telah menikmati roti sorga yang Allah berikan.
       Manna adalah makanan yang diterima nenek moyang Israel dari sorga di padang gurun. Bagaimana saat ini? Bagaimanakah roti dari sorga itu? Roti yang tidak dari dunia ini melainkan dari Allah. Roti sebagai makanan pokok dan kebutuhan yang penting dalam kehidupan orang Israel. Roti dari dunia ini memberikan kekuatan atau kepuasan dalam waktu yang terbatas, ketika sudah mencapai batas maka kekuatan dan kepuasan itu akan hilang, sehingga akan menjadi lapar dan tidak lagi kuat (dengan kata lain ia menjadi lemah dan apabila tidak segera mendapatkan makanan, maka ia akan mati). Namun roti dari Allah adalah kekuatan yang kekal dan setiap yang memakannya ia akan kuat menghadapi berbagai masalah di dunia ini sehingga ia sampai kepada kehidupan yang kekal. Dengan roti dari Allah itu maka orang yang memakannya akan mampu dan kuat melakukan pekerjaannya dengan melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah di dalam hidupnya.
       Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa (ay. 34) suatu ungkapan sangat memohon agar Yesus memberikan roti itu, walaupun anggapan orang yang memohon itu roti itu hanya sekedar roti yang dapat dimakan seperti roti pada umumnya. Apakah Yesus memberikan roti itu seperti yang mereka anggap? Ternyata tidak. Namun, Yesus menyebutkan diriNya adalah Roti Kehidupan, seperti yang telah ia ajarkan. Pada zaman nenek moyang Israel, Allah memberikan manna (sebagai roti) yang juga menyebabkan kelaparan (saya berpendapat, karena ketidak percayaan mereka secara penuh, dan ketidak taatan mereka terhadap firman Allah, atau mereka selalu bersungut-sungut, serta mereka tetap memiliki karakter budak maka mereka lapar kembali) Yesus tidaklah seperti Manna pada zaman nenek moyang mereka, namun Yesus adalah roti kehidupan sesungguhnya memberikan jaminan setiap yang datang kepadaNya ia tidak akan lapar lagi dan tidak haus lagi.
       Perlu dipahami makna tidak lapar dan tidak haus pada ungkapan Yesus ini tidak berarti bahwa ia tidak usah makan atau minum (secara harafiah, atau secara jasmani) jika sudah bersama Yesus di dunia ini. Lapar dan haus adalah kondisi manusia yang tidak berdaya, tidak ada lagi kekuatan dalam dirinya, ia adalah lemah, dan ia akan terlalu gampang untuk mengikuti apa pun yang dapat memberikan kekuatan dalam dirinya dan akhirnya jika makanan yang didapatkan adalah makanan yang tidak baik atau beracun maka ia akan mati. Yesus adalah Roti Kehidupan, Roti yang tidak akan pernah rusak atau binasa, karena Ia adalah kekal. Setiap orang percaya yang menerima Roti Kehidupan berarti menerima yang Kekal, sehingga ia menjadi kuat dan mampu menghadapi berbagai badai kehidupan atau keindahan dunia ini tanpa harus khwatir ia akan keracunan atau mendapatkan kekuatan dari dunia ini. Dengan Roti Kehidupan ini maka ia akan kuat dan bertahan dalam melakukan apa yang dikehendaki oleh Allah Bapa di Sorga.

Applikasi Teologi
·         Saat ini banyak orang yang bekerja, namun pertanyaan untuk apakah kita bekerja? Apakah hanya untuk kebutuhan sesaat dimana suatu saat itu akan menjadi sia-sia dan tidak berarti apa – apa. Dengan kata lain, pekerjaan yang demikian kita hanya menang di capeknya tanpa harus melihat bagaimana ujungnya.

·         Yesus memberikan pengajaran dalam bekerja maka bekerjalah untuk sesuatu yang kekal, yang tidak pernah habis dan yang rusak (lihat dan bandingkan Matius 6: 19 – 24). Itu berarti dalam hal bekerja tidak lagi hanya menang di capeknya tetapi dapa juga berkelanjutan kepada kehidupan yang kekal. Kehidupan yang kekal berarti sukacita yang melimpah. Bagaimana caranya? Dengan mempercayai secara penuh Yesus, Anak Allah penyelamat dunia.

·         Yesus adalah Roti Kehidupan. Yesus menyatakan dirinya sebagai Roti dalam kehidupan yang kekal. Kekekalan yang dimaksud yang tidak ada batasnya. Menerima Yesus berarti menerima yang kekal. Roti Kehidupan yang membuat setiap yang menerimanya menjadi kuat dan mampu menghadapi berbagai masalah kehidupan di dunia ini. Ia tidak gampang menyerah namun ia kuat dan setia sampai akhir. Sehingga walaupun ia akan mati secara daging, namun ia akan hidup kekal bersama Bapa di Sorga.

Pdt. Daniel Bonardo Pane, S.Th.